Minggu, 05 Oktober 2025
Beranda / Berita / Dunia / Enam Tahun Bersidang, PMI Menang atas Politikus Malaysia dalam Kasus Pemerkosaan

Enam Tahun Bersidang, PMI Menang atas Politikus Malaysia dalam Kasus Pemerkosaan

Sabtu, 04 Oktober 2025 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Gedung KBRI Kuala Lumpur. [Foto: KBRI KL]

DIALEKSIS.COM | Kuala Lumpur - Mahkamah Federal Malaysia akhirnya menguatkan vonis bersalah terhadap Paul Yong, mantan Exco Negari Perak, dalam kasus pemerkosaan terhadap Sdri. AW, pekerja migran Indonesia (PMI) asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (1/10/2025).

Putusan dibacakan oleh Hakim Wan Ahmad Farid Wan Salleh bersama dua hakim lain di Putrajaya. Yong dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan dua kali cambuk sesuai Kanun Keseksaan Malaysia Pasal 376 tentang pemerkosaan.

Kasus ini bermula pada Juli 2019, ketika Sdri. AW yang bekerja sebagai asisten rumah tangga menjadi korban pemerkosaan. Ia sempat mendapat ancaman agar bungkam, sebelum akhirnya mencari perlindungan ke KBRI Kuala Lumpur. Selanjutnya, KBRI mengevakuasi korban ke Tempat Singgah Sementara (TSS), membentuk Tim Pelindungan, menunjuk kuasa hukum (watching brief), serta berkoordinasi dengan Unit Perlindungan Saksi di bawah Jabatan Perdana Menteri Malaysia.

Pada Juli 2022, Mahkamah Tinggi Ipoh memutus Yong bersalah dengan hukuman 13 tahun penjara dan dua kali cambuk. Upaya banding yang diajukan Paul Yong di Mahkamah Rayuan menjadikan hukumannya menjadi delapan tahun dan dua kali cambuk. Paul Yong kembali mengajukan kasasi agar terlepas dari segala tuntutan. Meski demikian, Mahkamah Federal di Putrajaya menolak argumen dari pihak Paul Yong dan menguatkan putusan di Mahkamah Rayuan.

“Keberhasilan ini adalah bentuk nyata pelindungan negara terhadap pekerja migran Indonesia yang menjadi korban,” demikian pernyataan resmi KBRI Kuala Lumpur yang dilansir pada Sabtu (4/10.2025).

Keputusan ini merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa keadilan bagi korban benar-benar diwujudkan. Putusan tersebut juga menjadi penegasan bahwa setiap bentuk kekerasan, pelecehan, dan pelanggaran terhadap martabat manusia tidak dapat ditoleransi, siapa pun pelakunya.

Sejak kasus ini pertama kali dilaporkan, KBRI Kuala Lumpur secara konsisten memberikan perlindungan, pendampingan, serta memastikan hak-hak korban terlindungi selama proses hukum berlangsung. KBRI juga berkoordinasi erat dengan pihak berwenang Malaysia, penasihat hukum, dan berbagai pemangku kepentingan terkait untuk memastikan agar suara korban tetap didengar dan dihargai dalam proses peradilan.

KBRI Kuala Lumpur juga ingin menekankan bahwa keberanian korban untuk melaporkan kejadian ini patut diapresiasi. Dalam banyak kasus, pekerja migran menghadapi kerentanan ganda: di satu sisi mereka mencari nafkah untuk keluarga di tanah air, namun di sisi lain mereka kerap berada dalam posisi yang rawan terhadap eksploitasi dan kekerasan. Putusan Mahkamah Persekutuan Malaysia ini menjadi bukti bahwa keadilan dapat ditegakkan dan bahwa hak asasi manusia pekerja migran harus dihormati dan dilindungi oleh sistem hukum di negara tempat mereka bekerja.

Pemerintah Indonesia melalui Perwakilan RI akan terus berkomitmen memperjuangkan perlindungan dan keadilan bagi setiap WNI di Malaysia, khususnya Pekerja Migran Indonesia, tanpa memandang status hukum, sosial, maupun ekonomi mereka. Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa pekerja migran bukan sekadar tenaga kerja, melainkan manusia yang berhak atas martabat, rasa aman, dan penghormatan penuh atas hak-hak asasi mereka.

KBRI mencatat, hingga pertengahan 2025, lebih dari 5 ribu kasus WNI/PMI bermasalah telah ditangani, dengan mayoritas terkait keimigrasian dan ketenagakerjaan. Dari jumlah tersebut, terdapat 13 kasus persidangan (HPC) di mana WNI menjadi korban penganiayaan, tersebar di Perak, Selangor, dan Kuala Lumpur. Selain itu, hingga September 2025, KBRI KL juga telah berhasil memfasilitasi perolehan tuntutan hak finansial gaji sebesar MYR 1.476.177 atau setara sekitar IDR 5.8 milyar. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI