Selasa, 23 September 2025
Beranda / Feature / Aroma Pidana Pelatihan Linmas di Aceh Tengah

Aroma Pidana Pelatihan Linmas di Aceh Tengah

Selasa, 23 September 2025 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo
Ricuh suasana pelatihan Linmas di Aceh Tengah (foto/Dok)

DIALEKSIS.COM | Feature - Uangnya bersumber dari rakyat, dana desa. Berpotensi pidana. Di lain sisi, panitia juga belum professional dalam mengelola kegiatan, menghasilkan kegaduhan.

Setelah ribut, panitia mengubah keputusan awal soal uang saku. Miris, ada peserta pelatihan tidak mendapatkan konsumsi. Pihak panitia justru menyebutkan miskomunikasi. Pelatihan Satuan Perlindungan Masyarakat (Linmas) di Aceh Tengah menyisakan drama.

Akankah ada yang terseret pidana dalam kasus ini? "Ini adalah modus dalam rangka untuk bisa menguras dana desa, praktik ini tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi pidana,” kata Alfian MaTA.

Bagaimana kasus ini membuat kegaduhan dan berpotensi pidana? Awalnya Forum Reje Aceh Tengah menyelenggarakan pelatihan Linmas sehari di Gedung Olah Seni Takengon, Sabtu (19/09/2024) dengan mengutip dana Rp 5 juta perdesa.

Ada 220 desa yang ikut ambil bagian dari 295 desa yang ada di sana. Nilai total mencapai Rp 1,1 miliar. Menurut ketua Forum Reje Aceh Tengah, Abdul Wahid, mulanya hanya 160 kampung yang ikut dengan mengirimkan peserta 5 orang perdesa.

Namun pada hari H bertambah 60 desa lagi, dampaknya panitia kelabakan. Konsumsi kocar kacir, ada peserta yang tidak mendapatkan makan siang. Panitia hanya memberikan uang saku Rp 100 ribu untuk seorang peserta.

Aksi protes bermunculan dan menghasilkan kegaduhan. Setelah ricuh ahirnya panitia mengubah keputusanya soal uang saku, bukan Rp 100 ribu, namun Rp 200 ribu untuk seorang peserta. Perhitungan yang tidak matang, atau adanya permainan?

Kegiatan pelatihan ini ada keterlibatan pihak ketiga. Ada tekanan kepada para kepala desa, bila tidak mengikuti pelatihan ini, maka dana desa mereka akan diutak atik Aparat Penegak Hukum (APH), para reje akan berhadapan dengan hukum.

Dibawah tekanan, para kepala desa “terpaksa” menurut. Mengeluarkan uang desa Rp 5 juta dan mengirimkan Linmas untuk pelatihan. Ahirnya pelatihan ini menghasilkan kegaduhan.

Soal adanya isu tekanan dari pihak tertentu agar kegiatan ini dilaksanakan, dibantah oleh Abdul Wahid, ketua Forum Reje. Menurutnya tidak ada keterlibatan pihak ketiga atau tekanan Aparat penegak hukum.

Menurutnya dalam keterangan kepada media, biaya Rp 5 juta perdesa, dipergunakan untuk pelaksanaan pelatihan mulai dari menyiapkan konsumsi makanan dan souvenir lainnya.

"Pajak makanan itu besar pak. Ditambah lagi untuk kebutuhan lain seperti souvenir. Kita juga memberikan biaya transportasi para peserta Rp 200 ribu untuk kegiatan satu hari," sebut Wahid yang juga membantah keterlibatan pihak ketiga atau tekanan aparat penegak hukum (APH) dalam kegiatan pelatihan Linmas ini.

“Kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang timbul.Peristiwa ini tidak terlepas dari adanya miskomunikasi serta jumlah peserta yang membludak di luar perkiraan,” sebut Wahid.

"Biaya transportasinya sudah kita tambah menjadi Rp 200 ribu. Yang perlu diketahui, acara ini dari kita untuk kita, tidak ada niat untuk mencari keuntungan. Kegiatan pelatihan itu menindaklanjuti Surat Edaran Mendagri tentang pengaktifan Linmas dan pos Kamling.

Sementara itu, Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) Aceh Tengah, lembaga resmi yang mengayomi pemerintah desa tidak mengetahui dan terlibat dalam pelatihan ini. “Apdesi tidak tahu dan tidak terlibat dalam pelatihan ini,” kata Idrus Saputra, ketua Apdesi Aceh Tengah.

Kuras Uang Rakyat Potensi Pidana

Kegiatan pelatihan Linmas di Aceh Tengah yang berbuah kericuhan ini adalah upaya menguras dana rakyat dan berpotensi pidana. Bila forum reje menyebutkan tidak ada tekanan dalam pelaksanaan kegiatan ini, namun berbeda pandangan yang disampaikan Alfian MaTA.

Besarnya nominal anggaran dan keterlibatan pihak ketiga dalam kegiatan tersebut dinilai oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) sebagai modus untuk menguras dana desa.

Koordinator MaTA, Alfian mengatakan bahwa kegiatan yang difasilitasi oleh pihak ketiga dari Medan. Mengindikasikan bahwa dana desa telah menjadi "objek manfaat" bagi berbagai pihak di tingkat kabupaten dan kota.

"Kesan yang nampak hari ini, ketika gagasan dan terobosan yang sifatnya dari desa, itu selalu menjadi objek manfaat bagi para pihak, terutama di kabupaten, yang sasarannya dana desa," ujar Alfian kepada TribunGayo.com pada Senin (22/9/2025).

Ia menegaskan bahwa ide-ide dari pemerintah pusat tidak seharusnya selalu bermuara pada pengucuran dana desa sebanyak-banyaknya, seperti yang terjadi pada program penguatan Linmas ini.

Menurut Alfian, kegiatan ini sangat janggal karena Satlinmas di Aceh Tengah sudah aktif dan baru saja bertugas selama pemilihan umum (Pemilu). "Ini adalah modus dalam rangka untuk bisa menguras dana desa," tegas Alfian.

Alfian menyoroti pengakuan salah seorang reje yang mengaku mendapatkan keuntungan sebesar 7 persen dari pengelolaan anggaran kegiatan. Praktik ini, menurutnya, tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi pidana.

"Tidak ada dasar hukum atau aturan yang membenarkan. Praktik ini jelas berpotensi pidana," kata Alfian.

MaTA juga mengidentifikasi adanya indikasi keterlibatan lembaga-lembaga negara di daerah yang turut "bermain" dalam kasus ini untuk mendapatkan keuntungan dari acara tersebut. Modus yang sering digunakan, yaitu melibatkan pihak ketiga yang berasal dari luar Aceh.

"Pengalaman MaTA ketika men-tracking kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan desa di Kabupaten Bireuen, kita sempat lacak, alamatnya di Tebing Tinggi. Ketika kita cek, alamat itu memang rumah orang, bukan kantor. Kantornya dalam tas," ungkap Alfian.

Untuk itu, Alfian mendesak Bupati Aceh Tengah untuk memberikan atensi serius pada masalah ini. Alfian berharap agar setiap kebijakan terkait pengelolaan dana desa, termasuk penguatan kapasitas Linmas, dibahas terlebih dahulu di level kabupaten.

"Bupati harus tegas, sehingga dana desa ini tidak menjadi ajang pengurasan oleh para pihak. Kami berharap aparat penegak hukum benar-benar mengawasi dana desa ini agar digunakan untuk warga mereka," jelasnya.

Menurut coordinator MaTA, banyak kebutuhan riil di desa-desa yang seharusnya menjadi prioritas utama, seperti infrastruktur dan ekonomi. Mengalihkan dana desa untuk kegiatan yang diragukan urgensinya, apalagi dengan indikasi adanya pihak-pihak yang mengambil keuntungan, dinilai sebagai langkah yang tidak rasional dan merugikan masyarakat.

Negeri dingin Aceh Tengah masih digaduhkan soal pembahasan pelatihan Linmas yang membuat gaduh dan keuntunganya masuk dalam kantong pihak tertentu. Potensi pidana.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
bpka - maulid