Nek Nurbaiti Walau Renta Tetapi Pantang Meminta-Minta
Font: Ukuran: - +
Nurbaiti (80) saat menjajakan dagangannya di sebuah kursi taman, lapangan merdeka Kota Langsa. Foto diabadikan Rabu (28/4/2021)
DIALEKSIS.COM | Langsa - Pagi itu, di bangku taman yang terbuat dari semen di Lapangan Merdeka Kota Langsa, seorang perempuan renta tampak berbaring tertidur melepas rasa kantuk. Mungkin efek menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Angin sepoi dan sejuknya udara pagi itu membuat perempuan yang telah berusia 80 ini menikmati tidurnya walau tanpa alas empuk. Tak terlihat keluhan pegal atau kram otot meski untuk berjalan sehari-hari menggunakan bantuan tongkat kayu sederhana. lututnya sering kesakitan faktor usianya yang tentu telah senja.
Kepada Dialeksis.com Rabu (28/02/2021, Nurbaiti mengaku bahwa ia seorang janda yang kini tinggal bersama adik kandungnya di Gampong Alue Dua , Bakaran Batee Kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa.
Tak ada anak kandung yang menemaninya lagi, dikarenakan anak semata wayang dan suaminya telah meninggal dunia.
“Anak saya perempuan satu, udah meninggal diusia 16 tahun. Suami juga udah lama meninggal. Saya udah janda sejak usia 16 tahun. Jadi daripada saya hidup sendiri, adik saya suruh saya tinggal bersama keluarganya saja. Alhamdulillah adik saya dan anak-anaknya baik dengan saya” ujarnya sambil sesekali tersenyum ketika berbicara,” sebut nenek ini.
Meski telah berusia lebih dari Indonesia merdeka, nenek satu ini terlihat masih cukup kuat , ramah dan mudah tersenyum walau tanpa gigi. Telah dua tahun ia menjalani profesi sebagai penjual asongan / pedagang keliling yang menjajakan keripik. Dari cara bicara yang masih kental berlogat Batak, Nurbaiti mengaku bahwa kampung asalnya adalah di Kota Binjai, Sumatera Utara.
Tiap hari, baik bulan Ramadhan atau tidak, Nurbaiti berdagang di seputaran Lapangan Merdeka Kota Langsa. Ia berangkat pagi menggunakan angkutan umum dan pulang sore atau terkadang malam hari menggunakan becak.
“Saya bosan dirumah terus tidak ada kegiatan, apalagi saya masih sehat. Jadi dengan adanya keripik-keripik yang dimasak oleh adik saya, maka bagus saya jualan aja. Saya lebih senang daripada sama sekali tidak berusaha dan bisa menambah uang pemasukan buat saya sendiri,” tuturnya.
Bagi warga Kota Langsa yang melewati lapangan merdeka, tentu nek Nurbaiti akan selalu terlihat. Mengenakan sarung , berpostur gemuk dengan kulit hitam manis ,beristirahat dibangku taman dibawah pohon dengan sebuah kardus Aqua yang berisi beberapa macam keripik.
Terkadang jika hujan turun, sambil tertatih tatih mengenakan tongkat menahan sakit lututnya, ia berteduh dengan naik ke atas tribun lapangan merdeka sambil menyeret kardusnya, cukup kewalahan diusia nya harus menaiki anak tangga.
Mengenai pendapatan, Nurbaiti mengakui bahwa keuntungannya cukup lumayan. Walau terkadang ada hari-hari yang dagangannya tidak laris, namun tertutupi dengan hari berikutnya.
“Satu 5 ribu, beli 10 ribu dapat tiga. Kali ini cuma ada dua macam, peyek dan keripik pisang. Rezeki udah diatur Tuhan, ” katanya.
Diakui Nurbaiti, selalu saja ada orang baik yang menemuinya untuk memberi makanan tanpa dirinya harus mengantri, meski di bulan ramadhan.
“Kalau puasa begini kadang ada mobil yang bagi-bagi nasi atau takjil, sering orang berebut-rebut dan ada satu orang sampai dapat 3 bungkus. Saya duduk aja, ngak sanggup mengantri, tapi Alhamdulillah saya juga dikasi dan diantar ke tempat saya. Itulah kan, namanya rezeki. Tapi saya ngak pernah meminta-minta sama orang,” tuturnya.
Janda, renta, susah berjalan karena harus mengenakan tongkat. Dari segi fisiknya yang lemah dan mudah menggugah rasa kasihan. Tak jarang Nurbaiti disangka peminta-minta padahal ia hanya duduk saja disamping dagangannya.
Hal itu diakui Nurbaiti membuatnya kesal, karena meski ia telah tua namun pantang baginya menjadi peminta-minta.
“Saya bukan minta-minta, perhatiin aja. Minta itu gak jadi sedekah, gak halal. Tapi kalau dikasi walau seribu itu halal. Jadi orang pernah salah sangka, dikira saya pengemis. Ya saya jawab coba lihat ada ngak saya meminta-minta ke warung-warung atau di jalan. Pantang bagi saya,” sebutnya.
Selama tiga puluh tahun tinggal di Langsa, sebagai janda renta ia tentu mendapat bantuan sosial dari pemerintah. Berjualan keripik di pusat kota baginya cukup mudah untuk ia lakoni. Terlebih keadaan Kota Langsa yang nyaman dan akses menuju toilet atau mushalla juga dekat dan bersih.
“Saya suka berjualan disini, mushalla dan toilet dekat di Bambu Runcing. Lebih baik bekerja daripada berpangku tangan dirumah mengharap rasa kasihan keluarga,” katanya.
Nek Nurbaiti adalah salah satu dari nenek-nenek yang memilih menjadi pedagang keliling. Ramainya warga yang menghabiskan waktu di lapangan merdeka Kota Langsa, tentu sasaran empuk bagi para pedagang keripik atau jajanan keliling lainnya.
Mengingat usia, beberapa perempuan paruh baya yang masih kuat berjalan namun melakoni sebagai peminta-minta dari satu warung ke warung lainnya. Berharap seribu atau dua ribu seikhlas pelanggan masih terlihat berlalu lalang.
Ya peminta-minta atau pengemis itu pilihan.Ironisnya beberapa peminta-minta masih terlihat sehat, muda namun tak malu untuk menemui setiap orang agar memberinya uang.
Sementara nenek yang berusia telah 80 tahun ini percaya, rezeki telah diatur sang kuasa. Akan sampai ke tangannya dengan berbagai cara dan tak boleh dengan kita yang meminta-minta.
Bahkan ia juga tak pernah memaksa atau menyuruh dengan nada penekanan agar orang yang berlalu lalang dapat membeli jajanannya. Namun meski demikian, selalu saja ada orang yang membeli, namun tak mau uang kembaliannya atau ada yang menghampiri lalu memberinya uang.
“Kadang-kadang beli keripik, uang kembaliannya dikasi saya. Di bulan puasa ini juga kemarin ada polisi datangi saya terus kasi saya uang. Tapi kalau pagi gini memang sepi pembeli, nanti sore atau malam baru ada. Ya Alhamdulillah,” tutupnya. ****(Sherly Maidelina)