sekitar dua juta anak di Yaman putus sekolah
Font: Ukuran: - +
Seorang murid sekolah melewati lukisan pelukis asal Yaman Haifa Subay, perang sipil di Yaman telah berimbas pada anak dan perempuan. (Anadolu Agency)
DIALEKSIS.COM | Jenewa - Organisasi PBB yang mengurusi anak UNICEF menyebut sekitar dua juta anak di Yaman putus sekolah, sejak negara itu dilanda konflik pada 2015.
Dalam siaran pers yang diliris UNICEF, mencatat selama lebih dari setahun, hampir tiga per empat guru di sekolah umum belum diberi upah, sehingga nasib 4,5 juta anak-anak terkatung-katung.
Badan PBB itu mengatakan, lebih dari 2.500 sekolah tidak lagi digunakan, dengan dua per tiga bangunan rusak akibat serangan, 27 persen ditutup, dan 7 persen diambili alih oleh militer atau digunakan sebagai tempat penampungan orang-orang yang telantar.
Setidaknya 2.419 anak telah direkrut dalam pertempuran di Yaman sejak Maret 2015. Selain itu, hampir setengah dari anak perempuan Yaman menikah sebelum usia 15 tahun.
PBB akan mengadakan konferensi tingkat tinggi pada 3 April untuk membahas krisis kemanusiaan di Yaman, dan telah mengajukan banding internasional senilai USD2,96 miliar untuk tahun ini, dengan 10 persennya didanai.
Direktur regional UNICEF untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Timur Geert Cappelaere mengatakan bahwa bahwa perang telah melipatgandakan masalah "gizi buruk". Disebutkan, sedikitnya 5 anak tewas atau cedera setiap hari di Yaman pada 2017.
Sedikitnya lima anak tewas atau mengalami luka serius setiap harinya selama 2017 di Yaman," kata Geert Cappelaere di Amman, ibu kota Yordania. "Pada tahun yang sama, wabah kolera dan difteri mulai merebak, dan banyak anak meninggal karena penyakit ini," ujar Geert Cappelaere
Menyoroti bahwa anak-anak di Yaman memiliki kebutuhan-kebutuhan serius akibat perang yang telah berlangsung selama 3 tahun, Cappelaere mengatakan bahwa perang telah melipatgandakan masalah "gizi buruk".
Cappelaere juga menyatakan bahwa Yaman termasuk satu dari tiga negara yang memiliki jumlah anak kurang gizi tertinggi di dunia. "Penting untuk menekankan bahwa situasi ini dapat memburuk, dan bahaya kelaparan di Yaman masih besar."
Soal kondisi pendidikan di negara tersebut, Cappelaere mengatakan bahwa sekitar 2 juta anak tidak bersekolah atau memiliki akses ke sekolah.
Cappelaere menyampaikan, 2.500 sekolah di Yaman tidak dapat berfungsi sebagaimana semestinya karena hancur dalam perang atau digunakan untuk keperluan militer dan penampungan imigran.
Menurut dia, pihak-pihak yang berperang di Yaman tidak menghormati prinsip "melindungi anak-anak" sejak awal. Cappelaere mendesak agar perang terhadap anak-anak segera dihentikan.
Selain itu, dia juga meminta pihak berwenang di negara itu untuk mengizinkan penyaluran bantuan kemanusiaan ke negara tersebut tanpa syarat.
Yaman dilanda perang saudara sejak 2014, ketika kelompok pemberontak Houthi menguasai ibu kota Sanaa dan sebagian besar wilayah negara, sehingga memaksa pemerintah Yaman yang diakui secara internasional melarikan diri ke Arab Saudi.
Pada 2015, Arab Saudi dan Amerika dan sekutunya melancarkan kampanye udara besar-besaran untuk menggulingkan pertahanan Houthi.
Menurut PBB, perang saudara Yaman telah menewaskan lebih dari 10.000 jiwa dan menyebabkan lebih dari 11 persen dari keseluruhan populasi mengungsi. (*/AA.com)