Inflasi di Eropa Tembus 9,1%, Biaya Hidup di Eropa Semakin Mahal
Font: Ukuran: - +
Kantor pusat Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt, Jerman. - Reuters/Alex Domanski
DIALEKSIS.COM | Dunia - Kantor Statistik Uni Eropa mencatat, inflasi di zona euro mencetak rekor tertinggi mencapai 9,1% pada Agustus. Inflasi bulan lalu didorong oleh harga energi dan makanan yang masih naik secara tajam. Inflasi harga konsumen di 19 negara yang menggunakan euro naik 0,6% secara bulanan atau 9,1% secara tahunan.
Inflasi tahunan ini adalah yang ertinggi sejak euro diciptakan pada 1999. Angka hitungan cepat Eurostat pada akhir bulan lalu yang menyebutkan inflasi bulanan sebesar 0,5%, sedangkan inflasi tahunan sama yakni sebesar 9,1%.
Eurostat mencatat, harga energi yang lebih mahal akibat invasi Rusia dan Ukraina memberikan andil terhadap inflasi tahunan sebesar 3,9%, sedangkan harga makanan, alkohol, dan tembakau memberikan andil 2,25%.
Inflasi inti yang tidak mencakup harga energi yang mudah menguap dan makanan yang tidak diproses juga tercatat naik dari 5,1% pada Juli menjadi 5,5%. Harga barang-barang industri naik 5,1% secara tahunan, sedangkan harga jasa naik 3,8%.
Bank Sentral Eropa atau ECB yang menargetkan inflasi hanya sebesar 2% pada pekan lalu akhirnya menaikkan suku bunga hingga 75 bps, kenaikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Langkah agresif ECB ini diperkirakan masih akan berlanjut pada perteman sebelumnya karena bank sentral masih memproritaskan upaya untuk menekan inflasi di tengah resesi musim dingin dan penjatahan gas.
Inflasi yang tinggi juga masih terjadi di Inggris dan Amerika Serikat. Inggris yang telah keluar dari zona euro mencatatkan inflasi pada Agustus mencapai 9,9%, masih tinggi meski melambat dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang menembus 10%.
Inflasi Inggris sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya karena harga BBM yang sedikit menurun. Meski demikian, harga pangan masih merangkak naik.
Inggris telah dilanda krisis biaya hidup pada tahun ini karena harga pangan dan energi meroket. Kenaikan gaji gagal mengimbangi inflasi, yang telah menyebabkan salah satu penurunan paling tajam dalam catatan upah riil. Pekan lalu, Perdana Menteri Inggris yang baru Liz Truss mengumumkan paket fiskal darurat yang membatasi tagihan energi rumah tangga tahunan sebesar £2.500 atau US$2.881,90 untuk dua tahun ke depan.
Kondisi inflasi yang tak lebih baik juga melanda Amerika Serikat. Inflasi di AS pada Agustus mencapai 8,3%, melambat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 8,5% tetapi di atas ekspektasi pasar. Inflasi terutama didorong oleh kenaikan sewa rumah dan perawatan kesehatan.
Inflasi yang masih tinggi juga dinilai menjadi amunisi bagi Bank Sentral AS, Federal Reserve atau The Fed, untuk menaikkan suku bunganya hingga 75 basis poin pekan depan [katadata.co.id].