Rabu, 29 Oktober 2025
Beranda / Ekonomi / Pertambangan Aceh Sumbang Rp 2,5 Triliun ke PNBP, Aceh Terima 80 Persen Bagi Hasil

Pertambangan Aceh Sumbang Rp 2,5 Triliun ke PNBP, Aceh Terima 80 Persen Bagi Hasil

Selasa, 28 Oktober 2025 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Diskusi publik bertajuk Masa Depan Pertambangan Aceh yang diselenggarakan oleh Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina), Aceh Info dan Puja TV di Banda Aceh, Selasa (28/10/2024). [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sektor pertambangan di Aceh mencatatkan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) selama delapan tahun terakhir. 

Sejak 2017 hingga 2025, total penerimaan yang berasal dari aktivitas tambang di provinsi ujung barat Indonesia itu mencapai sekitar Rp 2,5 triliun, dengan skema bagi hasil 80 persen untuk Aceh dan 20 persen untuk pemerintah pusat.

Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Said Faisal, mengatakan bahwa capaian tersebut menunjukkan potensi besar sektor pertambangan dalam menopang perekonomian daerah.

“Realisasi pendapatan dari sektor pertambangan di Aceh sejak 2017 sampai 2025 mencapai sekitar Rp 2,5 triliun. Ini bukti bahwa sumber daya mineral dan batubara Aceh masih memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara dan daerah,” ujar Said Faisal dalam diskusi bertajuk Masa Depan Pertambangan Aceh, di Banda Aceh, Selasa (28/10/2024).

Ia menjelaskan, penerimaan tersebut bersumber dari dua komponen utama, yaitu iuran tetap (landrent) dan royalti. Iuran tetap merupakan kewajiban tahunan yang dibayarkan oleh pemegang izin usaha pertambangan (IUP), bahkan sebelum kegiatan produksi dimulai. Sementara royalti dihitung berdasarkan volume produksi dan harga jual komoditas tambang.

Saat ini, lanjutnya, terdapat 63 izin usaha pertambangan (IUP) yang telah diterbitkan di Aceh, termasuk sekitar 250 izin skala kecil. 

Namun, hanya 11 IUP yang telah mencapai tahap operasi produksi. Sebagian besar di antaranya merupakan tambang batubara di Aceh Barat Daya dan bijih besi di Aceh Selatan, sedangkan izin lainnya masih berstatus eksplorasi.

“Setiap pemegang IUP diwajibkan membayar iuran tetap sebesar US$4 per hektare per tahun, tergantung pada luas lahan dan status izinnya. Sementara itu, tarif royalti bervariasi tergantung jenis mineral, seperti batubara sebesar 5 persen dari harga jual dan bijih besi sebesar 3 persen,” ungkap Said.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa sesuai dengan Pasal 159 Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), setiap perusahaan tambang juga berkewajiban menyalurkan dana pemberdayaan masyarakat minimal 1 persen dari total nilai penjualan produksi. 

Dana ini disalurkan melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang diarahkan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasi tambang.

“Selain berkontribusi terhadap pendapatan negara dan daerah, sektor pertambangan juga memiliki tanggung jawab sosial yang besar. Kegiatan ini harus mampu memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar,” ujarnya.

Said menilai, dengan tata kelola yang baik dan pengawasan berkelanjutan, sektor pertambangan dapat menjadi salah satu penggerak utama ekonomi Aceh ke depan. 

Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dalam distribusi penerimaan, agar manfaat ekonomi dapat dirasakan secara merata.

“Potensi pendapatan dari sektor ini masih sangat besar. Pertambangan dapat menjadi sumber daya strategis untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh jika dikelola secara profesional dan berkelanjutan,” pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI