1,4 Ton Minyak Nilam Aceh Tembus Pasar Prancis, Nilai Ekspor Capai Rp3,2 Miliar
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Kepala Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala, Dr. Syaifullah Muhammad. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Atsiri Research Center (ARC) Universitas Syiah Kuala, Dr. Syaifullah Muhammad, mengungkapkan kebanggaan atas pengapalan 1,4 ton minyak nilam yang baru saja diekspor ke Prancis dengan nilai mencapai Rp3,2 miliar.
Selain mencatatkan pencapaian ekonomi yang signifikan, ekspor ini juga menandai penerapan aplikasi digital "MyNilam", sebuah platform yang dirancang untuk mencatat dan memantau seluruh proses produksi minyak nilam secara real-time, mulai dari perkebunan hingga ekspor.
“Aplikasi MyNilam akan memudahkan integrasi data dari hulu hingga hilir, termasuk perencanaan, analisis, dan evaluasi, yang semuanya tercatat secara digital. Hal ini diharapkan dapat memberikan keyakinan bagi industri jasa keuangan dalam menyediakan pembiayaan pada setiap tahap proses, karena seluruh data bisa dilihat secara real-time dengan kontrak yang jelas serta harga yang transparan,” jelas Dr. Syaifullah.
Dr. Syaifullah juga menegaskan bahwa inisiatif digital ini bukan hanya tentang transparansi, tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam rantai nilai pertanian minyak nilam di Aceh.
Dengan mencatat setiap tahap proses mulai dari perkebunan hingga pengolahan, data yang terkumpul dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut demi perencanaan dan pengambilan keputusan yang lebih baik di masa depan.
“Ke depan, kami ingin melihat Aceh menjadi salah satu eksportir utama minyak nilam dunia, dengan dampak nyata pada pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. Komoditas ini juga diharapkan berkontribusi terhadap peningkatan margin perdagangan nasional,” tambahnya.
Saat ini, minyak nilam Aceh telah ditanam di 17 kabupaten di seluruh provinsi, meningkat signifikan dari sebelumnya yang hanya terdapat di empat kabupaten.
Potensi pasar minyak nilam, baik di dalam maupun luar negeri, menurut Dr. Syaifullah, hampir tidak terbatas.
Minyak nilam Aceh, yang dikenal karena kualitasnya yang tinggi, memiliki permintaan besar di pasar global, terutama di industri parfum dan kosmetik.
“Jika dilihat dari segi pasar, berapapun jumlah produksi minyak nilam, pasti akan terserap. Pasar dalam negeri pun mulai berkembang, baik untuk pengolahan maupun produk turunannya. Namun tantangan terbesar adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dalam seluruh proses,” jelasnya.
Saat ini, harga minyak nilam di tingkat petani berkisar di angka Rp2.300.000 per kilogram, sebuah lonjakan besar dibandingkan masa lalu di mana harga hanya Rp300.000 per kilogram.
Namun, Dr. Syaifullah menekankan bahwa kestabilan harga menjadi isu penting untuk menjaga daya saing di pasar internasional.
Harga yang terlalu tinggi dapat memicu perusahaan luar negeri untuk mencari alternatif bahan baku lain.
“Kami berharap harga stabil di kisaran Rp1,5-2 juta per kilogram. Ini adalah harga yang ideal untuk kesejahteraan petani tanpa membebani industri hilir. Semua pihak akan merasa diuntungkan dengan harga yang stabil, mulai dari petani hingga perusahaan pengolahan di luar negeri,” ungkapnya.
Selain fokus pada ekspor, ARC Universitas Syiah Kuala juga melihat potensi besar dalam hilirisasi produk minyak nilam.
Menurut Dr. Syaifullah, minyak nilam dapat dikembangkan menjadi berbagai produk inovatif seperti parfum, skincare, dan minyak obat.
Dengan transfer teknologi yang tepat, produk-produk berbasis minyak nilam ini bisa diproduksi oleh UMKM lokal.
Pengembangan produk hilir ini diharapkan dapat mendorong UMKM di Aceh untuk lebih berperan dalam rantai nilai ekonomi minyak nilam.
Produk-produk berbasis minyak nilam tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik tetapi juga bersaing di pasar global.
Dengan potensi besar yang dimiliki Aceh dalam komoditas minyak nilam, kolaborasi antara universitas, pemerintah, dan sektor swasta diharapkan terus berlanjut.
Seiring dengan perkembangan teknologi digital dan inovasi produk, masa depan minyak nilam Aceh tampak cerah, memberikan dampak positif tidak hanya bagi ekonomi lokal tetapi juga nasional.
“Kami ingin minyak nilam ini tidak hanya diekspor sebagai bahan mentah, tetapi juga diolah menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi. Target kami adalah UMKM, selain tentunya ekspor. Dengan teknologi yang tepat, anak-anak muda kita bisa menciptakan produk inovatif berbasis minyak nilam yang dapat meningkatkan ekonomi lokal,” pungkasnya. [nh]