Turki Pertimbangkan Jual S-400 Rusia, Berharap Kembali ke Program F-35
Font: Ukuran: - +
Gambar ini menunjukkan sistem rudal canggih S-400 buatan Rusia di Laut Hitam Semenanjung Krimea, Rusia. Foto: Sputnik news agency
DIALEKSIS.COM | Ankara - Turki telah merancang sistem pertahanan udara berlapis yang dijuluki "Steel Dome" untuk melindungi wilayahnya. Mengejutkan, sistem rudal S-400 yang dibeli dari Rusia tidak termasuk dalam susunan tersebut. Steel Dome, menurut rencana yang diumumkan, terdiri dari berbagai sistem pertahanan udara buatan dalam negeri.
Sejak diterima dari Rosoboronexport hampir lima tahun lalu, sistem rudal S-400 belum diaktifkan atau dioperasikan oleh Turki. Selama ini, senjata pertahanan tersebut baru diuji coba. Pada Desember 2023, Menteri Pertahanan Turki Yasar Guler menegaskan bahwa sistem rudal tersebut akan tetap dalam persediaan militer dan digunakan sesuai kebutuhan.
Pembelian S-400 dari Rusia pada 2017 memicu ketegangan dengan Amerika Serikat (AS). AS meyakini sistem buatan Rusia tersebut akan membahayakan program jet tempur siluman F-35, di mana Turki sebelumnya merupakan anggota konsorsium penting. Akibatnya, AS memberikan sanksi kepada sektor pertahanan Turki dan mengeluarkan Turki dari program F-35 pada 2019.
Meski demikian, sistem S-400 belum juga dikerahkan, memunculkan spekulasi di kalangan para pakar. Cavit Caglar, mantan menteri Turki yang terkenal sebagai penengah antara Ankara dan Moskow, memberikan wawasan baru. Dalam wawancara dengan media Turki, Caglar menyarankan agar Turki menjual S-400 ke negara ketiga.
"Jika saya berwenang, saya akan menjual S-400," ujar Caglar, menambahkan bahwa ada negara yang bersedia membelinya. Ketika ditanya apakah Azerbaijan bisa menjadi pembeli potensial, Caglar menjawab, "Tidak, Pakistan atau India akan membelinya."
Caglar berpendapat bahwa penjualan S-400 akan memfasilitasi akuisisi F-16 modern oleh Turki dan memungkinkannya bergabung kembali dengan program F-35. Namun, ia menekankan bahwa Turki harus memperoleh persetujuan dari Kremlin untuk menjual S-400 ke pihak ketiga.
Meskipun Turki telah meyakinkan AS untuk menjual F-16 ke Ankara pada Januari lalu, prospek bergabung kembali dengan program F-35 tetap menarik. Sebelum dikeluarkan dari konsorsium, Turki berencana membeli 100 unit F-35A dan terlibat dalam produksi lebih dari 900 suku cadang F-35 untuk operator global.
Pejabat AS Victoria Nuland menyatakan pada Januari lalu bahwa Turki mungkin dapat bergabung kembali dengan program F-35 jika masalah S-400 diselesaikan. Namun, Ankara masih enggan menarik keputusannya untuk mempertahankan S-400.
Para analis berpendapat bahwa sikap Turki terhadap S-400 dipengaruhi oleh berbagai faktor internal. Profesor David E Banks dan Lisel Hintz menilai bahwa Presiden Recep Tayyip Erdoğan sulit menarik kontrak S-400 karena tekanan dalam negeri dan signifikansi yang diberikan pemerintahannya.
Jika Turki mempertimbangkan penjualan S-400, opsi pembeli potensial seperti India atau Pakistan menghadapi kendala. India mengalami keterlambatan pengiriman S-400 dari Rusia dan memiliki hubungan dingin dengan Ankara. Sementara itu, Pakistan menghadapi tantangan ekonomi yang mungkin membuatnya sulit memperoleh sistem mahal seperti S-400.
Keputusan Turki terkait S-400 akan sangat mempengaruhi hubungannya dengan AS dan posisinya dalam aliansi NATO. Langkah selanjutnya Ankara dalam masalah ini akan menjadi penentu penting bagi dinamika geopolitik di kawasan.