kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Kata Presidennya, China Tak Takut Perang

Kata Presidennya, China Tak Takut Perang

Sabtu, 24 Oktober 2020 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

 Presiden China, Xi Jinping. [Dok. Getty Images]


DIALEKSIS.COM - Presiden Xi Jinping, dalam pidato memperingati Perang Korea, mengatakan China tidak takut perang. Media setempat menyimpulkan pidato pemimpin komunis Beijing tersebut sebagai peringatan untuk Amerika Serikat (AS).

Pidato Xi Jinping pada hari Jumat menyatakan Beijing tidak akan pernah membiarkan kedaulatan, keamanan dan kepentingan pembangunannya dirongrong. Itu merupakan salah satu pidato dengan pesan kuat untuk menandai 70 tahun sejak pasukan China memasuki Perang Korea.

"Setiap tindakan unilateralisme, monopoli, dan intimidasi tidak akan berhasil dan hanya akan mengarah pada jalan buntu," kata Xi di Aula Besar Rakyat di Beijing.

"Biarkan dunia tahu bahwa 'rakyat China sekarang terorganisir dan tidak boleh dianggap enteng'," kata Xi, mengutip pernyataan Mao Zedong, bapak pendiri Republik Rakyat China.

Xi tidak secara langsung menyebut AS dalam pidatonya yang berapi-api. Namun, pidatonya muncul ketika perseteruan Beijing dengan Washington sedang memanas. Hubungan kedua negara tenggelam ke level terendah dalam beberapa dekade.

Dua raksasi ekonomi dunia itu telah bentrok atas berbagai masalah, mulai dari perdagangan, persaingan teknologi dan keamanan, hak asasi manusia dan pandemi virus corona.

Sikap keras Presiden AS Donald Trump terhadap China telah menjadi pusat kampanyenya untuk memenangkan masa jabatan kedua dalam pemilihan presiden pada 3 November.

"Tujuh puluh tahun lalu, penjajah Imperialis menembaki pintu depan China baru," kata Xi seperti dikutip dari asurat kabar South China Morning Post, Sabtu (24/10/2020).

“Rakyat China mengerti bahwa Anda harus menggunakan bahasa yang dapat dimengerti para penjajah—untuk berperang dan menghentikan invasi dengan kekuatan, mendapatkan perdamaian dan keamanan melalui kemenangan. Orang-orang China tidak akan membuat masalah tetapi kami juga tidak takut, dan tidak peduli kesulitan atau tantangan yang kami hadapi, kaki kami tidak akan gemetar dan punggung tidak akan menekuk."

Xi juga menekankan perlunya modernisasi pertahanan dan angkatan bersenjata negaranya untuk menciptakan militer kelas dunia. "Tanpa tentara yang kuat, tidak akan ada ibu pertiwi yang kuat,” kata Xi.

Pasukan China menyeberangi Sungai Yalu, yang menandai perbatasan China dengan Korea Utara, pada Oktober 1950 untuk membantu Pyongyang dalam perangnya melawan pasukan pimpinan AS dan Korea Selatan, yang telah dimulai beberapa bulan sebelumnya.

Menekankan pentingnya geopolitik Korea Utara, Mao Zedong kala itu berkata: "Jika bibir hilang, gigi akan menjadi dingin." Republik Rakyat China baru berdiri setahun sebelumnya.

Lebih dari 2 juta tentara China dikerahkan tetapi perang berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1953. Tidak adanya perjanjian damai berarti semenanjung itu tetap— secara teknis—berperang.

“Setelah pertempuran yang sulit, pasukan China dan Korea (Utara), bersenjata lengkap, mengalahkan lawan mereka, menghancurkan mitos tentang tak terkalahkannya militer AS, dan memaksa penjajah untuk menandatangani perjanjian gencatan senjata pada 27 Juli 1953,” kata Xi Jinping.

Awal pekan ini, AS menyetujui penjualan sistem senjata ke Taiwan dengan total nilai USD 1,8 miliar, yang membuat China marah. Beijing menganggap pulau itu sebagai bagian dari wilayah China dan tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk mengambil kendali atas pulau itu.

Tekanan terhadap Taiwan semakin meningkat sejak Presiden Tsai Ing-wen berkuasa pada 2016 dan meningkatkan aktivitas militernya tahun ini.

Washington tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taiwan tetapi diharuskan oleh undang-undangnya untuk menyediakan pulau itu sarana untuk mempertahankan diri. (SINDOnews)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda