IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Indonesia di 2021, Ini Analisisnya
Font: Ukuran: - +
IMF chief Kristalina Georgieva (File Pic), Foto: Ist
Read more at:
https://economictimes.indiatimes.com/news/international/business/imf-chief-kristalina-georgieva-we-have-entered-recession/articleshow/74852225.cms?utm_source=contentofinterest&utm_medium=text&utm_campaign=cppst
DIALEKSIS.COM | Jakarta - International Monetary Fund atau Dana Moneter Internasional (IMF) menilai Indonesia telah merespon tekanan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh pandemi dengan paket kebijakan yang komprehensif dan terkoordinasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Thomas Helbling, Mission Chief IMF untuk Indonesia, dalam diskusi virtual terkait dengan perekonomian Indonesia untuk Konsultasi Article IV 2020 yang telah diadakan dari tanggal 25 November hingga 11 Desember 2020.
"Intervensi kebijakan yang tepat waktu juga membantu menjaga stabilitas keuangan makro dan eksternal untuk melalui periode tekanan pasar global," ujar Helbling dikutip dalam laporan IMF, Kamis (7/1/2021).
Dalam kesempatan ini, IMF menilai proyeksi ekonomi Indonesia dalam zona positif, dimana ekonomi mulai mengalami rebound pada semester kedua 2020. Dengan demikian, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,8 persen pada 2021 dan 6 persen pada 2022.
"Ditopang oleh dukungan kebijakan yang kuat, termasuk rencana distribusi vaksin Covid-19 serta membaiknya kondisi ekonomi dan keuangan global," tegas Helbling.
Kendati demikian, proyeksi IMF ini jauh lebih rendah dari bacaan pada Oktober 2020. Saat itu, IMF memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 6,1 persen tahun depan.
Helbling menuturkan ketidakpastian seputar prospek pertumbuhan lebih besar dari biasanya. IMF memandang pelaksanaan vaksinasi yang lebih cepat dan luas sebagai risiko kenaikan di dalam pertumbuhan, sementara penundaan dapat menyebabkan pandemi yang lebih berlarut-larut dan ini adalah risiko penurunan.
"Dampak keuangan makro dari pandemi dan kemerosotan ekonomi bisa lebih besar dari yang diperkirakan, dan kondisi kredit bisa lambat untuk diperbaiki," ujarnya.
Untuk mengamankan pemulihan yang sedang berlangsung, dia menegaskan dukungan kebijakan yang memadai akan sangat penting. Bauran kebijakan ekonomi makro yang akomodatif yang diharapkan tetap berjalan pada tahun 2021.
"Untuk jangka menengah, pemulihan kerangka kebijakan ekonomi makro [misalnya, defisit anggaran 3 persen dari PDB] yang telah ditangguhkan secara tepat dan untuk sementara selama pandemi akan memperkuat rekam jejak kebijakan yang bijaksana di Indonesia," katanya.
Selain itu, dia menekankan strategi fiskal terperinci yang didukung oleh langkah-langkah peningkatan pendapatan akan membantu dalam mengelola tindakan penyeimbangan.
"Pengaturan kebijakan fiskal yang direncanakan untuk 2021 akan membantu mendorong pemulihan."
Sambil mempertahankan pengeluaran darurat terkait pandemi mulai tahun 2020, Helbling menilai anggaran 2021 harus dapat mengalokasikan kembali sumber anggaran dan potensi untuk peningkatan pengeluaran yang berdampak tinggi, terutama investasi publik.
Bagi bank sentral, IMF menilai kombinasi suku bunga kebijakan yang lebih rendah dan pembelian obligasi pemerintah oleh Bank Indonesia (BI), adalah langkah tepat dalam keadaan luar biasa saat ini.
Rencana otoritas untuk hanya menggunakan mekanisme pasar yang ditetapkan pada bulan April 2020 (SKB I) untuk pembelian obligasi pemerintah BI pada tahun 2021 diyakini akan memberikan keseimbangan yang lebih baik antara manfaat dan risiko yang terkait dengan pembiayaan anggaran moneter oleh BI.
Di sisi perbankan, IMF menilai sistem perbankan tetap stabil, berkat intervensi kebijakan yang berani dan tepat waktu. Namun, Helbling mengingatkan pencadangan kerugian pinjaman yang memadai penting bagi kemampuan bank untuk menyerap risiko kualitas aset yang meningkat.
Sementara itu, IMF berpandangan Omnibus Law sektor keuangan diharapkan akan menjawab tantangan regulasi dan memberikan landasan hukum untuk pendalaman keuangan lebih lanjut, termasuk melengkapi cetak biru pendalaman pasar uang oleh BI.
Terkait dengan UU Cipta Kerja, IMF menegaskan undang-undang ini seharusnya membantu mengurangi hambatan bagi investasi penciptaan lapangan kerja baru dan meningkatkan produktivitas.
"Standar tata kelola yang berkualitas tinggi dalam pengaturan regulasi saat mengimplementasikan omnibus law harus dipertahankan," ujar Helbling.
Mengenai penerapan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di Indonesia, IMF berkeyakinan perjanjian dagang ini dapat memperkuat manfaat bagi Tanah Air.
Dalam diskusi terkait dengan perekonomian Indonesia, IMF melaksanakannya bersama pemerintah, BI, OJK dan instansi lainnya serta sektor swasta di Tanah Air [bisnis.com].