DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kolaborasi Pengusaha Muda Kota (KPMK) menyampaikan pandangan kritis terhadap kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh terkait pemasangan tapping box sebagai upaya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Meski kebijakan ini bertujuan baik dalam meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak, namun pelaksanaannya dinilai masih perlu dikaji secara lebih adil dan inklusif, khususnya bagi pelaku usaha muda dan UMKM.
Ketua Kolaborasi Pengusaha Muda Kota, Aminullah, menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh hanya fokus pada peningkatan PAD semata, namun juga harus memperhatikan kesiapan pelaku usaha di lapangan.
“Kami mendukung prinsip transparansi dan akuntabilitas pajak, tapi Pemko jangan lupa bahwa tidak semua pelaku usaha memiliki kemampuan digitalisasi yang cukup. Banyak pengusaha muda dan UMKM belum punya mesin kasir atau sistem pencatatan yang layak. Maka, kebijakan tapping box harus dimulai dari usaha besar dulu, bukan langsung menyasar usaha kecil yang belum siap,” ujar Aminullah.
Selain itu, Kolaborasi Pengusaha Muda Kota juga menyoroti pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada pelaku usaha terkait penggunaan tapping box. Pemerintah harus dapat mengoptimalkan fasilitasi peralatan seperti mesin kasir digital yang menjadi prasyarat teknis penggunaan alat tersebut.
“Kalau memang tapping box wajib, maka mesin kasir dan pelatihan teknisnya juga wajib difasilitasi. Ini bentuk keadilan kebijakan fiskal. Jangan sampai pemerintah menuntut laporan akurat, tapi alatnya tidak disiapkan,” tambah Aminullah.
Organisasi ini mendorong agar Pemko Banda Aceh melakukan evaluasi bertahap, dimulai dengan memasang tapping box di usaha besar seperti hotel, restoran ternama, dan pusat perbelanjaan, yang sudah memiliki infrastruktur digital dan omset besar.
Rekomendasi Kolaborasi Pengusaha Muda Kota:
1. Pemko harus memfasilitasi mesin kasir dan pelatihan digital kepada UMKM secara gratis.
2. Implementasi tapping box dimulai dari usaha besar dan dievaluasi sebelum diterapkan ke UMKM.
3. Kebijakan disusun secara partisipatif dengan melibatkan pelaku usaha muda, asosiasi UMKM, dan organisasi pengusaha.
4. Bentuk forum komunikasi dan evaluasi bersama agar kebijakan fiskal tidak membebani pelaku usaha yang sedang tumbuh.
Sebagai mitra pembangunan ekonomi kota, Kolaborasi Pengusaha Muda Kota siap mendukung kebijakan pemerintah yang mendorong iklim usaha yang sehat, selama dijalankan dengan prinsip keadilan, fasilitasi, dan partisipasi.[]