Mantan Jenderal Israel, Akui Susah Hancurkan Program Nuklir Iran
Font: Ukuran: - +
Amos Yadlin, mantan kepala intelijen militer Israel yang menghancurkan program nuklir Irak dan Suriah. Foto/Kobi Gideon/Flash90/Times of Israel
DIALEKSIS.COM | Dunia - Seorang mantan jenderal Israel pernah membantu menghancurkan program nuklir Irak dan Suriah telah mengakui bahwa menghancurkan program nuklir Iran lebih sulit.
Pensiunan jenderal Amos Yadlin adalah salah satu pilot yang berpartisipasi dalam pemboman pembangkit listrik tenaga nuklir Irak pada bulan Juni 1981 sebagai bagian dari "Operasi Opera".
Saat menjabat sebagai kepala intelijen militer Israel 16 tahun kemudian pada tahun 2007, dia juga membantu merancang "Operasi Orchard", yang menargetkan dan menghancurkan pembangkit listrik tenaga nuklir Suriah.
Namun, dalam wawancara dengan CNBC, dia menjelaskan bahwa menangani program nuklir Iran sangat berbeda. Faktor pertama yang perlu diperhatikan adalah elemen kejutan.
"Saddam dan Assad terkejut," katanya. "Iran telah menunggu serangan ini selama 20 tahun," katanya lagi.
Selain itu, program Irak dan Suriah terletak di satu wilayah sementara Iran jauh lebih dibentengi dan tersebar di lusinan situs di seluruh negeri, yang akan membuat upaya serangan terhadap program nuklirnya menjadi jauh lebih kompleks.
Lebih lanjut, Yadlin menekankan bahwa badan-badan intelijen tidak memiliki data intelijen yang memadai mengenai semua situs, beberapa di antaranya dilaporkan tersembunyi di bawah tanah dan di daerah pegunungan.
"Iran telah belajar dari apa yang telah kami lakukan tetapi kami juga telah belajar dari apa yang telah kami lakukan dan sekarang kami memiliki lebih banyak kemampuan," paparnya, yang dilansir kemarin (19/4/2021).
Pernyataan Yadlin muncul ketika pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden terus mempertimbangkan pilihannya dengan Iran untuk kembali ke kesepakatan nuklir 2015 yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Saat ini, Washington dan Teheran menunggu satu sama lain untuk membuat langkah dan konsesi pertama.
"Kesepakatan pertama terbukti menjadi masalah, lihat seberapa cepat mereka bergerak," kata Yadlin, mengacu pada langkah Iran baru-baru ini untuk memperkaya uranium hingga kemurnian 60 persen yang signifikan, yang merayap menuju tingkat kelas militer 90 persen.
"Mereka bisa memiliki cukup uranium yang diperkaya untuk menghasilkan dua atau tiga bom dengan cepat."
Sebuah rencana untuk menyerang dan menghancurkan program nuklir Iran, tampaknya hanya satu opsi yang tersedia untuk Israel.
Menurut CNBC, yang mengutip ahli strategi militer Israel, opsi lain termasuk mendorong perjanjian yang lebih kuat antara Iran dan penandatangan kesepakatan nuklir, menggunakan sanksi dan diplomasi untuk terus menekan Iran, serta menggunakan serangan rahasia dan tindakan klandestin seperti serangan siber.
Bahkan dilaporkan ada opsi untuk mencoba perubahan rezim di Iran dengan memicu sentimen anti-pemerintah dan memanfaatkan elemen oposisi. Namun, itu dilaporkan sebagai strategi yang paling sulit karena besarnya kekuatan dan pengaruh yang dimiliki ulama Iran dan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) di dalam negeri [sindonews.com].