Dulu Dibenci, Kini Lendir Siput Malah Membuat Petani Thailand Jadi Jutawan
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Seorang petani di Thailand berhasil meraup pundi-pundi uang dari lendir siput. Bahkan usaha peternakan siput mampu meraih penghasilan sekitar $314 juta (Rp4,4 triliun).
Padahal sebelumnya, para petani padi di sana membenci kawanan siput yang kerap memakan tunas tanaman dan hasil panen. Termasuk Phatinisiri Thangkeaw yang dulu menganggap siput adalah hama. Kini petani padi itu malah lebih fokus ke ternak siput.
"Para petani dulunya membuang mereka (siput) ke jalanan dan ke sungai. Tapi sekarang mereka menjualnya ke saya untuk mendapat uang tambahan," kata Phatinisiri, seperti dilansir CNN Indonesia, Rabu (24/7/2019), yang mengutip AFP.
Dengan memiliki seribu siput ternak, Phatinisiri dapat menghasilkan tambahan uang sebesar $320 hingga $650 (sekitar Rp4,4 juta hingga Rp9,1 juta) tiap bulannya.
Phatinisiri mengatakan dua tahun lalu dia merupakan yang pertama melakukan ternak lendir siput di daerahnya. Pada saat itu, para warga dapat dengan mudah memberikan siput dengan cuma-cuma kepada Phatinisiri.
"Sekarang saya membeli siput-siput sekitar 25 baht hingga 30 baht (sekitar Rp14 ribu) per kilo. Tapi sekarang banyak orang yang melakukan ternak siput, sehingga persaingannya tinggi," kata wanita yang juga berprofesi sebagai guru itu, kepada AFP, Sabtu (20/7/2019).
Peternakan milik Phatinisiri sekarang menjadi satu di antara 80 lahan peternakan lain di Provinsi Nakhon Nayok, berjarak dua jam dari ibu kota Bangkok, yang ikut menternak siput.
Dijadikan Bahan Kosmetik
Menurut penelitian Coherent Market Insights, usaha peternakan siput mampu meraih penghasilan sekitar $314 juta (Rp4,4 triliun) dengan menjual lendir siput yang digunakan sebagai bahan kosmetik serta alternatif kecantikan.
Lendir siput diketahui kaya akan kandungan kolagen yang menurut beberapa perusahaan kecantikan lebih berharga daripada emas. [FOTO: AFP]Lendir tersebut diproduksi dari kelenjar siput yang diperah dengan meneteskan air di atasnya menggunakan sebuah pipa kecil.
Lendir hasil perahan tersebut kemudian dijual ke perusahaan kosmetik Thailand, Aden International, yang secara rutin mengekspor produknya ke Korea dan Amerika Serikat.
Aden sendiri merupakan satu-satunya produsen lender siput di Thailand yang memulai usahanya sejak tiga tahun lalu.
Menurut penuturan pendiri, Kitpong Puttarathuvanun, Aden hadir sebagai solusi bisnis yang cerdas guna mengatasi serangan siput di provinsi Nakhon Nayok.
Sejauh ini, Kitpong telah menjual serum kecantikan kulit dengan merek Acha serta memasok bedak tabur bagi sejumlah perusahaan kosmetik Korea dan AS.
Setiap satu kilogram bedak yang diproduksi, Kitpong mematok harga 1,8 juta baht atau sekitar Rp 815 juta. Harga tersebut lebih tinggi dari emas yang per kilogramnya bernilai $46,300 (Rp649 juta).
"Kami menemukan bahwa lendir yang kami produksi sangat berkualitas karena siput-siput itu mengkonsumsi segalanya, termasuk sayuran, biji-bijian dan bahkan jamur ... menghasilkan kualitas lendir yang bagus," ujar Kitpong kepada AFP.
Kata dia, lendir siput juga dapat digunakan untuk menyembuhkan kulit terbakar dan luka.
Informasi akan kandungan baik dari lendir siput juga dibenarkan oleh dokter yang bertanggung jawab dalam proses pemurnian, bernama Somkamol Manchun. Ia mengatakan lendir siput mengandung kolagen dan elastin yang ‘dapat membuat kulit kencang dengan sedikit kerutan’.
"Itu (lendir siput) memicu sel-sel kulit dan membantu menyembuhkan kulit," kata Somkamol.
Hingga kini, belum ada penelitian ilmiah yang dilakukan terkait kualitas kuratif dari serum dan lendir siput. Namun, peternak siput di lahan Phatinisiri sudah merasakan permintaan pasar yang semakin meningkat.(red/dbs)