Studi Ungkap Kasus Lumpuh Wajah Usai Divaksin Sinovac Vs Pfizer
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Risiko kejadian lumpuh wajah sebelah atau Bell's Palsy disebut lebih tinggi setelah mendapatkan dosis pertama CoronaVac buatan Sinovac, dibandingkan vaksin Pfizer. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal medis ternama The Lancet Infectious Disease.
Para peneliti yang berbasis di Hong Kong ini menyebut Bell's Palsy adalah salah satu efek samping langka yang ditemukan dalam uji klinis vaksin COVID-19 namun belum ada penelitian yang mendukung temuan tersebut. Tujuan dari studi ini adalah mengevaluasi risiko Bell's Palsy setelah menerima vaksin COVID-19 baik yang berbasis mRNA maupun inactivated.
Dua jenis vaksin yang dibandingkan adalah vaksin CoronaVac dan vaksin Pfizer-BioNTech.
Dikutip dari laman resmi The Lancet, studi yang dilakukan pada lebih dari 451.000 orang menunjukkan terdapat 28 kasus Bell's Palsy yang dikonfirmasi secara klinis setelah menerima vaksin CoronaVac. Temuan itu lalu dibandingkan dengan 16 kasus setelah vaksin Pfizer-BioNtech.
"Temuan kami menunjukkan peningkatan risiko Bell's palsy secara keseluruhan setelah vaksinasi CoronaVac," menurut penelitian tersebut.
Penelitian yang dilakukan di Hong Kong menilai ada risiko efek samping dalam 42 hari setelah vaksinasi.
Peneliti memberi catatan bahwa Bell's palsy adalah efek samping yang jarang terjadi dan bisa pulih. Secara umum, lebih dari 90 persen kasus Bell's palsy, tidak spesifik untuk vaksin SARS-CoV-2, dapat diselesaikan dalam waktu 9 bulan setelah pengobatan kortikosteroid.
Efek menguntungkan dan protektif dari vaksin COVID-19 Sinovac disebut jauh lebih besar daripada risiko efek samping yang umumnya sembuh sendiri ini. Studi tambahan diperlukan di wilayah lain untuk mengkonfirmasi temuan mereka.
Sinovac tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait temuan ini.[Detik]