Dunia Digegerkan Harmonisasi Hubungan Arab Saudi dan Iran
Font: Ukuran: - +
Wang Yi, anggota Biro Politik pada Komite Sentral Partai Komunis China (tengah) diapit Direktur Komisi Hubungan Luar Negeri Iran Ali Shamkhani dan Penasihat Keamanan Nasional Arab Saudi Musaad bin Mohammed Al Aiban dalam foto bersama untuk pertemuan normalisasi hubungan diplomatik Iran-Arab Saudi di Beijing, China, pada 10 Maret 2023. Foto: REUTERS/CHINA DAILY
DIALEKSIS.COM | Dunia - Kabar mengejutkan dari Timur Tengah ketika dua negara yang selama ini bermusuhan, Iran dan Arab Saudi, pada 10 Maret 2023 sepakat menormalisasi kembali hubungan diplomatiknya.
Ditengahi China dalam sebuah pembicaraan di Beijing, kedua negara akan saling membuka kedutaan besarnya kembali dua bulan ke depan. Normalisasi hubungan diplomatik dengan Saudi bisa berpengaruh baik terhadap kawasan yang akhirnya menaikkan citra kedua negara.
Berhentinya permusuhan antara kedua negara, adalah juga bisa berarti mereda atau bahkan berhentinya konflik di Yaman, Suriah, Lebanon, dan kawasan-kawasan lain.
Sesedarhana itukah? Kemungkinan tetap rumit karena ada pihak-pihak yang gelisah melihat rukunnya lagi Iran dan Saudi. Di antara yang paling gelisah adalah Israel yang selama ini melihat Saudi sebagai penyeimbang untuk ambisi regional Iran. Tak terbayangkan oleh Israel, jika Saudi dan Iran bersatu.
Saudi yang berseteru dengan Iran jelas menguntungkan Israel, ketimbang Saudi yang satu front dengan Iran. Akan lebih berbahaya lagi bagi Israel jika semangat normalisasi hubungan itu menular kepada faksi-faksi politik yang saling bersaing di Lebanon dan Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel, atau Palestina.
Kekhawatiran itu tercermin dari kupasan media massa Israel dalam menanggapi normalisasi hubungan Iran-Saudi. Fakta kesepakatan Iran-Saudi itu dicapai ketika Israel dan Saudi sendiri aktif menjalin kontak-kontak politik, membuat Israel semakin gelisah.
Surat kabar Haaretz sampai menyebut impian membentuk aliansi Arab-Israel untuk menangkal Iran musnah seketika oleh normalisasi hubungan Saudi-Iran tersebut.
Elite politik Israel pun menjadi saling tuding mengenai siapa yang pantas dijadikan biang keladi merapatnya Saudi kepada Iran.
Mantan Perdana Menteri Yair Lapid menyebut normalisasi hubungan Iran-Saudi itu sebagai akibat dari kesalahan besar kebijakan luar negeri Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Sebaliknya, Netanyahu menyalahkan pemerintahan Israel sebelumnya. Situasi serupa terjadi di Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat lainnya.
Dari perspektif ini, normalisasi hubungan diplomatik Iran-Saudi adalah tsunami politik untuk Israel dan Barat. Sebaliknya, ini bisa menjadi oase untuk terciptanya perdamaian yang langgeng di Timur Tengah dan bisa memaksa Israel berkompromi untuk banyak isu di kawasan ini, khususnya menyangkut Palestina.
Namun demikian, ini baru harapan, terlebih Saudi mungkin saja menormalisasi hubungan dengan Israel sekalipun, seperti sudah ditempuh sejumlah negara Arab lainnya, termasuk Mesir, Yordania, dan Uni Emirat Arab.
Langkah itu juga bisa menjadi bentuk lain dari tekanan tidak langsung Saudi kepada AS dan sekutu-sekutunya agar mereformulasi kebijakan terhadap Saudi dengan lebih baik lagi.
Dalam normalisasi hubungan Iran-Saudi, pihak Saudi tampaknya menjadi pihak yang lebih kentara ingin hendak berubah. Dalam kata lain, Saudi adalah faktor terpenting di balik semua ini. [jpnn.com]