Dicekal Keluar Negeri Kasus BRA Tinggal Menunggu Tersangka
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
DIALEKSIS.COM| Feature- Siapa yang menabur dia akan menuai, siapa yang menggigit cabai, dia akan merasakan pedasnya. Siapa akan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan benih ikan kakap dan pakan rucah BRA?
Hanya menunggu waktu, apalagi penyidik sudah menyurati sejumlah pejabat, dicekal untuk tidak ke luar negeri. Lebih 50 saksi sudah diminta keteranganya.
Dari keterangan para saksi sudah tergambar adanya permainan dalam proyek senilai Rp 15 miliar lebih, di Kabupaten Aceh Timur yang bersumber dari APBA Perubahan tahun 2023.
Siapa yang akan ditetap sebagai tersangka? Menggunakan uang rakyat harus diminta pertanggungjawabanya.
“Benar, surat itu sudah kita layangkan, untuk bisa ditetapkan agar mereka yang akan diperiksa ini tidak ke luar negeri,” ungkap Kasi Intelijen Kejati Aceh, Mukhzan dalam kegiatan media Gathering di Kantor Kejati Aceh, Rabu (22/5/2024).
Walau Mukhzan tidak menjelaskan siapa saja yang dicekal itu, namun dia membenarkan pencekalan itu terhadap beberapa pejabat terkait kasus pengadaan bibit ikan kakap di BRA ini.
Namun dia memberikan sinyal, salah satunya berinisial S. Hasil pemeriksaan terhadap pejabat ini nantinya akan dievaluasi. Artinya bakal ada tersangka dalam kasus ini, apalagi statusnya sudah tahap penyidikan, keterangan saksi sudah ada gambaran dan bukti pendukung di lapangan sudah didapatkan.
“Tunggu tanggal mainnya, pasti penyidik akan memeriksa semua yang terindikasi korupsi pengadaan benih ikan itu,” sebut Kasi Intelijen Kajati Aceh.
Bila Anda berhak menerima bantuan, namun bantuan itu tidak disalurkan kepada Anda, atau hanya diberikan “sedikit”, bervariasi, sebagai kompensasi, apakah Anda akan diam ketika kasus itu bermasalah?
Ketika Anda diminta keteranganya sebagai saksi, apakah Anda akan mengungkapkan fakta apa adanya? Keterangan para saksi ini dan saksi lainya, sudah didapatkan pihak penyidik Kajati Aceh.
Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melakukan pemeriksaan terhadap 50 saksi di Aceh Timur terkait kasus dugaan korupsi pada Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Para saksi diperiksa di ruang pemeriksaan di Kejari Aceh Timur selama dua hari, dari Senin dan Selasa (20-21/5/2024).
"Telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi sebanyak 50 orang yang terdiri atas pengurus beserta anggota kelompok diduga penerima serta para keuchik dan camat tempat lokasi pengadaan," kata Plt Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, SH.
Menurut penyidik, para ketua kelompok tidak pernah menerima bantuan dari BRA, namun rata-rata mereka hanya menerima uang tunai dengan jumlah bervariasi.
Selain itu, perusahaan penyedia barang juga tidak pernah melakukan pekerjaan sesuai dengan kontrak dan hanya dijanjikan fee atas peminjaman perusahaan.
Hasil pemeriksaan para saksi, sehari setelahnya pihak penyidik melayangkan surat melakukan pencekalan terhadap sejumlah pejabat yang terlibat dalam kasus ini untuk tidak keluar negeri.
Sebelum kasus ini mencuat kepala Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri, kepada media menjelaskan, pihaknya sudah menyalurkan pengadaan bibit ikan kakap dan pakan rucah kepada kelompok nelayan.
Ada 9 kelompok nelayan yang menerima bantuan dari BRA anggaran tahun 2023 ini. Pertama kelompok Sobat Nelayan, Gampong Seunebok Baroeh, Kecamatan Darul Aman. Rp 1,750 miliar.
Kedua ada nama kelompok Makmur Beusare, Gampong Bagok Panah, Kecamatan Darul Aman. Rp 1,750 miliar. Ketiga kelompok Cabang Utama, Gampong Kuala Idi Cut, Kecamatan Darul Aman. Rp 1,750 miliar.
Selanjutnya kelompok Bintang Timur, Gampong Matang Seuleumak, Kecamatan Nurussalam. Rp 2 miliar. Ada nama kelompok Jasa Rakan Mandum, Gampong Teupin Pukat, Nurussalam. Rp 1,5 miliar.
Ada kelompok Doa Ibu, Gampong Teupin Pukat, Kecamatan Nurussalam. Rp 1,750 miliar. Ketujuh ada nama Ka Kumatsu, Gampong Peulawi, Kecamatan Nurussalam. Rp 1,750 miliar.
Selanjutnya kelompok Gudang Meuh, Gampong Meudang Ara, Kecamatan Nurussalam. Rp 1,750 miliar, dan Raja Meujulang, Gampong Baroh Bugeng, Kecamatan Nurussalam. Rp 1,750 miliar.
Kasus ini mencuat kepermukaan, karena para kelompok nelayan itu tidak menerima bantuan seperti yang tertera dalam anggaran, mereka hanya menerima uang yang nilainya bervariasi.
Pihak penyidik kini semakin mendalami dalam pengelolaan uang negara yang diperuntukan untuk para korban konflik ini, demi memperbaiki tatanan hidupnya.
Siapa yang menabur dia akan menuai, setiap perbuatan akan diminta pertanggungjawabanya, bukan hanya dihadapan manusia, namun dihadapan sang pencipta. *** BG