Jum`at, 03 Oktober 2025
Beranda / Ekonomi / Tambang Emas Ilegal, Bisnis Gelap Rp 360 Miliar yang Dibiarkan

Tambang Emas Ilegal, Bisnis Gelap Rp 360 Miliar yang Dibiarkan

Jum`at, 03 Oktober 2025 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Kondisi hutan di Aceh Barat yang rusak akibat tambang emas ilegal. [Foto: Google Earth via mongabay]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ribuan alat berat jenis beko mencakar tanah Aceh tanpa izin. Laporan Panitia Khusus (Pansus) Minerba dan Migas DPR Aceh menyingkap praktik tambang emas ilegal yang kian menggurita, melibatkan ratusan titik operasi dan aliran uang triliunan rupiah.

Sekretaris Pansus, Nurdiansyah Alasta, menyebut ada sedikitnya 450 titik tambang ilegal tersebar di enam kabupaten. “Lebih dari seribu beko beroperasi. Jika satu unit menyetor Rp30 juta per bulan, potensi perputaran dana mencapai Rp360 miliar per tahun,” ujarnya.

Angka itu mencengangkan. Dari Pidie saja, ditemukan 852 unit beko tersebar di 17 gampong. Aceh Barat mencatat 171 unit, Nagan Raya 152 unit, sementara Aceh Tengah dan Aceh Selatan masing-masing menampung puluhan unit. Data Pansus bahkan menunjukkan, sebaran lokasi tambang emas ilegal sudah menjalar ke sembilan kabupaten dengan 383 titik.

Di balik bisnis tambang ilegal, terselip praktik turunan: distribusi solar subsidi yang dialirkan ke beko-beko tambang. “Ini jelas bukan sekadar tambang liar, tapi juga bisnis BBM ilegal,” kata Askhalani, Koordinator GeRAK Aceh. Ia mengingatkan, dampak paling parah justru kerusakan ekologis yang diwariskan untuk generasi mendatang. “Kita sedang meninggalkan tanah rusak, air tercemar, dan hutan gundul untuk anak cucu.”

Namun, pertanyaan yang mengemuka tetap sama: siapa yang membekingi? Dengan nilai ekonomi ratusan miliar rupiah per tahun, mustahil praktik ini berjalan tanpa keterlibatan aktor kuat baik di lingkaran bisnis, aparat, maupun birokrasi.

Direktur Eksekutif Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur, menilai laporan Pansus seharusnya tidak berhenti di kertas.

“Tambang ilegal bukan hanya merusak lingkungan. Ini sudah menghantam fondasi iklim investasi Aceh,” katanya kepada Dialeksis, Jumat (3/10/2025).

Menurutnya, investor resmi akan berpikir dua kali menanamkan modal jika menyaksikan tambang liar dibiarkan tumbuh dengan bekingan kuat. “Bagaimana mungkin investasi sehat bisa berkembang bila praktik ilegal saja tidak bisa ditertibkan?” kritiknya.

Muhammad Nur menegaskan, pemerintah Aceh harus berani membongkar jaringan aktor di balik tambang emas ilegal. “Selama otak bisnisnya tidak disentuh, laporan Pansus hanya jadi arsip di meja birokrasi,” ujarnya.

Forbina mendorong lahirnya tata kelola investasi baru: transparan, tegas, dan berorientasi lingkungan. “Aceh membutuhkan green investment, bukan tambang liar yang meninggalkan jejak kehancuran,” tegasnya.

Nada serupa datang dari Murizal Hamzah, penulis buku sekaligus wartawan investigasi. MH - sapaan akrab Murizal Hamzah - menilai, temuan Pansus adalah pintu masuk untuk mengurai simpul mafia tambang yang selama ini terlindungi.

 “Jangan sampai laporan ini berakhir sebagai dokumen politik yang dilupakan. Aparat penegak hukum harus diberi mandat dan keberanian untuk menindak, mulai dari operator di lapangan sampai ke aktor intelektual di baliknya,” ujar MH.

MH menambahkan, Mualem sudah memberikan waktu 2 minggu sejak instruksikan dikeluarkan. Artinya batas akhir pertengahan pada Oktober ini sudah ada aksi di rinba Aceh.

Lulusan pelatihan laporan investigasi di Amerika Serikat itu menuturkan yang ditawarkan bukan sekadar operasi penertiban sesaat. Pemerintah Aceh, kata dia, harus membangun model pengelolaan sumber daya berbasis rakyat dengan prinsip transparansi. Pada waktu bersamaan tugas Polri mengusut operator lapangan dan bandar pada tambang emas ilegal hingga ke pengadilan serta menyita beko. Statemen pansus yang menyatakan ada aparat yang terlibat pada tamvang ilegal emas itu harus dibuktikan di ruang pengadilan bukan di ruang dewan atau ruang medsos.

“Skema tambang rakyat berbasis koperasi bisa menjadi alternatif. Negara hadir mengatur, mengawasi, dan memastikan lingkungan tetap terjaga, sementara masyarakat memperoleh manfaat ekonomi secara legal,” katanya.

Menurutnya, praktik tambang emas ilegal selama lebih 15 tahun adalah cermin lemahnya tata kelola dan konsistensi penegakan hukum. Keberhasilan Mualem menata tambang ilegal ke legal akan menjadi warisan terbaik untuk selamatkan ekosistem aceh sepeeti yagbg

“Jika pembiaran ini diteruskan, kerusakan hutan dan air akan lebih cepat terjadi ketimbang Aceh meraih keuntungan jangka panjang. Solusinya tegakkan aturan tanpa pandang bulu, lalu buka ruang investasi yang berkeadilan,” tutup MH. [arn]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI