Beranda / Ekonomi / PNBP Sektor Pertambangan Aceh Naik dalam 5 Tahun Terakhir, Capai Rp1,58 Triliun

PNBP Sektor Pertambangan Aceh Naik dalam 5 Tahun Terakhir, Capai Rp1,58 Triliun

Jum`at, 08 November 2024 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Plh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Said Faisal dalam diskusi publik bertemakan “Masa Depan Pertambangan di Aceh: Tantangan, Peluang dan Keberlanjutan”, yang dilaksanakan Jurnalis Ekonomi Aceh (JEA) pada Jumat (8/11/2024). [Foto: Nora/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Selama lima tahun terakhir, realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batubara di Aceh terus meningkat, mencapai total Rp 1,58 triliun. 

Dari 2020 hingga 2024, PNBP yang terdiri dari iuran tetap sebesar Rp 31,18 miliar dan royalti sebesar Rp 1.551 miliar menunjukkan kontribusi signifikan bagi pendapatan daerah. 

Data itu dipaparkan oleh Plh Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Said Faisal dalam diskusi publik bertemakan “Masa Depan Pertambangan di Aceh: Tantangan, Peluang dan Keberlanjutan”, yang dilaksanakan Jurnalis Ekonomi Aceh (JEA) pada Jumat (8/11/2024).

“Sektor Mineral dan Batubara (minerba) merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara Indonesia termasuk Aceh. Sumber pendapatan negara dari sektor ini diperoleh melalui berbagai saluran yang mencakup pajak, royalti, izin, dan partisipasi dalam kegiatan operasional perusahaan pertambangan,” jelasnya. 

Said Faisal menjelaskan terkait kewajiban PNBP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2022 tentang penyesuaian terhadap jenis dan tarif atas jenis PNBP pada Kementerian ESDM. 

Regulasi selanjutnya diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1823 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengenaan, Pemungutan, dan Pembayaran/Penyetoran PNBP Mineral dan Batubara. 

Lebih lanjut, ia menjelaskan, Dana Bagi Hasil (DBH) iuran tetap diberikan kepada kabupaten/kota penghasil sebesar 50%, pemerintah provinsi 30% dan 20% untuk pemerintah pusat. 

Sedangkan DBH royalti diberikan untuk kabupaten/kota pengolah 8%, kabupaten/kota lainnya 12%, kab/kota berbatasan 12%, kab/kota penghasil 32%, provinsi 16%, dan 20 pemerintah pusat. 

“Masa depan pertambangan di Aceh menghadapi tantangan besar, namun juga memiliki banyak peluang jika dikelola dengan bijak dan berkelanjutan,” ujarnya. 

Akan tetapi, kata dia, dengan komitmen kuat untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip keberlanjutan, memperkuat pengawasan, melibatkan masyarakat lokal, serta memanfaatkan teknologi ramah lingkungan, sektor pertambangan Aceh dapat berkembang secara positif. 

“Keberlanjutan pertambangan bukan hanya soal memenuhi kebutuhan ekonomi jangka pendek, tetapi juga memastikan bahwa Aceh tetap memiliki sumber daya alam yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang (anak cucu),” imbuhnya. [nor]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda