DIALEKSIS.COM | New Delhi - Pemerintah India di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan rencana kontroversial: sensus penduduk nasional yang akan datang akan kembali mencantumkan data kasta warga. Langkah ini menandai perubahan besar, mengingat pendataan kasta terakhir kali dilakukan pada 1931 saat India masih di bawah penjajahan Inggris. Sejak merdeka pada 1947, India menghapus pendataan kasta dalam sensus sebagai bagian dari upaya menghapus diskriminasi sistemik.
Dalam keterangan pers April lalu, pemerintah beralasan pencantuman kasta bertujuan menjaga tatanan sosial dari tekanan politik.
"Ini akan memastikan masyarakat lebih kuat secara ekonomi-sosial dan kemajuan negara tak terhambat," demikian pernyataan resmi yang dikutip CNN. Namun, pemerintah belum menjelaskan metode pengumpulan data atau jadwal pasti sensus yang tertunda sejak 2021.
Pengumuman ini memicu perdebatan sengit. Poonam Muttreja, Direktur Eksekutif Yayasan Kependudukan India, menyebut langkah ini "kontroversial" karena memaksa India menghadapi ketimpangan struktural yang selama ini diabaikan.
"Kita merancang kebijakan dalam kegelapan, klaim keadilan sosial hanya retorika. Sensus ini bisa menjadi titik terang," ujarnya.
Di sisi lain, kritikus seperti M.K. Stalin, Kepala Negara Bagian Tamil Nadu, menuding langkah Modi "berbau politis" untuk menarik suara jelang pemilu. Partai BJP Modi baru saja kehilangan banyak kursi di parlemen dalam Pemilu 2024, termasuk di daerah krusial seperti Bihar yang mayoritas penduduknya berasal dari kasta terpinggirkan.
Sistem kasta berakar dari ajaran Hindu, membagi masyarakat dalam hierarki seperti Brahmin (pendeta) di puncak hingga Dalit (paria) di dasar. Meski konstitusi India melarang diskriminasi kasta sejak 1947 dan memperkenalkan kuota 50% pekerjaan pemerintah untuk kelompok terpinggirkan, ketimpangan masih nyata.
Data terbaru menunjukkan hanya 5% pernikahan di India yang melintasi batas kasta. Kelompok Dalit dan kasta rendah masih menghadapi literasi rendah, gizi buruk, serta minim akses layanan publik.
"Kenyataan pahitnya, garis kasta masih hidup bahkan di kota besar," kata Muttreja.
Pendukung sensus kasta berargumen data ini bisa menjadi dasar alokasi bantuan sosial yang tepat sasaran. Sejumlah negara bagian seperti Bihar telah melakukan survei serupa, menemukan 63% penduduknya berasal dari kasta terpinggirkan. Hasil ini mendorong tuntutan agar pemerintah pusat mengikuti jejak mereka.
Namun, Modi sendiri sebelumnya dikenal anti-politik kasta. Pada 2023, ia menyebut "empat kasta" India modern adalah kaum miskin, pemuda, perempuan, dan petani. Kini, di tengah desakan kelompok marginal dan tekanan elektoral, langkah ini dianggap sebagai belokan taktis.
Jika sensus kasta benar-benar terlaksana, ini akan menjadi momen bersejarah. Namun, tanpa transparansi metode dan waktu, skeptisisme tetap tinggi. Seperti kata Muttreja: "Kita terbang dalam gelap terlalu lama. Akankah sensus ini menjadi mercusuar, atau justru memperdalam kegelapan?"