Gayo Lut Akan Hasilkan Listrik 88 MW, Mungkinkah PLN Pusing?
Font: Ukuran: - +
Negeri berhawa sejuk, penghasil kopi arabika terbaik dunia, pada tahun 2023 nanti akan menghasilkan arus listrik mencapai 88 Mega Watt. Di sana ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan 1 dan 2.
Bila PLTA Peusangan mampu menghasilkan arus listrik mencapai 88 MW, apakah pihak PLN akan pusing? Mengapa PLN pusing? Bukankah semakin diuntungkan dengan bertambahnya daya listrik mencapai 88 MW?
Untuk saat ini saja, PLN Aceh sudah surplus daya listrik. Kebutuhan Aceh sudah terpenuhi, akan lebih surplus lagi bila nantinya PLTA Peusangan beroperasi. Kemana pihak PLN akan menjual arus listrik ini?
Untuk sejenak, mari kita lihat dulu perkembangan calon penghasil listrik mencapai 88 MW ini, di negeri Gayo Lut, Aceh Tengah. Negeri yang subur dan alamnya yang indah, sebuah kabupaten dengan Danau Lut Tawar yang yang menjadi penentu kelangsungan PLTA Peusangan.
Proyek pembangkit listrik di Gayo Lut, Aceh Tengah ini sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1990-an. Namun pelaksanaanya terhenti dan dibatalkan. Pada masa konflik Aceh kegiatan di PLTA ini sepi, tidak ada aktivitas. Baru pada tahun 2011 proyek pembangkit listrik di Gayo Lut ini dikontrakkan dan kembali dilanjutkan.
“Insya Allah PLTA Peusangan 1 dan 2 pada tahun 2023 akan beroperasi. Total biaya untuk proyek ini mencapai Rp 5 triliun,” sebut Rahadiarta Wirawibawa, Manajer Bagian Teknik pada UPP KITSUM 5 PLTA Peusangan kepada rombongan media gathering yang berkunjung ke Burni Bius Silih Nara, Aceh Tengah, Selasa (6/04/2021).
Menurut Rahadiarta, kontrak baru dilakukan pada 2 Mei 2011 (lot I- Main Civil works Hyundai- PT.PP J/V) dengan durasi 134 bulan. Sementara di Lot II- Metal works WIKA- Amarta J/O dilaksanakan pada 8 Mei 2012, dengan durasi 126,8 bulan.
Dilanjutkan kontrak dengan Andritz Hyrdo selama 108,4 bulan, pada 21 Oktober 2013, disusul dengan TL 150kV& SS PT BBS & PT KBI J/O dengan durasi 78,4 bulan.
Sebelum dilakukan kontrak dengan sejumlah perusahaan ini, warga di sana sempat berpikiran PLTA Puesangan sudah mati dan tidak dilanjutkan lagi. Sejak dilakukan pembebasan lahan pada tahun 1990-an, kemudian didirikan perkantoran, setelah itu aktivitas PLTA “mati suri”. Apalagi ketika negeri ini dibalut konflik Aceh.
Namun kini Rahadiarta yang mewakili PLTA kepada media gathering dimana Abdul Mukhlis General Manager PLN Aceh unit induk wilayah, juga ikut serta bersama rombongan, dengan penuh keyakinan menyatakan PLTA Peusangan akan beroperasi pada 2023.
Rahadiarta bukan hanya menjelaskan tentang perkembangan PLTA Peusangan yang saat ini sudah mencapai 84,96 persen. Namun, membawa rombongan berkeliling masuk terowongan dengan kedalaman lebih dari 120 meter di bawah tanah, jaraknya dari mulut terowongan mencapai 1 kilometer lebih.
Udara di sana terasa pengab, di bawah tanah ini banyak terowongan yang sudah dibangun dengan ketinggian 30 meter dan lebarnya mencapai 20 meter. Di dalam tanah ini ada terowongan access tunnel nomor 1 power house, nantinya di sana akan dibangunan gedung bertingkat yang menyimpan daya listrik. Dari sanalah listrik itu didistribusikan.
“Kalau ada yang mengatakan proyek PLTA Peusangan mangkrak, sangat keliru. Pekerjaan berlangsung di dalam terowongan. Seperti yang kita lihat saat ini,” sebut GM PLN Aceh, Abdul Mukhlis, kepada wartawan yang ikut bersamanya mengenakan sepatu boad dan topi pengaman.
Diantara suara ketang keting, besi beradu dengan palu dan bebatuan di dalam terowongan ini, Rahadiarta menambahkan penjelasanya. Para pekerja itu sedang menyiapkan power house, lokasi penempatan turbin raksasa yang akan menyemburkan energi listrik hingga 88 MW.
“Sekarang sedang berlangsung pekerjaan fondasi turbin,” jelasnya. Di sana nanti akan ada dua turbin. Kedua pembangkit listrik ini akan digerakan oleh kekuatan air yang dialirkan ke sana melalui pipa berdiameter 2,5 meter dari ketinggian 150 meter.
“Kita hanya mengalihkan jalanya air Krung Peusangan ini. Airnya masuk ke terowongan untuk menggerakan turbin, kemudian air itu akan kembali keluar ke Krung Peusangan yang muara ke Peusangan Bireun, langsung menuju laut,” sebut GM PLN Aceh Abdul Muis.
Menurut Abdul Mukhlis, pembangkit listrik ini akan menghasilkan 88 MW dan biaya operasional rendah bila dibandingkan dengan PLTD. PLTA biaya awalnya yang besar, namun operasional dan perawatanya rendah, sementara PLTD biaya awalnya tidak terlalu mahal, namun biaya operasionalnya tinggi.
Karena biaya peratawan PLTD tinggi, pilihan dijatuhkan kepada PLTA. Walau biaya awalnya sangat besar, namun ketika arus listrik sudah dihasilkan, pihak PLN akan mengutip pundi pundi rupiah, karena biaya operasionalnya kecil.
26 wartawan dari berbagai media ini dipandu T. Bahrul Halid, Manager Komunikasi PLN Unit Induk Wilayah Aceh dan tidak ketinggalan Mukhtar Juned atau lebih dikenal dengan sapaan MJ. Asisten Manajer Manajemen Stakeholder PLN unit Induk wilayah Aceh ini orang yang dekat dengan wartawan.
Selain meninjau pembangun fisik PLTA Puesangan, wartawan yang tergabung dalam media gathering ini juga diajak untuk melihat sistem kerja Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Angkup, Aceh Tengah.
Tantangan dan Peluang Buat PLN
Aceh dulu kewalahan memenuhi kebutuhan listrik. Untuk memenuhi kebutuhan puncak mencapai 495 MW perhari, Aceh masih minta tolong ke Sumut dengan kapasitas sekitar 150-200 MW.
Namun, setelah pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) Arun II beroperasi, yang menghasilkan daya listrik 254 Mega Watt (MW), Aceh sudah mandiri dan surplus listrik.
Belum lagi nantinya beroperasi sejumlah pembangkit listrik lainya, seperti PLTA Peusangan 88 MW, PLTU Nagan I dan II, yang kapasitasnya mencapai 2 x 100 MW, ditambah PLTA Tampur, Aceh Timur, kapasitas daya listriknya mencapai 300- 400 MW.
Bila seluruh pembangkit listrik ini beroperasi, Aceh akan benar- benar surplus daya listrik. Mau dipasarkan kemana? Ini mungkin yang membuat pihak PLN pusing. Rumit memang, kekurangan daya pusing, harus didatangkan dari Sumut. kelebihan daya juga pusing, belum ada gambaran mau dipasarkan kemana.
GM PLN Aceh Abdul Mukhlis seperti merasa “pusing” mau dipasarkan kemana arus listrik ini. Menjawab Dialeksis.com ketika dilangsungkan pertemuan di UPP KITSUM 5 PLTA Peusangan, Burni Bius, Aceh Tengah, walau melemparkan senyum, terucap juga kata pusing dari mulutnya.
“Ya Aceh surplus daya listrik, pusing juga mau dipasarkan kemana,” sebut Abdul Mukhlis sambil melemparkan senyum menatap Dialeksi.com.
Sebenarnya tidak harus pusing, semua itu anugerah Tuhan untuk rakyat Aceh. Aceh surplus sesuatu yang dibutuhkan masyarakat. Pihak PLN harus menjawab tantangan ini dengan mendapatkan siapa yang membutuhkan listrik.
Tantangan ini merupakan peluang bagi PLN untuk menambah pemasukan. Setiap tantangan akan ada jawabanya, bila diusahakan dengan sungguh.
Bagi wartawan yang ikut dalam media gathering, mereka tidak pusing. Justru hepi-hepi, selain mendapatkan informasi tentang perkembangan PLTA Peusangan, sebagian wartawan ini merasakan tantangan arung jeram di Lukup Badak.
Aliran sungai arung jeram di Lukup Badak ini, airnya akan dipergunakan untuk membangkitkan turbin PLTA Puesangan. Targetnya tahun 2023 PLTA ini sudah beroperasi. Bila benar beroperasi, Aceh benar benar surplus listrik. Bravo, semoga PLN tidak pusing menjual daya listrik yang berlebih ini. **** ( Bahtiar Gayo)