Suhu Permukaan Bumi Bakal Naik Lebih dari 1,5 C
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Suhu permukaan bumi diperkirakan bakal naik lebih dari 1,5 derajat Celsius dalam dua dekade ke depan bahkan dengan skenario paling optimistis untuk memangkas emisi gas rumah kaca, menurut laporan tentang perubahan iklim yang disusun oleh 234 ilmuwan dari 60 negara lebih, dirilis belum lama ini.
Upaya pengurangan emisi sekarang ini tidak akan mampu mencegah kenaikan temperatur permukaan bumi sampai paling tidak tahun 2050 dan bisa mengakibatkan fenomena cuaca yang ekstrem, menurut para ilmuwan tersebut.
Tanpa upaya segera untuk mengurangi emisi dalam skala besar, target menjaga kenaikan suhu 1,5 C atau 2 C di atas level pra-industri pada tahun 2100 mendatang akan mustahil dilakukan.
Laporan ini diterbitkan oleh Panel Perubahan Iklim Antar-Negara (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) yang dinaungi PBB, laporan keenam sejak yang pertama pada 2013.
Pada Perjanjian Paris 2015 disebutkan tujuan bersama untuk menjaga peningkatan temperatur global di bawah 2 derajat Celsius dan upaya bersama untuk membatasi peningkatan temperatur maksimal 1,5 C di atas level pra-industri.
Para ilmuwan umumnya mengukur kenaikan temperatur global dengan menggunakan perbandingan di era antara tahun 1850 dan 1900, yang disebut “era pra-industri”, ketika pembakaran dengan bahan bakar fosil belum mampu mengubah iklim.
Emisi gas rumah kaca yang diakibatkan aktivitas manusia membuat temperatur global naik telah sekitar 1,1 C dibandingkan era tersebut.
Menurut IPCC, aktivitas manusia nyata-nyata menjadi penyebab perubahan drastis pada iklim, yang berdampak pada naiknya permukaan laut, mencairnya es di Kutub dan glasier, fenomena gelombang panas, banjir, dan kekeringan.
Menurut laporan itu, perubahan iklim bisa dicegah dengan pengurangan emisi gas rumah kaca termasuk karbondioksida.
Dengan upaya tersebut, “meskipun keuntungan lewat membaiknya kualitas udara bisa datang dengan cepat, tetapi butuh 20 sampai 30 tahun untuk menstabilkan temperatur global”, bunyi laporan IPCC.
Sejumlah negara merespons laporan ini dengan seruan untuk dilakukan tindakan segera guna mencegah dampak yang lebih parah akibat perubahan iklim.
“Laporan hari ini adalah bacaan yang membuat sedih, dan jelas bahwa satu dekade ke depan akan sangat menentukan dalam mengamankan masa depan planet kita,” kata Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dalam keterangan tertulis yang dirilis Kedutaan Inggris di Jakarta, Selasa (10/8/2021).
“Kita tahu apa yang harus dilakukan untuk membatasi pemanasan global “ menjadikan batubara sebagai sejarah dan beralih ke sumber-sumber energi bersih, melindungi alam, dan menyediakan dana bagi negara-negara yang berada di garis depan,” kata Johnson.
“Saya berharap laporan IPCC hari ini akan menjadi alarm bagi dunia untuk mengambil tindakan sekarang, sebelum kita bertemu di Glasgow pada November ini untuk KTT COP26,” imbuhnya.
COP26 adalah konferensi PBB tentang perubahan iklim yang bertujuan meraih target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015.
Inggris memiliki rencana jangka panjang yang jelas untuk mengurangi emisi sebesar 68% pada 2030, 78% pada 2035, sampai akhirnya ke angka nol pada 2050. Saat ini, lebih dari 70% negara-negara di dunia memiliki target emisi net zero pada 2050. Namun, adanya laporan ini menunjukkan bahwa aksi bersama harus segera dilakukan karena kalau tidak upaya menstabilkan suhu permukaan bumi tidak akan bisa tercapai.
Utusan Khusus Amerika Serikat untuk masalah iklim John Kerry menyebut laporan itu “semakin menggarisbawahi situasi mendesak yang terjadi sekarang”, sementara Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebutnya sebagai “sinyal merah bagi umat manusia”.[Beritasatu]