Ancaman Konflik Meluas, Warga Asing Diminta Tinggalkan Lebanon
Font: Ukuran: - +
Israel dan Hizbullah saling baku tembak di perbatasan Lebanon di tengah kekhawatiran akan meluasnya perang di Gaza. Foto: Reuters/Amir Cohen.
DIALEKSIS.COM | Beirut - Bayangan perang yang lebih luas di Timur Tengah kian pekat. Sejumlah negara Barat, termasuk Amerika Serikat, mendesak warganya untuk segera angkat kaki dari Lebanon. Washington bahkan menyarankan penggunaan "tiket apa pun yang tersedia" demi keselamatan.
Pemicu ketegangan ini adalah sumpah pembalasan Iran terhadap Israel, yang dituding bertanggung jawab atas tewasnya Ismail Haniyeh, kepala politik Hamas, di Teheran pada Rabu lalu. Peristiwa ini terjadi hanya beberapa jam setelah Israel menghabisi Fuad Shukr, komandan senior Hizbullah, di jantung Beirut.
Diplomasi Barat kini berpacu dengan waktu untuk meredam api konflik yang mengancam akan membakar kawasan. Namun, kekhawatiran tetap membayangi. Amerika Serikat, Inggris, Swedia, Prancis, Kanada, dan Yordania kompak menginstruksikan warganya untuk segera hengkang dari Lebanon, menyusul pembatalan dan penangguhan sejumlah penerbangan di Bandara Internasional Beirut.
Meski harga tiket pesawat melonjak, BBC melaporkan belum ada tanda-tanda kepanikan massal atau eksodus besar-besaran dari Lebanon. Namun, ancaman permusuhan yang kian memanas mencapai titik kulminasi sejak Hizbullah melancarkan serangan terhadap Israel, sehari pasca gempuran maut Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober lalu.
Hizbullah, yang bersumpah akan membalas kematian Shukr, melancarkan hujan roket ke kota Beit Hillel di Israel utara pada dini hari Minggu. Sistem pertahanan udara Iron Dome Israel berhasil menangkis serangan tersebut, tanpa adanya laporan korban jiwa.
Sementara itu, Pentagon mengumumkan pengerahan tambahan kapal perang dan jet tempur ke kawasan tersebut. Langkah ini mirip dengan strategi yang diterapkan pada April lalu, ketika Iran menghujani Israel dengan lebih dari 300 rudal dan pesawat nirawak sebagai balasan atas serangan terhadap kompleks diplomatiknya di Suriah.
Inggris pun turut mengambil langkah antisipasi dengan mengirim personel militer tambahan, staf konsuler, dan pejabat perbatasan untuk membantu proses evakuasi. Dua kapal perang Inggris telah bersiaga di perairan sekitar, sementara Angkatan Udara Kerajaan menempatkan helikopter angkut dalam kondisi siap tempur.
Di tengah ketegangan yang memuncak, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan warganya bahwa "hari-hari yang penuh tantangan akan segera tiba." Sementara itu, penyiar TV pemerintah Iran mengancam bahwa "dunia akan menyaksikan kejadian yang luar biasa."
Tewasnya Ismail Haniyeh di Iran, yang terjadi saat ia menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, memberi pukulan telak bagi upaya negosiasi gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bersumpah Israel akan menerima "hukuman berat" atas pembunuhan tersebut.