Sabtu, 07 Juni 2025
Beranda / Ekonomi / Dorong Lapangan Kerja, Kadin Aceh Desak Pemerintah Rutin Gelar Job Fair

Dorong Lapangan Kerja, Kadin Aceh Desak Pemerintah Rutin Gelar Job Fair

Kamis, 05 Juni 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Wakil Ketua Umum Kadin Aceh Bidang Vokasi dan Sertifikasi, Teuku Jailani saat memberikan materi terkait penting job fair. Foto: for Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh kembali menegaskan pentingnya peran aktif Pemerintah Provinsi Aceh dalam mengatasi tingginya angka pengangguran, khususnya di kalangan generasi muda. Salah satu langkah konkret yang dinilai efektif adalah dengan menyelenggarakan job fair secara rutin, terstruktur, dan kolaboratif.

Terkait ide tersebut, selanjutnya Dialeksis menghubungi Wakil Ketua Umum Kadin Aceh Bidang Vokasi dan Sertifikasi, Teuku Jailani, menyampaikan bahwa meskipun pelaksanaan job fair di Aceh sudah mulai berjalan dalam beberapa tahun terakhir, upayanya dinilai masih terbatas dan belum optimal.

“Selama ini memang sudah ada job fair yang dilakukan oleh SMK di kabupaten dan kota, juga oleh Universitas Syiah Kuala. Namun tantangannya tetap besar, karena belum ada sinergi menyeluruh yang bisa menjawab masalah mendasar: ketidakseimbangan antara jumlah lembaga vokasi dan industri yang tersedia di Aceh,” kata Teuku Jailani kepada Dialeksis, Kamis, 5 Juni 2025.

Menurutnya, keberadaan lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi di Aceh cukup banyak, mulai dari SMK, Balai Latihan Kerja (BLK), hingga perguruan tinggi. Namun, jumlah industri yang bisa menjadi mitra penyerap lulusan dan membuka lowongan kerja (loker) masih terbatas. Akibatnya, banyak lulusan yang justru terpaksa mencari kerja di luar daerah atau menganggur.

“Persoalan mendasarnya adalah kesenjangan. Lembaga vokasi kita banyak, tapi industrinya sedikit. Ini harus jadi perhatian serius. Pemerintah Aceh perlu mendorong peningkatan investasi agar tercipta lebih banyak industri yang bisa membuka lapangan kerja,” ujar Jailani.

Ia menekankan bahwa job fair yang efektif hanya dapat terjadi jika ada tiga pilar yang bergerak bersama: pemerintah, lembaga vokasi, dan industri. Dalam konteks ini, kata dia, peran Kadin adalah menjadi jembatan antara ketiganya.

“Kami di Kadin hadir untuk menjembatani. Tapi ini harus kolaboratif. Tidak bisa hanya salah satu pihak yang bergerak. Pemerintah harus hadir lebih kuat, tidak hanya memfasilitasi, tapi juga menciptakan ekosistem kerja yang sehat dan berkelanjutan,” katanya.

Teuku Jailani menambahkan, Pemerintah Aceh sebenarnya telah melakukan sejumlah upaya, termasuk melalui Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) Aceh yang telah menjalin kerja sama dengan SMK dan BLK untuk menyelenggarakan job fair. Namun ia menilai bahwa langkah - langkah ini masih sporadis dan belum menjadi agenda sistematis yang memiliki dampak jangka panjang.

“Job fair harus jadi kebijakan rutin dan terencana, bukan sekadar event sesekali. Kalau dilakukan dengan serius, dampaknya sangat besar: pengangguran turun, kriminalitas berkurang, kualitas pembangunan manusia meningkat,” ucapnya.

Lebih lanjut, Jailani juga menyoroti pentingnya penegakan regulasi terkait pelaporan lowongan kerja oleh perusahaan. Pemerintah pusat, kata dia, sudah mengeluarkan regulasi yang mengatur kewajiban perusahaan untuk melaporkan loker yang tersedia melalui Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Kerja.

“Regulasi ini sudah ada, dan perusahaan wajib patuh. Tapi harus disertai pengawasan dan sanksi yang tegas. Kalau ini berjalan, data lowongan kerja jadi lebih terbuka dan bisa diintegrasikan dalam penyelenggaraan job fair maupun pelatihan vokasi,” katanya.

Selama ini, menurut Jailani, Kadin Aceh juga telah aktif bekerja sama dengan BLK, Disnakermobduk, dan SMK untuk mengoptimalkan fungsi masing-masing dalam menyelenggarakan job fair. Namun ia mengakui, masih dibutuhkan dukungan dan perhatian yang lebih besar, terutama dari pemerintah daerah.

“Kita butuh political will. Jangan biarkan anak muda Aceh yang baru lulus sekolah atau kuliah bingung mau ke mana. Mereka perlu dibantu, diberi arah, dan difasilitasi secara konkret,” tegasnya.

Menurut data BPS Aceh, tingkat pengangguran terbuka di provinsi ini masih menyentuh angka yang mengkhawatirkan, terutama di kalangan usia produktif. Keterbatasan informasi kerja dan minimnya sinergi antara dunia pendidikan dan industri menjadi salah satu penyebab utama.

Teuku Jailani berharap, ke depan Pemerintah Aceh bisa segera menyusun peta jalan penguatan ekosistem ketenagakerjaan yang berkelanjutan, termasuk menjadikan job fair sebagai program unggulan yang didukung oleh anggaran, regulasi, dan mitra kerja yang jelas.

“Yang kita perlukan sekarang bukan hanya kegiatan, tapi sistem. Sistem yang menghubungkan lulusan dengan dunia kerja, sistem yang mendorong investasi agar industri tumbuh, dan sistem yang memastikan semua pihak bekerja sesuai fungsinya,” pungkas Jailani.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI