Presiden Venezuela Selamat Dari Percobaan Pembunuhan Menggunakan Dron
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM I Caracas - Serangan dron terjadi saat Nicolás Maduro, Presiden Venezuela, berpidato di Caracas yang ditayangkan langsung di televisi, Sabtu (4/8). Presiden Maduro dalam kondisi baik namun tujuh tentara terluka akibat serangan tersebut.
Menteri Komunikasi Jorge Rodriguez mengatakan kejadian ini adalah upaya pembunuhan terhadap Maduro.
Maduro sedang berpidato di sebuah acara militer di lapangan terbuka ketika dia dan pejabat lainnya tiba-tiba melihat ke atas dan terkejut. Audio kemudian terputus.
Puluhan tentara terlihat melarikan diri sebelum siaran televisi dihentikan. Dan suara ledakan keras juga bisa terdengar di rekaman.
Apa yang terjadi menurut pihak berwenang?
Menteri Rodriguez mengatakan serangan itu terjadi ketika Maduro berpidato di acara yang menandai ulang tahun tentara Venezuela ke-81.
Dua dron bermuatan bahan peledak meledak di dekat podium presiden, tambahnya. Menteri Komunikasi itu menuduh oposisi sayap kanan negara itu yang berada di balik serangan.
"Setelah kalah pemilihan suara, mereka gagal lagi," kata Rodriguez. Dia mengacu pada pemilihan presiden pada bulan Mei, di mana Maduro terpilih kembali untuk enam tahun.
Rodriguez juga mengatakan bahwa para prajurit yang terluka sedang dirawat di rumah sakit sementara presiden melakukan pertemuan dengan para menteri dan komandan militernya.
Hingga saat ini belum ada satupun kelompok yang mengaku di balik upaya yang diduga pembunuhan itu.
Sementara itu pada Juni 2017 lalu, sebuah helikopter menyerang dan menjatuhkan granat di Mahkamah Agung Venezuela.
Oscar Pérez, seorang pilot helikopter elit, mengklaim dia melakukan serangan helikopter itu dan meminta Venezuela bangkit melawan pemerintahan Presiden Maduro. Kemudian dia terbunuh oleh polisi dalam sebuah pengepungan dekat Caracas pada bulan Januari 2018.
Siapa Presiden Maduro?
Maduro telah membagi pendapat rakyat hampir sama seperti pendahulunya, Hugo Chavez.
Sejak mengambil alih kepresidenan pada tahun 2013, pemerintahan Maduro telah mengundang kecaman luas dari serangkaian negara di seluruh dunia karena merongrong demokrasi dan melanggar hak asasi manusia di negaranya.
Lawan politiknya menggambarkannya sebagai seorang zalim yang kejam yang menahan lawan politiknya atas tuduhan yang terlalu keras oleh pengadilan yang berada di bawah kendali partainya, sementara para pengikutnya mengatakan dia melindungi negara itu dari kudeta lain.
Pemilu kembali diselenggarakan pada bulan Mei 2018 lalu yang terjadi di tengah-tengah krisis ekonomi yang mendalam, yang akhirnya mendorong ratusan ribu orang Venezuela keluar dari negara kaya minyak itu.
Namun, masih ada sekelompok orang-orang yang setia mendukung Maduro dan Partai Persatuan Sosialis (PSUV) nya, mereka mengatakan permasalahan Venezuela disebabkan bukan oleh pemerintah tetapi oleh kekuatan imperialis seperti AS. (BBC)