Minggu, 21 September 2025
Beranda / Ekonomi / Joel Fotocopy, Agen Pegadaian yang Jadi Sandaran Saat Warga Terhimpit

Joel Fotocopy, Agen Pegadaian yang Jadi Sandaran Saat Warga Terhimpit

Jum`at, 19 September 2025 22:45 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora
Al Mafzul, atau akrab disapa Joel Fotocopy, salah satu agen pegadaian selama tiga tahun. Foto: kolase Nora/Dialeksis 

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Di sebuah sudut Desa Lambaroskep, Kota Banda Aceh, berdiri sebuah toko fotokopi sederhana. Dari luar, bangunan itu tak jauh berbeda dengan kios-kios lain di sekitarnya. Namun bagi sebagian warga, tempat ini lebih dari sekadar tempat menggandakan dokumen. Ia menjadi sandaran harapan ketika hidup menekan dan kebutuhan mendesak tak bisa ditunda.

Pemiliknya, Al Mafzul, akrab disapa Joel Fotocopy. Selama tiga tahun, pria ramah itu dipercaya sebagai agen Pegadaian. Lewat statusnya sebagai agen, ia membuka akses bagi warga sekitar untuk mendapatkan dana cepat melalui layanan gadai tanpa harus jauh-jauh ke kantor Pegadaian.

"Yang paling sering digadai itu emas dan motor. Alasannya macam-macam, ada yang terdesak beli obat anak, ada mahasiswa yang mau pulang kampung dan butuh ongkos. Daripada motornya ditinggal di kos-kosan dan takut hilang, mereka lebih baik gadaikan sementara," tutur Joel saat ditemui.

Cerita-cerita yang mampir ke meja Joel menggambarkan betapa erat kaitan antara kebutuhan sehari-hari dengan peran agen Pegadaian. Tidak jarang, kata Joel, warga yang datang sudah dalam kondisi nyaris putus asa.

"Ada yang sampai menangis minta tolong dicairkan uangnya karena darurat. Tapi karena bukan jam kerja tim Pegadaian, saya tidak bisa bantu. Agen tidak punya alat untuk cek emas asli atau bukan. Kalau saya nekat cairkan, risikonya besar kalau ternyata barang imitasi," ujarnya lirih.

Di situlah dilema seorang agen. Di satu sisi ia ingin segera menolong, di sisi lain ia terikat aturan dan keterbatasan. Namun Joel tak jarang mengambil jalan tengah.

"Kalau benar-benar kasihan, saya pakai uang pribadi dulu, seadanya. Sisanya mereka coba pinjam ke keluarga atau teman lain," katanya.

Sikap itu membuatnya kerap disebut "penolong darurat". Meski ia sendiri mengakui, keuntungan finansial dari menjadi agen tidaklah fantastis.

"Ini bukan soal komisinya, tapi saya jalani karena ada nilai lain, bisa bantu orang yang lagi susah. Itu saya anggap ladang pahala," tambahnya.

Kisah Joel Fotocopy menunjukkan, menjadi agen Pegadaian bukan sekadar urusan bisnis. Ada sisi kemanusiaan yang tak bisa dipisahkan. Banyak warga yang datang bukan dalam posisi "ingin untung", melainkan karena benar-benar terdesak kebutuhan.

Joel merasakan langsung bagaimana layanan ini bisa menjadi penghubung antara harapan dan kenyataan. "Setiap kali ada yang terbantu, saya ikut lega. Walau kadang mereka datang dengan wajah sedih, setidaknya ada jalan keluar meski sementara," ujarnya.

Baginya, membantu warga yang sedang "terhimpit" adalah bagian dari tanggung jawab moral. Di balik mesin fotokopinya yang terus berdengung, Joel menorehkan kisah sederhana tentang solidaritas dan kepedulian.

Sebagai mitra Pegadaian, mereka berfungsi sebagai perantara. Barang yang digadai akan diperiksa oleh petugas Pegadaian resmi yang datang ke lokasi. Hanya setelah proses itu selesai, dana baru bisa dicairkan.

Masalahnya, keterbatasan jam kerja kerap menjadi batu sandungan. "Banyak yang datang malam-malam atau di luar jam kantor. Karena tim Pegadaian tidak bisa langsung datang, nasabah harus menunggu sampai besok. Padahal kebutuhan mereka tidak bisa ditunda," jelas Joel.

Ia berharap ada terobosan dari pihak Pegadaian. "Mungkin agen bisa dibekali alat untuk cek keaslian emas, supaya lebih cepat. Jadi masyarakat yang butuh dana mendesak tidak harus menunggu lama," ujarnya memberi masukan.

Harapan ke Depan

Ke depan, Joel berharap Pegadaian bisa memperkuat peran agen agar manfaatnya lebih terasa. Ia membayangkan adanya sistem yang memungkinkan transaksi darurat dilakukan lebih fleksibel.

"Kalau bisa dipercepat, misalnya lewat teknologi atau alat tambahan, masyarakat akan jauh lebih terbantu. Karena pada dasarnya, orang datang ke agen itu karena butuh cepat. Kalau harus menunggu lama, nilai tolong-menolongnya jadi berkurang," ucapnya.

Apa yang disampaikan Joel sejatinya bukan hanya keluhan pribadi, melainkan refleksi dari kebutuhan nyata masyarakat. Agen Pegadaian di akar rumput sering kali menjadi ujung tombak layanan, dan suara mereka layak didengar untuk perbaikan sistem.

Di tengah kerasnya kehidupan kota, di mana biaya hidup terus merangkak naik dan kebutuhan datang tanpa kompromi, kehadiran agen Pegadaian seperti Joel Fotocopy menjadi oase kecil. Ia hadir bukan hanya sebagai perantara finansial, tetapi juga sebagai telinga yang mau mendengar dan tangan yang mau menolong.

Bagi banyak orang, ia adalah pintu darurat yang bisa diketuk saat semua jalan terasa buntu. Bagi Joel sendiri, itu adalah panggilan hati yang ia jalani dengan tulus.

"Kalau cuma soal uang, mungkin saya sudah berhenti dari dulu. Tapi setiap kali ada orang yang pulang dengan wajah lebih tenang, saya merasa semua capek ini terbayar," tutupnya dengan senyum.

Pegadaian sendiri saat ini memiliki sekitar 700 agen yang tersebar di seluruh Aceh. Keberadaan mereka bertujuan untuk mendekatkan layanan kepada masyarakat, terutama di daerah yang jauh dari kantor Pegadaian.

Jenis agen pun beragam, mulai dari agen pemasar, agen pembayar, hingga agen gadai seperti Joel. Proses pendaftarannya relatif mudah. Calon agen cukup mengajukan permohonan melalui aplikasi Pegadaian, lalu membawa KTP dan NPWP ke kantor Pegadaian terdekat.

Pegadaian juga memberikan pelatihan kepada para agen, termasuk dasar-dasar menaksir barang. Selain itu, mereka disediakan materi promosi seperti brosur dan dibantu dalam penyediaan sarana dan prasarana.[NR] 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
bpka - maulid