Kamis, 19 Juni 2025
Beranda / Ekonomi / Waspadai Global Shock, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5,50 Persen

Waspadai Global Shock, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5,50 Persen

Rabu, 18 Juni 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Juni 2025. [Foto: Humas BI]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 5,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada 17-18 Juni 2025. Keputusan ini diambil di tengah inflasi yang terkendali dan stabilitas nilai tukar Rupiah yang tetap terjaga meski ketidakpastian global masih tinggi.

“Keputusan mempertahankan BI-Rate ini konsisten dengan prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang tetap dalam sasaran 2,5±1 persen, serta upaya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah dinamika global,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam keterangan resminya, Selasa (18/6/2025).

Selain itu, suku bunga Deposit Facility tetap ditetapkan sebesar 4,75 persen dan Lending Facility sebesar 6,25 persen.

BI menyebutkan bahwa ruang penurunan suku bunga tetap terbuka ke depan, dengan tetap mengutamakan stabilitas. “Kami akan terus mencermati ruang untuk penurunan BI-Rate, agar kebijakan moneter tetap kondusif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,” lanjut Perry.

Stabilitas Nilai Tukar dan Pasar Keuangan Jadi Fokus

Untuk menjaga nilai tukar Rupiah, BI terus memperkuat strategi stabilisasi dengan melakukan intervensi di pasar valas, baik melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

"Penguatan strategi ini sangat penting di tengah ketidakpastian global akibat tensi tarif dagang antara AS dan mitra dagangnya serta ketegangan geopolitik," kata Perry.

Rupiah sendiri tercatat menguat tipis 0,06 persen pada Juni 2025 dibanding bulan sebelumnya, didukung oleh aliran masuk modal asing dan konversi devisa hasil ekspor (DHE) oleh eksportir.

Inflasi Terkendali, Likuiditas Longgar

BI mencatat inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2025 sebesar 1,60 persen secara tahunan (yoy), jauh di bawah target tengah BI. Inflasi inti berada di 2,40 persen, sedangkan volatile food justru mencatat deflasi 1,17 persen secara tahunan.

“Kami meyakini inflasi akan tetap dalam rentang target hingga akhir tahun. Ini memberikan ruang bagi kebijakan moneter yang lebih mendukung pertumbuhan,” tutur Perry.

Likuiditas sistem keuangan juga dinilai memadai. BI mencatat total posisi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) per 16 Juni 2025 mencapai Rp811 triliun, sementara pembelian SBN hingga pertengahan Juni telah mencapai Rp124,3 triliun.

Kredit Tumbuh, Tapi Perlu Didorong Lebih Jauh

Meski mencatat pertumbuhan kredit sebesar 8,43 persen (yoy) pada Mei 2025, angka ini lebih rendah dibandingkan April 2025. Kredit ke sektor UMKM juga tumbuh lambat, hanya 2,17 persen.

“Kami akan terus mendorong perbankan agar memperluas penyaluran kredit, terutama ke sektor-sektor prioritas,” ujar Perry.

Hingga pertengahan Juni, insentif likuiditas makroprudensial (KLM) telah disalurkan sebesar Rp372 triliun, dengan mayoritas disalurkan ke bank BUMN dan swasta nasional.

Pembayaran Digital Melonjak

BI juga mencatat lonjakan transaksi ekonomi digital. Volume transaksi digital pada Mei 2025 mencapai 3,93 miliar atau tumbuh 27,88 persen (yoy). Transaksi QRIS melonjak 151,70 persen, mencerminkan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran.

“Ini menunjukkan masyarakat makin terbiasa dengan pembayaran non-tunai, dan ini akan terus kami dorong dengan implementasi QRIS antarnegara, termasuk dengan Jepang dan Tiongkok,” kata Perry.

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025

Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh pada kisaran 4,6“5,4 persen di 2025. Momentum pemulihan diperkirakan akan lebih kuat pada semester II 2025, seiring meningkatnya konsumsi rumah tangga, ekspor, dan belanja pemerintah.

“Sinergi kebijakan antara BI dan pemerintah akan terus diperkuat, termasuk melalui program Asta Cita, agar pertumbuhan ekonomi lebih merata dan berkelanjutan,” pungkas Perry.[in]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dpra