DIALEKSIS.COM | Aceh - Viralnya keluhan masyarakat mengenai kenaikan harga tiket pesawat Garuda Indonesia pada rute Jakarta-Banda Aceh hingga menembus angka Rp15 jutaan mendorong tim redaksi Dialeksis melakukan pengecekan langsung ke sejumlah platform pemesanan tiket. Hasil penelusuran pada Rabu (26/3/2025) menunjukkan fluktuasi harga yang fantastis, bahkan tetap bertahan di kisaran belasan juta rupiah hingga beberapa hari berikutnya.
Melalui laman Trip.com, tiket Garuda Indonesia untuk penerbangan 26 Maret 2025 tercatat sebesar Rp15.379.030. Pada 27 Maret 2025, harga turun tipis menjadi Rp15.373.820, lalu kembali naik ke angka Rp15.379.030 di tanggal 29 Maret 2025. Sementara itu, di Traveloka.com, harga tiket Garuda untuk rute serupa pada 26 Maret 2025 dipatok Rp11.533.700 per penumpang, turun menjadi Rp10.519.200 di tanggal 27 Maret, lalu kembali melonjak ke Rp11.533.700 pada 28 Maret 2025.
Meski terdapat perbedaan angka antar - platform, harga tiket tetap tergolong sangat tinggi dibandingkan rata-rata normal. Fenomena ini memicu kritik publik, terutama dari warga Aceh yang kerap mengandalkan transportasi udara untuk keperluan bisnis, keluarga, maupun darurat.
Menanggapi hal ini, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Aceh, Muhammad Iqbal atau yang akrab disapa Iqbal Piyeung, menyebut kenaikan harga tiket tersebut berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi di Aceh.
“Harga tiket yang mencapai belasan juta rupiah jelas tidak wajar dan memberatkan masyarakat. Ini bisa mengurangi minat wisatawan, investor, bahkan perantau Aceh untuk pulang ke kampung halaman,” tegas Iqbal saat dihubungi Dialeksis, Minggu (23/3/2025).
Iqbal menduga lonjakan harga dipicu oleh kombinasi faktor permintaan tinggi jelang akhir Maret, keterbatasan kursi, serta kebijakan dinamis maskapai.
Namun, ia menekankan bahwa pemerintah perlu turun tangan melakukan intervensi, terutama untuk rute-rute vital seperti Jakarta-Banda Aceh yang menjadi tulang punggung konektivitas ekonomi.
“Pemerintah harus memastikan mekanisme pengawasan harga yang transparan. Jika perlu, tambah frekuensi penerbangan atau berikan subsidi tertentu agar harga tetap terjangkau. Aceh sedang gencar membangun sektor pariwisata dan UMKM jangan sampai terhambat oleh mahalnya biaya transportasi,” ujarnya.
Iqbal lanjutnya menjelaskan kenaikan harga tiket pesawat ini dinilai kontradiktif dengan upaya pemerintah mendorong kunjungan wisata ke Aceh pasca-pandemi. Sejumlah warganet di media sosial juga mempertanyakan alasan teknis di balik fluktuasi drastis tersebut, termasuk apakah hal ini terkait persiapan musim liburan atau faktor lain.
“Kami mendorong maskapai dan otoritas terkait untuk duduk bersama. Aceh butuh akses transportasi yang stabil dan adil agar kemajuan daerah tidak tertinggal,” pungkas Iqbal.