Kerusuhan dan Penjarahan di Papua Nugini, Sedikitnya 15 Orang Tewas
Font: Ukuran: - +
Keadaan darurat telah diumumkan di ibu kota Papua Nugini (PNG) setelah sedikitnya 15 orang tewas dalam kerusuhan. Toko-toko dan mobil dibakar dan supermarket dijarah di seluruh kota. [Foto: Getty Images/BBC.com]
DIALEKSIS.COM | Papua Nugini - Keadaan darurat telah diumumkan di ibu kota Papua Nugini (PNG) setelah sedikitnya 15 orang tewas dalam kerusuhan. Lebih dari 1.000 tentara bersiaga "untuk turun tangan jika diperlukan", kata Perdana Menteri James Marape pada hari Kamis (11/1/2024).
Toko-toko dan mobil dibakar, supermarket dijarah setelah polisi melakukan pemogokan pada hari Rabu (10/1/2024) atas pemotongan gaji 50% yang menurut pihak berwenang merupakan sebuah kesalahan.
Kerusuhan ini terjadi menyusul ketegangan yang lebih luas di negara kepulauan Pasifik tersebut terkait kenaikan biaya dan tingginya pengangguran.
“Melanggar hukum tidak akan menghasilkan hasil tertentu,” kata Marape dalam pidato nasionalnya. Dia mengumumkan keadaan darurat di Port Moresby akan berlangsung selama 14 hari.
Meskipun sebagian besar kekerasan telah berhasil diatasi pada Rabu malam, setelah tentara dikerahkan dan polisi kembali bertugas, perdana menteri mengakui bahwa situasinya “masih tegang”.
Rumah Sakit Umum Port Moresby mengkonfirmasi delapan kematian di ibu kota, sementara tujuh orang lainnya dilaporkan meninggal di Kota Lae, kota terbesar kedua di PNG.
Petugas ambulans mengatakan mereka telah menangani beberapa korban luka tembak, sementara kedutaan AS melaporkan adanya tembakan di dekat kompleks kedutaan.
Kedutaan Besar Tiongkok juga telah mengajukan keluhan kepada pemerintah PNG, dengan mengatakan beberapa bisnis Tiongkok diserang dan dua warga negara Tiongkok terluka.
“Kedutaan Besar Tiongkok di Papua Nugini telah mengajukan pernyataan serius kepada pihak Papua Nugini atas serangan terhadap toko-toko Tiongkok,” kata kedutaan tersebut melalui WeChat.
Di tengah kemerosotan ekonomi di negaranya yang menyebabkan tingkat inflasi dan pengangguran lebih tinggi, perdana menteri menghadapi tekanan yang meningkat dan kebencian publik dari banyak kelompok.
Oposisi politik juga sedang menyusun mosi untuk mengadakan mosi tidak percaya terhadap Marape, yang dijadwalkan pada bulan Februari. [BBC]