Cerutu Gayo Bercitara Rasa Unik Berkualitas Dunia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Negeri dalam pelukan gunung ini bukan hanya dikenal dengan kopi yang berkualitas dunia. Banyak tanaman lain di dataran tinggi berhawa sejuk ini yang kualitasnya tidak kalah dengan tanaman di belahan dunia lain.
Ada alpukat mentega super, sayur mayur dan tidak ketinggalan tembakau. Tanah Gayo yang dikenal dengan keindahan alamnya, ternyata menghasilkan sejumlah tanaman berkualitas dunia.
Tembakau misalnya, dari jaman dahulu tembakau Gayo diminati dan gemari konsumen. Hampir seantaro nusantara tembakau Gayo dikenal dengan cita rasanya. Kini tembakau Gayo sudah menjadi incaran beberapa pengusaha besar.
Dampaknya, penanganan panen tembakau juga mengalami perubahan. Catatan Dialeksis.com, di Gayo ada dua versi pengolahan panen tembakau. Pertama menggunakan pola lama. Petani usai memetic daun tembakau, kemudian merajangnya dan menjemur.
Ada jenis tembakau kuning yang dijemur dan kini muncul trend tembakau hijau. Baunya menyengat bagai canibis yang dibakar. Dua jenis pengolahan tembakau ini masih menganut pola leluhur di Gayo.
Namun dengan adanya permintaan sejumlah perusahaan, pengolahan tembakau Gayo juga mengalami perubahan. Setelah dipetik, petani tidak lagi merajangnya. Namun mengeringkanya sampai tiga bulan tanpa terkena matahari.
Tembakau yang dikeringkan tanpa terkena sinar matahari inilah kemudian diolah menjadi rokok cerutu, yang saat ini sudah trend di Gayo, khususnya di Aceh Tengah.
Ada beberapa pengrajin cerutu Gayo yang mulai mengolahnya dengan otodidak dan manual. Ada nama Gayo Mountain Cigar (Cike Uten Renggali) dan muncul nama SWY Gayo Tiga.
Bahkan Nova Iriansyah, Gubernur Aceh dan Shabela Abubakar, Bupati Aceh Tengah sudah mempromosikan cerutu Gayo, ketika dua pejabat ini mengunjungi Gayo Mountain Cigar. Cerutu ini kini sudah beredar di pasaran secara resmi.
Dialeksis.com pada pekan pertama Juli 2021, sempat bertandang ke SWY Gayo Tiga, tempat pembuatan cerutu secara manual, dengan alat yang masih sederhana. Namun menghasilkan kualitas cerutu yang tak kalah dengan cerutu yang dipasarkan dunia.
Sri Waluyo, begitu nama pengrajin cerutu ini disapa. Dia membuat rokok cerutu, awalnya karena tidak tahu tembakaunya mau dijual kemana. Tidak ada harga dipasaran.
“Daripada terbuang begitu saja, mulailah saya manfaatkan berlatih membuat rokok cerutu. Apalagi saya perokok, ya tembakau ini saya manfaatkan,” sebut Waluyo sambil menatap jejeran tembakau yang sudah dikeringkan di kediamanya di Paya Tumpi, Komplek Pertanian Takengon.
Saat itu, sebutnya, dia menanami tembakau disela tanaman kopi dikebunya. Lumanyan banyak ada 25.00 batang tembakau. Namun ketika panen harganya tidak bagus, terpaksa Waluyo mengeringkanya tanpa terkena matahari selama tiga bulan.
Tembakau itu disostir sesuai dengan urutan panen. Kemudian disortir kembali untuk menentukan usia tembakau. Makin coklat menandakan makin tua. Dua minggu sekali dipetik, karena kalau dibiarkan menguning, daun tembakaunya akan hitam bila mengering.
Tembakau yang ditanamnya jenis tapak burik, ada juga jenis Virginia, dimana menurutnya di Gayo ada 12 jenis tembakau Virginia, ada jenis tembakau harvana dan culoko. Ada 40 jenis tembakau sepengatuanya tumbuh dan berkembang di Gayo.
“Saya tidak punya keahlian mencincang tembakau seperti yang dilakukan petani tembakau di Gayo, makanya tembakau milik saya ya saya keringkan tanpa kena sinar matahari,” sebut Waluyo yang memberikan sebatang cerutu kepada penulis.
Awalnya pada Februari 2021, dia iseng-iseng membuka youtube, ingin tahu bagaimana membuat cerutu. Kemudian semangatnya itu dia tuangkan dalam karya, mengolah tembakau yang sudah dijemurnya menjadi rokok cerutu.
Dia membagi lembaran tembakau ini menjadi tiga. Untuk finishing dia pergunakan tembakau bagian ujung, karena tipis. Untuk filer bagian awal tangkai tembakau, sementara untuk binder dia gunakan bagian tengahnya.
Hasil karyanya setiap hari dia perbaharui sambil belajar otodidak. Mulailah cerutu Waluyu dikenal oleh kerabat dan koleganya. Cerutu itu dibagi-bagikanya, selain memperkenalkan cerutu buatanya juga meminta masukan dan saran.
Sudah lebih 1.000 batang cerutu yang telah dilintingnya dari jemari tanganya yang sudah terbilang tidak muda lagi. Setelah mengalami proses, ahirnya dia buatlah pengepres cerutu dari kayu. Proses pengepresan cerutu itu terbilang lama, sampai 24 jam.
Kebetulan Waluyo juga mahir dalam pertukangan, dia mampu mengolah papan setebal 1 sentimeter dengan panjang 50 CM ini, dia buat sampai 13 lubangi untuk mengepres cerutu. Ada beberapa ukuran lubang pengepres ini, mulai dari 1 CM sampai dengan 3 CM.
Mulailah dia membuat cerutu Gayo antara 1 CM sampai dengan 3 CM dengan panjang antara 13,5 sampai 15 CM. Pembuatanya memang masih manual, hanya mengandalkan alat pengepres dari kayu.
Bahkan iseng, Waluyo membuat cerutu yang terbilang besar. Diameternya mencapai 3 senti, namun ukuranya panjang mencapai 80 cm meter. “Cerutu panjang ini kalau mau dihisap bisa, “ sebutnya sambil melepaskan tawa sembari memegang cerutu terbesar yang pernah dibuatnya.
Walau masih diolah secara manual, cerutu SWY Gayo Tiga sudah banyak diminati, dan sudah banyak yang memesanya. Baik dari kalangan pejabat, pengusaha, bahkan sejumlah tamu yang bertandang ke Takengon, serta mereka yang gemar cerutu.
Melihat minat ini, Waluyo mulai mengurus izin untuk mengembangkan cerutu dan sudah mengurus bea cukai agar cerutu WSY Gayo Tiga dapat dipasarkan secara legal dan ada pemasukan buat negara.
“Doakan saja semoga semuanya berlangsung mulus, kita juga bisa memasarkan cerutu,” sebut lelaki yang juga ahli mengembangkan sejumlah bibit tanaman ini baik kopi dan alpukad.
ASN yang berprofesi sebagai guru ini mengakui ilmunya belum mendalam dalam menciptakan cerutu, namun dia terus berlajar dan senantiasa melakukan inovasi dalam mengembangkan cerutunya.
“Bila ingin professional dan menghasilkan cerutu berkelas dunia, kita siap mempasilitasi. Mengirimkan pengrajin cerutu untuk mengikuti pendidikan, “ sebut Shabela Abubakar, Bupati Aceh Tengah ketika diminta Dialeksis.com tanggapanya.
Shabela mengakui banyak pihak kini sudah melakukan kontrak dengan petani tembakau Gayo, karena kualitas tembakau Gayo yang baik. Koperasi tembakau Gayo juga semakin tumbuh dan berkembang. Ini prospek yang baik, jelas bupati yang sudah meyakinkan sejumlah pengusaha tembakau.
Cerutu Gayo kini sudah mulai dikenal dengan citarasa yang unik. Bahkan pada satu ketika, karena penasaran ahirnya Waluyo membeli cerutu berkelas dunia, cerutu Kuba. Dia mengajak rekan-rekanya untuk menikmati cerutu buatanya dan membandingkan dengan cerutu buatan Kuba.
Hasilnya, cerutu Gayo yang diolah SWY Gayo Tiga, tidak kalah citarasanya dengan cerutu buatan negara Kuba. Bahkan cerutu Gayo memiliki citarasa yang unik. Tidak getir ketika dihisap.
“Memang unik citarasa cerutu Gayo ini,” sebut Ketut Wiradnyana, ketua Badan Arkelogi Medan yang mengepulkan asap cerutu SWY ketika dia bertandang ke Takengon. Kepulan asap dari mulut Ketut ini penulis saksikan, penggali sejarah perabadan dan nenek moyang orang Gayo ini mengakui citarasa cerutu Gayo itu unik.
Tembakau Gayo memang sudah dikenal dengan kualitasnya, kini sebagian pengrajin tembakau di sana tidak semuanya mengolah tembakau secara tradsionil. Merejangnya paska panen, namun sudah ada pengrajin yang mengemasnya dalam bentuk cerutu.
Citarasanya unik, tidak kalah dengan cerutu berkelas dunia dari Kuba. Padahal pengolah cerutu di Gayo belum sepenuhnya professional, masih menggunakan peralatan manual, seperti SWY Gayo Tiga misalnya. Namun cerutu yang dihasilkanya memiliki citarasa yang unik.*** ( Bahtiar Gayo)