Mogok Massal Akan Lumpuhkan Hongkong Hari ini
Font: Ukuran: - +
Aksi demonstran di Hongkong. [FOTO: Edgar Su/Reuters/CNN Indonesia]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Usai unjuk rasa yang berakhir ricuh selama akhir pekan, para demonstran Hong Kong bertekad bakal melumpuhkan kawasan tersebut dengan aksi mogok besar-besaran pada hari ini, Senin (5/8/2019).
Sejumlah penggerak massa mengatakan selama akhir pekan lalu, setidaknya 14 ribu orang sudah menyatakan kesiapan untuk ikut serta dalam aksi sipil pada hari ini.
Ribuan orang itu berasal dari sekitar 20 sektor, mulai dari pegawai negeri sipil hingga pekerja swasta, seperti pramugari, pilot, sopir bus, bahkan staf Disneyland.
Mereka semua disebut sudah berencana melakukan mogok kerja atau izin tidak masuk demi mengikuti demonstrasi.
Pihak penggerak massa juga kembali menyerukan pemboikotan sistem kereta bawah tanah ketika jam sibuk pada Senin pagi, layaknya yang mereka lakukan pekan lalu.
Namun, sejumlah pihak masih meragukan mogok massal ini bisa terjadi atau tidak. Sepanjang sejarah, memang belum ada aksi mogok yang sukses di Hong Kong karena tekanan dari para atasan sangat besar.
"Ada halangan psikologis bagi warga untuk melakukan mogok. Saya sangat paham bagaimana sebagian orang akan mendapatkan tekanan besar dari atasan mereka," ujar seorang demonstran, Monica Wong, kepada AFP.
Pemerintah Hong Kong pun sudah merilis peringatan agar para warga tak ikut serta dalam aksi mogok karena dapat melumpuhkan perekonomian.
"Aksi mogok skala besar dan tindakan kekerasan akan berdampak pada kehidupan dan aktivitas perekonomian warga Hong Kong," demikian pernyataan pemerintah pusat Hong Kong.
Meski demikian, sejumlah pihak tetap optimistis karena pada akhir pekan lalu saja, ribuan PNS tetap ikut berunjuk rasa meski sudah ada peringatan dari pemerintah pusat.
Situasi politik di Hong Kong memang sedang bergolak menyusul serangkaian demonstrasi besar-besaran dalam dua bulan belakangan yang kerap berujung ricuh.
Berawal dari penolakan rancangan undang-undang ekstradisi, demonstrasi tersebut berkembang dengan tuntutan untuk membebaskan diri dari China.(red/CNNIndonesia)