MES Aceh: PON Tidak Berdampak Signifikan pada Pedagang Kecil Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Diskusi publik dengan tema Evaluasi Pekan Olahraga Nasional (PON) dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Penegakan Syariat Islam di Aceh yang diprakarsai oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Banda Aceh, Sabtu, 6 Oktober 2024. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sekretaris Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh, Sugito mengatakan bahwa transaksi di perbankan selama PON sangat besar.
Penarikan tunai melalui ATM mencapai Rp 2,3 triliun dan melalui teller bank mencapai Rp 6,3 triliun, dengan total transaksi tunai mencapai Rp 8,6 triliun. Setoran tunai melalui ATM dan teller mencapai Rp 7,96 triliun.
"Antara transaksi penarikan tunai dan setoran melalui ATM hampir imbang, yang menunjukkan peredaran uang cukup besar,” ujar Sugito dalam diskusi publik dengan tema Evaluasi Pekan Olahraga Nasional (PON) dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Penegakan Syariat Islam di Aceh yang diprakarsai oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Banda Aceh, Sabtu, 6 Oktober 2024.
Namun, meski transaksi keuangan di bank besar, dampaknya terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dinilai kurang signifikan.
"Perputaran uang di sektor UMKM selama PON tidak begitu terasa, terutama bagi pedagang kecil dan pelaku usaha yang tidak terikat kontrak langsung dengan pelaksana acara,” lanjut Sugito.
Ia juga menambahkan bahwa para pedagang kecil, terutama yang bergerak di bidang makanan dan souvenir, tidak merasakan dampak positif yang besar selama PON berlangsung.
Sugito menjelaskan bahwa selama pelaksanaan PON, transaksi digital melalui EDC mencapai Rp 15,4 miliar, sementara melalui QRIS mencapai Rp 65,58 triliun.
Mayoritas transaksi ini terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Aceh Syariah.
"Perbankan Syariah di Aceh telah menunjukkan performa yang signifikan selama PON. Bahkan, tidak ada keluhan dari para atlet dan ex-officio terkait kesulitan bertransaksi di Bank Syariah,” ungkap Sugito.
Hal ini membuktikan bahwa Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Layanan Keuangan Syariah di Aceh berjalan dengan baik.
Sebelumnya, beberapa pihak meragukan apakah aturan tersebut akan menghambat transaksi keuangan selama PON, namun kekhawatiran itu tidak terbukti.
Bank Syariah telah mampu memenuhi kebutuhan transaksi besar dan kecil selama PON, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Meski PON menghadirkan perputaran uang yang besar di Aceh, Sugito menyebutkan bahwa dampak nyata terhadap perekonomian lokal, terutama bagi pedagang kecil, sangat minim.
“Para vendor dan event organizer (EO) yang mendapat kontrak dari penyelenggara mungkin merasakan dampaknya, tetapi pedagang-pedagang kecil seperti penjual makanan atau souvenir di pasar-pasar tradisional tidak merasakan dampak signifikan,” jelasnya.
Sugito juga menyatakan bahwa dampak PON lebih terasa di tempat-tempat tertentu seperti restoran berskala besar dan rumah makan yang melayani tamu-tamu dari luar daerah.
Namun, pedagang-pedagang kecil, seperti penjual bakso, makanan ringan, dan produk asongan, tidak mengalami peningkatan penjualan yang berarti.
"Para peserta PON kebanyakan memesan makanan dan akomodasi dari EO sebelumnya, sehingga pedagang kecil tidak mendapatkan banyak manfaat langsung,” tambahnya.
Sugito juga menyoroti bagaimana peran perbankan syariah di Aceh semakin kuat setelah penerapan Qanun Nomor 11 Tahun 2018.
Menurutnya, bank-bank syariah di Aceh kini mampu bersaing dengan bank konvensional dalam hal fasilitas transaksi.
Ia menekankan bahwa ke depan, bank syariah di Aceh harus lebih fokus pada pengembangan produk-produk inovatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.
"Dulu, bank syariah mungkin dianggap kurang mampu melayani transaksi besar, tapi sekarang kita lihat bahwa BSI dan Bank Aceh Syariah mampu bertransaksi dalam skala besar. Tantangan ke depan adalah memperbaiki akad-akad syariah agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar," jelas Sugito.
Di akhir paparannya, Sugito menegaskan pentingnya memperhatikan dampak ekonomi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil.
“Kita harus mengevaluasi bagaimana event besar seperti PON bisa lebih melibatkan UMKM lokal agar dampaknya lebih merata,” katanya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku usaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Aceh.
Dengan adanya evaluasi ini, diharapkan event-event besar di Aceh di masa mendatang dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di sektor UMKM.
"Kita perlu membangun ekosistem ekonomi yang mendukung syariah dan memberikan manfaat nyata bagi semua lapisan masyarakat, tidak hanya para pemegang kontrak besar," pungkasnya.