Fisikawan Rusia Desak Putin Gunakan Senjata Nuklir di Ukraina
Font: Ukuran: - +
Presiden Vladimir Putin. Foto: via Reuters/Alexey Maishev
DIALEKSIS.COM | Moskow - Anatoly Volyntsev, fisikawan terkenal Rusia, mendesak Presiden Vladimir Putin untuk menyerang Ukraina dengan senjata nuklir. Tujuannya adalah mempercepat perang dan memutus rute pasokan bantuan militer dari negara-negara Barat.
Desakan ini disampaikan melalui sepucuk surat yang salinannya diperoleh surat kabar independen Rusia, Novaya Gazeta. Media tersebut kemudian mewawancarai langsung Volyntsev, seorang profesor di Universitas Negeri Perm, mengenai isi suratnya.
Perang Rusia di Ukraina, yang kini memasuki tahun ketiga, semakin memanas dalam beberapa hari terakhir. Pada 6 Agustus, Kyiv melancarkan serangan balik ke wilayah Kursk, Rusia, dan berhasil merebut area seluas sekitar 1.000 kilometer persegi. Kolonel Oleksandr Syrsky, Panglima Angkatan Bersenjata Ukraina, mengkonfirmasi penguasaan wilayah tersebut.
Hubungan Washington-Moskow semakin tegang sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Pejabat Rusia kerap menuduh NATO terlibat dalam perang dengan memberikan bantuan dan senjata kepada Kyiv.
Volyntsev mengatakan kepada Novaya Gazeta bahwa dia meminta Putin mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir "untuk mencapai semua tujuan lebih cepat." Menurutnya, situasi di garis depan telah "macet dan berlarut-larut," dan Moskow gagal melakukan "tindakan militer terobosan besar."
"Meskipun Rusia memiliki keuntungan, kami bergerak cukup lambat," ujar fisikawan itu. "Orang-orang Rusia bertanya: kapan kita akan menyelesaikan dan mencapai apa yang kita inginkan?"
Volyntsev mengusulkan penggunaan "bom hidrogen kecil" untuk menyerang Terowongan Beskydy di wilayah Lviv, Ukraina. Terowongan ini dilaporkan digunakan untuk mengangkut senjata Barat. Menurutnya, serangan nuklir ringan dapat memblokir rute pasokan utama dengan dampak radioaktif minimal.
"Ya, akan ada korban...tetapi semuanya dapat dilakukan dengan kerusakan minimal," tambahnya.
Volyntsev menggambarkan konflik ini sebagai "perang yang melelahkan" dan menekankan pentingnya memblokir aliran senjata dan peralatan yang mendukung eksistensi rezim Ukraina.
Pernyataan kontroversial ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Barat, serta kekhawatiran global akan eskalasi konflik di Ukraina.