Sabtu, 28 Juni 2025
Beranda / Feature / Hutan Lindung Bur Kelieten Ditebang, Mengapa Dibiarkan?

Hutan Lindung Bur Kelieten Ditebang, Mengapa Dibiarkan?

Jum`at, 27 Juni 2025 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Hadi Rindiani, aktivis perempuan pecinta lingkungan hidup



DIALEKSIS.COM|feature- Puncak tertinggi di Kabupaten Aceh Tengah adalah Bur Kelieten. Dari puncak gunung itu terlihat danau laut tawar dan bila tidak berkabut, mata akan memandang hamparan kota Takengon.

Namun gunung dengan ketinggian 2.930 meter dari permukaan laut ini menjadi sorotan dan perhatian. Hutan lindung di area gunung ini sudah ditebangi, kerusakanya sudah mulai parah. Diperkirakan antara 20 sampai 30 hektar.

Hutan lindung itu sudah beralih fungsi, akan dijadikan lahan perkebunan oleh oknum perusak lingkungan. Melihat kenyataan ini pihak yang cinta lingkungan bersuara, meminta APH untuk bertindak dan tidak membiarkan kerusakan hutan lindung ini terus berlangsung.

Aktivis lingkungan dari Gayo Conservation, Abrar Syarif dalam keterangnya kepada media, dia mengaku miris dengan oknum yang melakukan penebangan di kawasan hutan lindung, Bur Kelieten di Kecamatan Bintang ini.

“Kalau kita lihat dari kejauhan, saat ini mungkin sudah ada 20 hingga 30 hektar yang dilakukan penebangan. Bur Kelieten memiliki peran yang cukup penting dalam ekosistem Danau Lut Tawar,” jelasnya.

Bur Kelieten memiliki banyak arul (aliran sungai kecil) yang mengarah langsung ke Danau Lut Tawar. Alur itu mengalir ke persawahan dan ada juga yang melintas di air terjun Mengaya,” kata Abrar.

Aktivitas ilegal dengan menebang kawasan Bur Kelieten, sudah cukup lama dibiarkan. Ini cukup mengkhawatirkan bagi keberlanjutan pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati sebagaimana termaktub di Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990,” sebutnya.

Alih fungsi lahan di Bur Kelieten, selain berpotensi merusak ekosistem juga mengurangi suplai air ke danau, hal ini juga akan berdampak pada kebutuhan air bersih dan persawahan masyarakat.

“Kita berharap dari pihak terkait seperti KPH dan APH agar sesegera mungkin mengambil tindakan agar hal ini tidak berlanjut lagi dan berdampak pada banyak pihak,” pintanya.

Sementara itu, Hadi Rindiani Aktivis (Mahasiswa Gajah Putih Pecinta Alam) mendesak adanya kebijakan konkret. Dinas Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Provinsi Aceh jangan tidur, membiarkan,Bur Kelieten menangis.

Aktivis Perempuan Mahagapa (Mahasiswa Gajah Putih Pecinta Alam) ini sangat menyesalkan Dinas Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh lambat dalam bertindak. Penebangan liar yang massif ini dibiarkan.

“Hutan bukan komoditas”, Dinas Lingkuhan Hidup dan Kehutanan jangan tidur. Wajib mengeluarkan kebijakan konkret, dan tegas untuk berkelanjutan hidup. Jangan hanya janji kosong,” sebutnya.

“Ini bukan lagi soal lingkungan semata tapi soal keberlangsungan hidup rakyat Gayo Lut dan Kabupaten Aceh Tengah, “ ujar Hadi Rindiani, yang sering mendaki kawasan Bur Kelieten ini.

Aktivis Perempuan Mahagapa ini mendesak Dinas Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh untuk turun ke lokasi (Bur Kelieten) untuk mengecek lokasi yang dirambah. Wajib meningkatkan pengawasan di kawasan hutan lindung dan konservasi di lokasi Bur Kelieten.

Menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam perambahan hutan Bur Kelieten dan harus melibatkan masyarakat adat dan lokal dalam perlindungan hutan di area kawasan Bur Kelieten.

“Ini peringatan keras dari aktivis perempuan Mahagapa. Jika Dinas Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh terus mengabaikan, kami Aktivis lingkungan yang ada di Kabupaten Aceh Tengah, khususnya Mahagapa akan turun dengan gerakan yang lebih besar,” sebut perempuan pecinta lingkungan ini.

Hingga saat ini, belum ada tindakan resmi dari pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, dan Provinsi Aceh serta Dinas Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh.

Melihat kenyataan ini, Ketua Umum Mahagapa, May Deni Syaputra, juga bersuara lantang. Dia meminta semua pihak tidak mengangap sepele dengan isu ini, dimana Bur Kelieten berurai air mata.

Kondisi krisis Bur Kelieten akibat penebangan liar tidak bisa lagi ditangani dengan retorika belaka.

Dinas Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh tidak hanya hadir secara simbolis, tetapi juga mengambil langkah-langkah nyata dan sistematis yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Pasal 50 ayat (3) huruf e dan pasal 48 ayat 5, pintanya.

Bur Kelieten (gunung yang terlihat) selama ini dijadikan oleh mereka pecinta lingkungan sebagai ajang untuk menguji kekuatan fisik dalam pendakian, juga sebagai sarana obyek wisata yang mengundang pesona, seluruh sisi Aceh Tengah (Takengon) dapat dilihat dari puncak gunung arah tenggara Danau Lut Tawar ini.

Namun, ahir ahir ini hutan lindung ini mulai dirambah oleh oknum-oknum yang ingin mengalihkan fungsi gunung kebanggaan Gayo ini. Haruskah Bur Kelieten beralih fungsi dari hutan lindung? *** 


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dpra