PEMA Targetkan Ekspor Cangkang Sawit dan Bangun Pabrik Minyak Goreng di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Manajer Industri dan Perdagangan PT PEMA, Sadikin Nugraha. Foto: Nora/Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - PT. Pembangunan Aceh (PEMA) terus memperkuat langkahnya dalam pengembangan bisnis di sektor perkebunan dan pengolahan kelapa sawit.
Manajer Industri dan Perdagangan PEMA, Sadikin Nugraha mengatakan pihaknya telah memulai dua usaha utama terkait cangkang sawit, yaitu sebagai eksportir dan suplier. Langkah ini bertujuan untuk mendukung kegiatan ekspor yang telah direncanakan sebelumnya.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) tentang “Menyukat Tantangan dan Peluang Hilirisasi Kelapa Sawit di Aceh yang diselenggarakan oleh Forum Jurnalis Ekonomi Aceh (JEA) di Banda Aceh, Jumat (11/10/2024).
"Terkait progres ekspor cangkang sawit, kami sudah bermitra dengan perusahaan lokal untuk merancang langkah-langkah kerja ke depan. Baru minggu lalu, kami mengajukan sertifikasi dan minggu depan akan ada pembahasan lebih detail dengan Pelindo Lhokseumawe," ungkap Sadikin.
PEMA menargetkan ekspor cangkang sawit ke Jepang dengan estimasi pengiriman awal pada Februari mendatang. Sebelumnya, rencana ekspor ini sempat terkendala dan lokasi pengolahan dipindahkan dari Langsa ke Krueng Geukuh. Pada bulan Februari nanti, akan ditargetkan ekspor ke Jepang dimulai.
Sadikin menambahkan bahwa ekspor cangkang sawit ini akan dimulai dengan jumlah minimal 10 ribu ton per bulan, dengan total target ekspor mencapai 100 ribu ton per tahun.
"Kita tidak memaksimalkan ekspor setiap bulan, tapi minimal 10 kali pengiriman dalam setahun dengan target total 100 ribu ton per tahun," jelasnya.
Dari total potensi produksi cangkang sawit di Aceh, sebesar 800 ribu ton per tahun, PEMA hanya akan mengekspor sekitar 100 ribu ton. Dari ekspor tersebut, PEMA berkomitmen bahwa sebagian pendapatan akan kembali ke daerah, dengan kisaran kontribusi 7-8 persen.
Entitas yang menjalankan ekspor ini adalah anak perusahaan PEMA, PEMA Global Servis (PGS), yang fokus di bidang jasa dan perdagangan. PGS juga akan menjalankan beberapa anak usaha lainnya, termasuk di sektor industri perikanan dan ekspor cangkang sawit.
“Industri perikanan akan mulai berproduksi hari Senin, dan ekspor cangkang sawit akan menyusul,” ujar Sadikin.
Selain itu, PEMA juga terus mengupayakan pembangunan pabrik minyak goreng. Pihaknya telah melakukan kajian mendalam terkait proyek ini, meskipun masih menghadapi tantangan dalam mendapatkan pasokan CPO (Crude Palm Oil).
“Kita hanya membutuhkan 5-10 persen dari total produksi CPO, atau sekitar 80 ribu ton per bulan. Dengan itu, pabrik minyak goreng yang kita rancang bisa memproduksi antara 50-100 ribu ton per bulan,” kata Sadikin.
Harapannya, PEMA bisa mendapatkan pasokan CPO dari pengusaha lokal di Aceh melalui negosiasi kontrak jangka panjang. Melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPSPKS).
“Kami telah melakukan MoU dengan Bundesma di Aceh Jaya, namun karena kendala yang ada, rencana pembangunan pabrik CPO tertunda. Kami sekarang mencoba menjajaki kembali kerja sama dengan BPSPKS," jelasnya.
Jika pasokan CPO tidak memungkinkan, PEMA mempertimbangkan opsi untuk memanfaatkan limbah sawit terlebih dahulu. Ia mengaku telah melakukan penjajakan di seluruh Aceh untuk mencari investor yang tertarik dalam pembangunan pabrik minyak goreng.
“Target kami, pabrik ini bisa terealisasi tahun depan, tergantung pada investor yang ada,” pungkasnya.
Sadikin meyakini dengan iklim investasi yang baik di Aceh, investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Bumi Serambi Mekah guna memberi dampak pada semua sektor ekonomi.
Dengan langkah-langkah ini, PEMA berharap dapat berkontribusi signifikan dalam pengembangan ekonomi Aceh, khususnya dalam sektor sawit dan pengolahan produk turunannya.
Sementara itu, wakil sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Fadhil Ali mengatakan saat ini petani kelapa sawit masih banyak yang belum tersentuh program pembiayaan pungutan ekspor CPO dan turunannya dari BPDPKS.
Apalagi, kata dia, produktivitas kelapa sawit rakyat hari ini masih sangat rendah. Bahkan, sarana-prasarana dan SDM petani juga masih lemah, termasuk kelembagaan petani sawit itu sendiri.
“Petani sawit masih belum benar-benar terurus dari dana penguatan ekspor sawit. Tetapi, dana kelapa sawit diperuntukkan buat mengurus yang lain lagi,” terangnya.***