Minggu, 06 Juli 2025
Beranda / Ekonomi / Susut dan Sisa Pangan Rugikan Indonesia Rp551 Triliun per Tahun

Susut dan Sisa Pangan Rugikan Indonesia Rp551 Triliun per Tahun

Jum`at, 04 Juli 2025 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Direktur Kewaspadaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Nita Yulianis. [Foto: dok. Bapanas]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Permasalahan food loss and waste atau Susut dan Sisa Pangan (SSP) bukan hanya soal limbah makanan yang terbuang. Dampaknya meluas hingga sektor ekonomi, lingkungan, dan ketahanan pangan nasional.

"Ini bukan sekadar isu pemborosan. SSP adalah masalah multidimensi yang memerlukan keterlibatan aktif berbagai pihak," tegas Direktur Kewaspadaan Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Nita Yulianis, Kamis (3/7/2025).

Berdasarkan kajian Bappenas, Nita menyebut bahwa Indonesia mengalami kerugian ekonomi akibat SSP hingga Rp 551 triliun per tahun. Selain itu, limbah pangan menyumbang sekitar 7,29 persen emisi gas rumah kaca (GRK) nasional.

“Dampaknya bukan hanya terhadap lingkungan, tetapi juga terhadap ketahanan pangan dan gizi masyarakat,” ujarnya.

Lebih dari itu, Nita mengungkapkan bahwa pangan yang terbuang -- namun sebenarnya masih layak dikonsumsi -- secara teoritis dapat mencukupi kebutuhan makan 61 hingga 125 juta orang per tahun, atau setara dengan 29 hingga 47 persen populasi Indonesia.

MoU “GRASP 2030”, Bentuk Komitmen Sektor Bisnis

Sebagai langkah nyata, sejumlah pelaku industri pangan menandatangani nota kesepahaman Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan (GRASP 2030), menandai komitmen bersama untuk mengurangi susut dan sisa pangan di sepanjang rantai pasok.

“Sektor bisnis punya peran vital, mulai dari produsen, distributor, pelaku ritel, hingga logistik. Kami dorong kolaborasi nyata untuk memperbaiki sistem pangan nasional,” imbuh Nita.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam pernyataan terpisah menekankan pentingnya inovasi dalam distribusi, efisiensi penyimpanan, hingga redistribusi pangan layak konsumsi sebagai bagian dari upaya kolektif.

“Inovasi dan kolaborasi jadi kunci. Sistem pangan kita harus lebih efisien, adil, dan berkelanjutan,” kata Arief. “SSP bukan semata tantangan, tetapi juga peluang untuk bertindak bersama.” [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI