Haili-Muchsin Tabuhlah Gendang Agar Rakyatmu Ikut Menari!
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo

DIALEKSIS.COM | Feature - Lencana di dada sudah disematkan, menandakan Haili dan Muchsin punya kewajiban memimpin Aceh Tengah lima tahun ke depan. Sebagai “ceh”, Haili - Muchsin harus menabuh gendang, agar rakyatnya ikut menari.
Sebagai nakhoda, pasangan ini harus mampu mengendalikan kemudi. Pandai mengukur kekuatan angin, sehingga kapal tidak terhempas, karam di tengah lautan. Apalagi negeri dalam aroma kopi ini sedang sakit.
Aceh Tengah dihinggapi sejumlah penyakit, yang perlu “resep” khusus dalam penangananya. Disaat negeri ini sedang mati suri, banyak persoalan yang belum terselesaikan, ditambah lagi muncul “persoalan” baru. Pemerintah pusat sudah melakukan pengurangan dana transpers.
Nilainya sangat terbilang besar untuk Aceh Tengah yang sedang dilanda defisit. Pemangkasan transpers dana pusat itu mencapai Rp 64.678.049.000.
Catatan penulis, ada sejumlah persoalan yang krusial di Aceh Tengah, butuh penangangan serius. Soal mutasi misalnya, kinerja ASN, para kepala Dinas bagaikan tubuh tidak memiliki ruh. Lembaga pemerintah ini seperti mati suri.
Sangat banyak jabatan yang kosong dan hanya diisi oleh Plt. Kekosongan jabatan itu membuat para ASN lesu darah, mereka hanya melaksanakan tugas sekedar menunaikan kewajiban, belum serius membangun daerah.
Pasangan Haili Yoga dan Muchsin Hasan, mengetahui dengan detail bagaimana kinerja ASN yang bagaikan ayam kehilangan induk. Dalam sebuah kesempatan, pasangan ini bertemu dengan penulis, mereka mengakui bagaimana lemahnya “ruh” ASN saat ini dalam melaksanakan tugasnya.
Untuk mengisi jabatan kosong yang cukup banyak itu, tentunya harus menempatkan orang orang yang kapabel. Memiliki kemampuan dan keahlian untuk sebuah jabatan, bukan hanya sekedar kewajiban, atau memuaskan tim pemenangan untuk membalas budi.
Memikirkan orang orang yang berjasa dalam pertarungan memperebutkan BL 1 G, adalah sebuah keharusan. Namun menjalankan amanah, memikirkan nasib publik, nasib negeri ini adalah sebuah kewajiban, karena amanah itu sudah diletakan di pundak Haili dan Muchsin.
Haili-Muchsin, setelah resmi mengenakan lencana di dada sebagai pemimpin di Gayo Lut, bukan lagi milik HAMAS, namun sudah milik publik. Pasangan ini harus membangun untuk publik, bukan membangun untuk pendukungnya.
Haili-Muchsin harus menabuh gendang, menyesuaikan diri mengikuti irama, agar rakyatnya juga bergerak ikut menari. Bila salah menabuh rapai, akan menyebabkan terkilir kaki penari. Rakyat akan mengikuti langgam sang pemimpin dalam mengalunkan irama.
Bagaimana soal defisit Rp 119 miliar yang sudah dua tahun mendera Aceh Tengah? Sampai saat ini publik belum disuguhkan angka yang pasti tentang perkembanganya. Apakah sudah jauh berkurang? Tentunya menjadi kewajiban Haili dan Muchsin untuk menormalkan keadaan.
Apakabar dengan nasib para nasabah PT BPRS Gayo Perseroda, sebuah bank milik Pemda Aceh Tengah. Nasib mereka terkatung-katung. Nasabah dirugikan karena ada “maling” di internal bank, dengan praktik debitur fiktif.
Soal bank plat merah ini, Pemda Aceh Tengah akan menutup operasional BPRS. Penutupan itu menurut Pemda menjadi syarat utama agar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat menyelesaikan pembayaran dana nasabah. Namun selesaikah persoalanya? Nasabah masih menjadi pihak yang dirugikan.
Belum lagi persoalan banjir ketika hujan melanda Takengon, khususnya kawasan seputaran kota. Menjadi pemandangan yang mengusik kenyamanan kota wisata. Haili- Muchsin harus menyiapkan formula, agar ada catatan sejarah, sehingga di masa kepemimpinanya kota Takengon terbebas banjir. Mampukah?
Kini Aceh Tengah dihadapan dengan tantangan baru, pemerintah pusat sudah memangkas anggaran. Menurut Plt. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan (BPKK) Aceh Tengah, Sukirman, pengurangan anggaran itu Rp 64.678.049.000.
Pengurangan DAU (Dana Alokasi Umum) bidang Pekerjaan Umum sebesar Rp 24.384.923.000. DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik bidang Jalan dan Penugasan Jalan sebesar Rp 32.608.506.000. DAK Irigasi sebesar Rp 6.005.017.000. dan Dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp 1.679.603.000.
Kebijakan pemangkasan ini tentunya membuat penyelenggara pemerintah harus ikat pinggang. Namun dibalik itu, Haili-Muchsin harus mewujudkan visi dan misinya yang sudah mereka tebarkan ke publik saat berlangsungnya hingar bingar Pilkada.
Bukan pekerjaan yang mudah, saat negeri ini sedang “sakit”, namun harus bergerak “menabuh” gendang agar rakyat ikut menari.
Tidak semudah membalik telapak tangan. Namun semua persoalan itu menjadi tantangan buat Haili-Muchsin untuk membangun formula baru. Saat daerah dihadapkan dengan sejumlah persoalan, ditambah lagi pemangkasan anggaran, beban itu akan semakin berat.
Tentunya beban yang berat itu sudah menjadi “kewajiban” semua jajaran, semua jajaran harus berdiri tegak, mengikuti irama yang ditabuh. Khsususnya para pendukung juga untuk saling bahu membahu, bukan justru menambah masalah baru. Para tim pemenang harus mengerti keadaan negeri ini sedang sakit.
Demikian dengan wakil rakyat, jangan terlalu memaksakan diri dalam persoalan Pokir. Lihatlah bayang-bayang, ukur kekuatan daerah dalam memenuhi keinginan. Negeri ini lagi membutuhkan lantunan nada yang sama dalam menggerakan pembangunan.
Kolaborasi dan sinergitas dari semua pihak, menjadi kunci suksesnya Haili-Muchsin menabuh gendang. Tentunya sang pemimpin juga harus menyesuaikan irama. Harus pandai memanfaatkan moment. Kapan menampilkan tari Guwel, kapan disuguhkan tari munalo.
Bila salah menabuh gendang akan terkilir kaki penari. Haili Yoga dan Muhcsin Hasan harus mampu mencipta irama. Tidak ada istilah “pasrah” dengan keadaan, bila ingin negeri ini baik. Haili-Muchsin harus menunjukan kekuatanya, bukan hanya mampu merebut kekuasan, namun mampu menjalankan amanah yang sudah diberikan.
Rakyat sangat berharap, bupati dan wakil bupati nantinya akan seirama dalam mengikuti “tepok didong” hingga amanah mampu dijalankan dengan baik. Mereka tidak terpecah. Ibarat mencincang air, walau ada yang membelahnya, namun akan kembali bersatu. Negeri Gayo Lut membutuhkan “ceh” yang punya karakter dalam mengalunkan nada.
Sehingga “peningkah” seirama dalam menepuk kanvas. Haili Muchsin, tabuhlah gendang, agar rakyatmu ikut menari. Beban berat di pundak akan terasa ringan, bila dilakukan dengan ihklas dan penuh pengabdian.
Berkaryalah, agar dicacat dengan tinta emas dalam relung sanubari rakyatmu! Irama apa yang akan ditabuh pasangan ini?. [bg]
Berita Populer

.jpg)