kip lhok
Beranda / Feature / Bawahan Jadi Sapi Perah di PEMA Kasusnya Sampai Ke Kejati

Bawahan Jadi Sapi Perah di PEMA Kasusnya Sampai Ke Kejati

Kamis, 07 November 2024 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

PT PEMA. Foto: Kolase Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Feature - Punya kekuasaan sebagai pemimpin menjadikan bawahanya sebagai sapi perah, bukanlah peristiwa yang asing terdengar. Kali ini dugaan pemerasan itu menimpa perusahan plat merah di Bumi Serambi Mekkah.

Tidak tanggung-tanggung hasil “pemerasan” yang dilakukan direksi ini mencapai Rp.1.357.503.000. Pegawai yang dijadikan lahan oleh direksi ini terpaksa menyerahkan setoran ke atasan. Namun sepandai-pandainya menyimpan bangkai, bau busuknya tercium juga.

Perusahaan Daerah Pemerintah Aceh (PEMA) kini menjadi perhatian publik. Direksinya dilaporkan ke Kejati Aceh karena melakukan pemerasan terhadap bawahanya. Kutipanya juga beragam tergantung jabatan, mulai dari nilai Rp 80 juta bahkan ada yang mencapai Rp 190 juta.

Kasus ini terkuak ketika Kepala Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Banda Aceh, Yuni Eko Hariatna melaporkan adanya dugaan pemerasan dan pungutan liar di Perusahaan Plat Merah Pemerintah Aceh ke Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh.

Menurut Haji Embong panggilan akrab ketua YARA ini, pihkanya mendapatkan informasi mengenai adanya dugaan pemerasan atau pungutan liar di lingkungan Perusahaan Daerah Pemerintah Aceh (PEMA) oleh Oknum Direksi terhadap beberapa pegawai di PEMA.

Dalam penjelasanya ke media, Haji Embong menuturkan, pihaknya yang sudah melaporkan perkara ini kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, ada dua oknum direksi yang melakukan pungutan liar. Peristiwa itu terjadi dalam rentang waktu tanggal 10-16 juli 2024 yang lalu.

Dalam menjalankan aksinya, bagaikan mengeluarkan resep obat yang harus dipenuhi karyawanya. Kedua oknum Direksi PEMA memberikan secarik kertas kuning. Di kertas itu sudah tertera angka, jumlah yang harus disetor oleh karyawan.

Setoran itu merupakan uang jasa uang jasa produksi (Bonus) yang diterima oleh para pegawai. Rincian uang bonus yang harus disetorkan oleh pegawai kepada direksi dari 10 pegawai yang nilainya bila ditotal mencapai Rp 1.357.503.000.

Menurut YARA yang melakukan investigasi bonus tersebut merupakan hak pegawai yang seharusnya tidak dilakukan pemotongan oleh direksi.

“Dalam catatan investigasi yang kami lakukan, jumlah yang kumpulkan oleh oknum Direksi dari sepuluh pegawai tersebut ada terkumpul sekitar 1,3 milyar. Uang tersebut dipotong dari uang hak jasa produksi dari para pegawai PEMA,” jelas Haji Embong.

“Pegawai ini posisi mereka ini dalam tekanan, tidak bisa melawan, karena dilakukan oleh oknum Direksi yang berposisi sebagai pimpinan di PEMA. Angka yang diminta dituliskan pada secarik kertas kuning yang sudah bertuliskan nominal yang harus diberikan kepada kedua direksi,” jelasnya.

Menurut Haji Embong, tindakan meminta pembayaran yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berlaku atau pungutan liar (Pungli). Ini merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan termasuk tindakan korupsi.


Dalam KUHP, pelaku pungli dijerat dengan Pasal 368 ayat (1), “Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Menurut Embong, dua Direksi PEMA yang melakukan pemungutan tidak berdasar dan disertai dengan tekanan/ancaman, merupakan penyelahgunaan kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 368 ayat (1) KUHP.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Haji Embong memohon agar Kejaksaan Tinggi Aceh memberikan atensi penindakan hukum terhadap peristiwa yang terjadi pada PEMA sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Tindakan meminta pembayaran yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berlaku atau pungutan liar (Pungli) merupakan salah satu bentuk kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dan termasuk tindakan korupsi. Dalam KUHP, pelaku pungli dijerat dengan Pasal 368 ayat (1).

“Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

“ Atas tindakan kedua direksi ini, kami meminta atensi dari Kejaksaan Tinggi Aceh agar dilakukan langkah hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pinta ketua YARA ini.

Spontan PEMA menjadi heboh. Perusahaan Pemerintah Aceh ini menjadi sorotan publik, karena ada dugaan sapi perah di sana. Pihak PEMA juga bereaksi memberikan tanggapan atas kejadian yang mencoreng wajah perusahaan plat merah ini.

Manajemen PT PEMA akan segera melakukan penelusuran dan investigasi tentang kebenaran informasi ini. Humas PT PEMA, Cut Nanda Risma Putri dalam keteranganya menjawab media menyebutkan pihaknya akan melakukan investigasi.

Cut Nanda dalam keteranganya Senin (4/11/2024) menyebutkan, pihaknya baru mendapat informasi dugaan pungli tersebut dari sejumlah media. “Kami baru menerima informasi ini dari teman-teman media,” jelasnya.

“Manajemen PT PEMA akan segera melakukan penelusuran dan investigasi tentang kebenaran informasi ini,” ujarnya.   

Bagaimana kelanjutan dari hasil investigasi YARA yang menyebutkan ada pemerasan di perusahaan Pemerintah Aceh ini. Apakah kasus dugaan adanya aksi menjadikan bawahan sebagai sapi perah di perusahaan ini akan terkuak terang benderang?* Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda