Pemerintah akan Bubarkan Toko Jual Barang Bekas Ilegal
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Solo - Kementerian Koperasi dan UKM dengan tegas akan menutup dan menghentikan pelaku usaha thrifting atau barang bekas. Hal ini dilakukan karena thrifting semakin marak dan berpotensi merugikan UMKM dalam negeri.
Melansir dari kemenkopukm.go.id, Menkop UKM Teten Masduki menyebutkan praktik penjualan barang impor ilegal harus dihentikan untuk menjaga keberlangsungan UMKM.
"Jadi argumen kita sangat kuat. Secara background, kita ingin melindungi UMKM terutama di produk tekstil dan non-tekstil. Karena kita juga di tengah gerakan untuk mencintai, membeli, mengkonsumsi produk dalam negeri, malah ada penyelundupan barang-barang bekas. 80 persen pelaku industri tekstil ini UMKM. Ini sebagian besar kenanya ke UMKM," kata Menkop Teten di Kantor Kemenkop UKM, Senin (13/3/2023).
Menteri Teten menambahkan, adanya aktivitas thrifting juga disebabkan oleh fenomena supply dan demand. Sehingga apabila supply thrifting produk impor dapat dihentikan maka akan berpengaruh pada market yang kemudian dapat diisi oleh produk dalam negeri.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah KemenKopUKM Hanung Harimba mengatakan larangan thrifting pakaian impor sebenarnya sudah diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Pada Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas,” ucap Hanung.
Hanung menyampaikan bahwa isu thrifting saat ini menjadi isu yang serius, terlebih karena saat ini ekonomi dunia sedang melambat, sehingga impor barang bekas menjadi tantangan tambahan bagi pelaku UMKM di tanah air.
Selain itu, thrifting pakaian impor memiliki dampak yang merugikan, diantaranya menimbulkan masalah lingkungan yang serius karena banyak di antara baju bekas impor tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Bahkan ada juga thrifting pakaian impor yang ternyata masuk sebagai barang selundupan atau ilegal yang tidak membayar bea dan cukai sehingga menimbulkan kerugian negara.
“Thrifting pakaian impor ini juga akan merugikan produsen UKM tekstil. Menurut CIPS dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro, sedangkan impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen,” kata Hanung.