Beranda / Ekonomi / Misteri Perampokan Emas 960 Kilogram di Era Jepang

Misteri Perampokan Emas 960 Kilogram di Era Jepang

Sabtu, 07 Desember 2024 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi emas batangan. Foto: AP Photo


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sejarah Indonesia pernah mencatat salah satu kasus perampokan terbesar di era pendudukan Jepang, yakni pencurian emas seberat 960 kilogram. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1946 dan dikenal sebagai Peristiwa Nakamura. Pelakunya adalah seorang tentara Jepang bernama Kapten Hiroshi Nakamura.

Kasus ini bermula dari upaya Jepang memusatkan barang berharga dari pegadaian  di seluruh Jawa ke sebuah kantor di Jalan Kramat, Jakarta Pusat. Menurut sejarawan Ben Anderson dalam bukunya Revoloesi Pemoeda (2018), kantor Pegadaian tersebut menjadi tempat penyimpanan emas, uang, dan barang berharga selama pendudukan Jepang. Namun, setelah Jepang meninggalkan Indonesia, harta tersebut menjadi tak bertuan.

Kapten Nakamura, yang memiliki posisi strategis di Indonesia, tergoda untuk menguasai harta tersebut. Vincent Houben dalam Histories of Scale (2021) mencatat bahwa Nakamura mendapat dukungan dari atasannya, Kolonel Nomura Akira, untuk melancarkan aksinya. Dengan membawa truk besar, Nakamura berhasil mencuri emas dan barang berharga lainnya yang tersimpan dalam 20-25 koper dari kantor Pegadaian di Jalan Kramat.

Menurut laporan De Locomotief (1 Agustus 1948), nilai emas yang dicuri mencapai 10 hingga 80 juta gulden. Nakamura menyembunyikan harta curiannya di rumah istri simpanannya, Carla Wolff, serta di sebuah taman milik seorang pengusaha Tionghoa.

Awalnya, aksi Nakamura berjalan mulus. Namun, semuanya berubah akibat perilaku Carla Wolff. Gaya hidup Carla berubah drastis; ia kerap memamerkan kekayaan, bahkan pernah mengatakan, “Saya lebih kaya dari Ratu Belanda. Saya akan tidur di ranjang emas, dan para tamu akan makan dari piring emas,” sebagaimana dikutip dalam buku Rampok (2012).

Sikap Carla ini memicu kecurigaan intelijen Belanda dan Inggris, terlebih karena ia adalah anggota Organisasi Gerilya Hindia Belanda (NIGO). Investigasi pun dilakukan, dan terungkap bahwa harta Carla berasal dari pencurian besar-besaran oleh Nakamura.

Namun, alih-alih melaporkan kejahatan ini, beberapa intelijen malah mengambil sebagian emas curian, yakni sekitar 20 kilogram.

Kasus ini akhirnya terungkap oleh pemerintah Belanda yang masih menduduki Jakarta saat itu. Nakamura, Carla Wolff, Kolonel Nomura Akira, serta dua intelijen Belanda yang terlibat, ditangkap dan dijatuhi hukuman.

Menurut laporan Het Dagblad (24 Juni 1946), Nomura mengakui telah membuka sembilan koper berisi emas di sebuah rumah sebelum membawanya ke kantor militer Jepang. Nakamura sendiri dijatuhi hukuman paling berat, sedangkan Carla dihukum delapan bulan penjara.

Namun, misteri besar tetap menyelimuti kasus ini: ke mana ratusan kilogram emas lainnya? Selama penyelidikan, pihak berwenang hanya menemukan emas senilai 1 juta gulden. Ada yang menduga emas tersebut disembunyikan oleh Nakamura sebelum tertangkap, sementara teori lain menyebutkan emas itu mungkin terkubur di kawasan Menteng, Jakarta. Hingga kini, keberadaan emas tersebut masih menjadi teka-teki sejarah.

Peristiwa Nakamura menjadi pengingat bagaimana kisah harta rampasan perang menyimpan jejak kelam sekaligus misteri yang belum terpecahkan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI