Rabu, 26 Maret 2025
Beranda / Ekonomi / Mengurai Kontroversi Status Fadhil Ilyas dalam Pernyataan Kepala OJK Aceh

Mengurai Kontroversi Status Fadhil Ilyas dalam Pernyataan Kepala OJK Aceh

Sabtu, 22 Maret 2025 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Daddi Peryoga, Kepala OJK Aceh. Foto: for Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pemberitaan bermula ketika salah satu media di Aceh Selatan mempublikasikan berita berjudul “FPMPA Ngopi Bareng Ketua OJK Aceh Bahas Dualisme Kepemimpinan Bank Aceh Dinilai Cacat Hukum” tertanggal Kamis, 20 Maret 2025.

Menanggapi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh melalui Kepala OJK, Daddi Peryoga, segera mengeluarkan klarifikasi. 

Dalam pernyataannya, Daddi menyampaikan, "Sehubungan dengan pemberitaan yang beredar mengenai pertemuan Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) dengan Ketua OJK Aceh di Warkop Kulam Kupi, Kuta Alam, kami perlu memberikan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman dan penyebaran informasi yang tidak benar," ungkapnya.

Ia menegaskan,"pertemuan tersebut bukanlah agenda resmi untuk membahas dualisme kepemimpinan di Bank Aceh, sebagaimana yang diberitakan sebelumnya. Pertemuan ini murni merupakan klarifikasi terkait surat yang dikirimkan oleh FPMPA kepada Kapolresta Banda Aceh dengan Nomor 028/FMPA/III/2025 mengenai rencana aksi unjuk rasa di kantor OJK Aceh pada Jumat, 20 Maret 2025, dengan jumlah massa yang disebutkan mencapai 786 orang. Faktanya, aksi tersebut tidak terjadi," ungkapnya Daddi Peryoga, Kepala OJK Aceh.

Daddi juga menegaskan bahwa meskipun dalam diskusi tersebut sempat tersinggung perihal kepemimpinan di Bank Aceh, beliau tidak pernah memberikan pernyataan seperti yang diberitakan oleh media online katapoin.id dan kotabandaaceh.id. 

"Pemberitaan yang beredar tidak sepenuhnya benar. Fakta utama pertemuan adalah klarifikasi terkait surat FPMPA kepada Kapolresta Banda Aceh mengenai rencana aksi unjuk rasa yang pada kenyataannya tidak terjadi," terangnya.

FPMPA sendiri menegaskan komitmennya untuk mengawal transparansi dan kepastian hukum di dunia perbankan daerah, khususnya terkait kepemimpinan di Bank Aceh. 

"Kami mengajak semua pihak untuk tidak mudah terpengaruh oleh pemberitaan yang tidak akurat dan selalu mengedepankan informasi berbasis fakta serta regulasi hukum yang berlaku," tegas Daddi.

Untuk menelaah lebih lanjut mengenai pengusulan dan pengangkatan status Plt Direksi serta Direksi Definitif Bank Umum dalam rangka edukasi dan literasi, Dialeksis menghubungi Kepala OJK Aceh (Minggu, 22/03/2025). Dalam keterangannya, Daddi Peryoga menjelaskan mekanisme pergantian Pelaksana Tugas (Plt) Direksi Bank berdasarkan POJK 17 dan Undang-Undang PT.

Menurut Daddi, terdapat dua regulasi utama yang menjadi acuan dalam pergantian Plt Direksi Bank, yaitu:

  1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 17/POJK.03/2023 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan (LJK), dan
  2. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).

Daddi menjelaskan bahwa setiap anggota Direksi Bank yang menjabat secara definitif wajib menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dari OJK. Namun, untuk Plt Direksi, ada ketentuan khusus. Plt Direksi dapat diangkat secara internal oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham pengendali dengan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Karena statusnya yang sementara, Plt Direksi tidak diwajibkan mengikuti fit and proper test sebelum menjabat, meskipun harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan OJK seperti pengalaman di industri keuangan dan catatan manajemen perbankan yang baik.

OJK tetap memiliki kewenangan untuk menilai, menyetujui, atau menolak penunjukan Plt Direksi jika dianggap tidak memenuhi standar tata kelola yang baik, berdasarkan kinerja bank, rekam jejak integritas, dan prosedur pengangkatan yang berlaku.

Lebih lanjut, berdasarkan UU PT, pengangkatan direksi, termasuk Plt Direksi, diatur dalam Pasal 94 dan Pasal 105, yang menyatakan:

  • Anggota Direksi diangkat oleh RUPS (Pasal 94 Ayat 1),
  • Jika terjadi kekosongan jabatan Direksi, Dewan Komisaris dapat mengangkat Plt Direksi hingga RUPS menunjuk Direksi definitif (Pasal 105 Ayat 1), dan
  • Jika dalam waktu 90 hari setelah pengangkatan Plt Direksi belum ada pengangkatan Direksi definitif melalui RUPS, maka penunjukan Plt tersebut harus dilaporkan pada RUPS terdekat (Pasal 105 Ayat 2).

Daddi menyimpulkan bahwa Plt Direksi dapat ditunjuk oleh Dewan Komisaris atau Pemegang Saham dalam RUPS tanpa harus melalui uji kelayakan dan kepatutan dari OJK. Namun, masa jabatan Plt Direksi bersifat sementara, maksimal 90 hari setelah mendapatkan persetujuan OJK. Selama masa tersebut, evaluasi secara berkala dan pelaporan perkembangan kepada OJK serta RUPS wajib dilakukan.

"Demikian informasi ini kami sampaikan. Mari kita bangun opini yang benar berdasarkan fakta dan data akurat, agar Aceh semakin makmur dan sejahtera," pungkas Daddi Peryoga.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dishub