Asal Usul Sejarah Konflik Taiwan vs China
Font: Ukuran: - +
Foto: AP/Reuters/berbagai sumber
DIALEKSIS.COM | Dunia - Konflik Taiwan dan China menjadi sorotan setelah Beijing melangsungkan latihan militer di dekat perairan Taiwan pada hari ini, Kamis (4/8). Latihan militer ini dimulai pada pukul 12.00 waktu setempat dan melibat 'serangan rudal konvensional' di perairan timur Taiwan.
Dalam latihan militer tersebut, China mengerahkan rudal Dongfeng, jet tempur, dan kapal perang, dikutip dari AFP. China sendiri menganggap Taiwan sebagai bagian dari kedaulatan negara itu, tetapi Taiwan tak mengakui klaim China.
Sementara itu, Taiwan dan China terlibat konflik sejak lama. Britannica melaporkan Taiwan telah menjadi bagian dari China sejak abad ketujuh. Meski begitu, Taiwan sempat dikuasai Jepang usai China kalah dalam Perang Sino-Jepang 1895.
Namun, Taiwan kembali menjadi daerah kekuasaan China ketika Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Dilansir dari Pusat Strategis dan Studi Internasional (CSIS), pemimpin Amerika Serikat, China, dan Inggris menandatangani Deklarasi Kairo pada 1 Desember 1943. Dalam deklarasi itu, ketiga pihak mengakui bahwa "seluruh wilayah yang dicaplok Jepang dari China, seperti Manchuria, Taiwan, dan Kepulauan Penghu, harus dikembalikan ke China."
Kedua partai itu terlibat perang sipil dalam Perang Dunia II. AS, yang mendukung KMT, sempat mencoba menengahi konflik kedua partai tersebut pada 1945. Namun, keduanya seringkali bentrok dan melanggar gencatan senjata, membuat AS kemudian meninggalkan upaya perdamaian kedua partai.
KMT dan PKC terus berperang sampai pada pemimpin PKC, Mao Zedong, mengumumkan dibentukan Republik Rakyat China (RRC) di Beijing pada 1 Oktober 1949.
Kemenangan ini membuat pemimpin KMT, Chiang Kai-Shek, harus mundur ke Taiwan. KMT kemudian mendeklarasikan Taipei sebagai ibu kota Republik China (ROC).
Sejak 1949 sampai Perang Dingin, Taiwan sempat menerima pengakuan internasional sebagai ROC, terlebih kala itu AS meluncurkan kampanye anti-komunis.
Namun, RRC mendapatkan cukup suara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1971, membuat ROC harus bubar, pun mengakui RRC sebagai perwakilan China dalam badan itu.
Tak hanya itu, AS kemudian beralih mendukung kebijakan Satu China dan mengakui pemerintahan PKC, meski terus menjalin hubungan dengan Taiwan di bawah Undang-Undang Hubungan Taiwan (TRA).
Sejak itu, China dan Taiwan berupaya memperbaiki hubungan mereka dan sempat membaik pada 1990-an. Namun, hubungan keduanya kembali kusut setelah Chen Shui Bian, tokoh dari Partai Demokrasi Progresif (DPP), terpilih menjadi presiden Taiwan pada 2002.
Chen dikenal mendukung kedaulatan dan pengakuan atas kemerdekaan Taiwan sebagai suatu negara secara formal. Nilai ini tentu saja bertentangan dengan paham Beijing, yang menganggap Taiwan sebagai bagian dari kedaulatannya [cnnindonesia.com].