Pokir DPRA Sesama Anggota Dewan Berbohong, Bagaimana Dengan Rakyat?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Ilustrasi: ekorantt.com
DIALEKSIS.COM | Sesama sendiri di parlemen mereka bisa berbohong. Walau saban hari mereka bertemu. Bagaimana dengan rakyat yang mereka taburkan dengan janji-janji?
Publik dikejutkan dengan tersebarnya buku pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRA tahun 2023. Dialeksis.com, sudah menurunkan beritanya. Fantastis! Segini Jumlah Usulan Pokir Anggota DPR Aceh di APBA 2023.
Bercerita soal Pokir DPRA, soal kebohogan bukan hanya kali ini saja yang mencuat ke publik. Kasus beasiswa 2017 misalnya, publik sudah dibohongi. Tidak semua penerima beasiswa itu benar-benar yang berhak menerimanya. Ada 620 orang “mahasiswa” yang bermasalah. Ada juga yang berhak menerimanya, namun kembali terjadi mafia. Ada pemotongan.
Kasusnya bagaikan mengurai benang kusut, berlarut larut, walau akhirnya pihak Polda Aceh sudah menetapkan 10 tersangka, pada Oktober tahun lalu. Kasusnya masih bergulir, belum ada putusan tetap.
Kini, soal usulan Pokir DPRA tahun anggaran 2023 kembali mengejutkan publik. Benarkah ada perampokan seperti disampaikan anggota DPRA? Sesama anggota DPRA saja mereka berani berbohong, bagaimana dengan publik yang senantiasa diberikan angin surga dengan janji-janji.
Banggar DPRA sudah membohongi anggota DPRA yang non Banggar. Sebuah pertunjukan ke publik, bagaimana sikap orang-orang terhormat yang duduk di parlemen dalam menjalankan misinya. Sesama mereka saja saling menikung. Memanfaatkan keuatan dan kesempatan, walau harus mengingkari janji.
Benarkah berbohong. Kalau publik yang mengatakanya, mungkin kita perlu pembuktian lebih dalam untuk menguak faktanya. Namun bagaimana kalau anggotanya sendiri yang mengatakan ini pembohongan dan disampaikanya ke media?
Simaklah pernyataan anggota DPRA dari Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi. Dia mengaku terkejut dengan pagu yang diterima pimpinan dan anggota Banggar DPRA.
Seperti yang diberitakan Serambinews.com, Asrizal menyebutkan, pagu pokir yang diterima pimpinan dan anggota Banggar dengan anggota non Banggar telah terjadi ketimpangan yang luar biasa.
"Banggar DPRA bohongi anggota non banggar. Sebab awal tahun 2022 anggota non banggar disepakati 15 miliar. Yang banggar 20 miliar," sebutnya.
Namun faktanya, lanjut Asrizal, Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yaya menerima dana pokir yang nilainya sangat fantastis yaitu Rp Rp 135 miliar lebih. Sedangkan para wakil ketua bervariasi mulai dari Rp 91 miliar lebih, Rp 85 miliar lebih, hingga Rp 74 miliar lebih.
Sementara anggota Banggar menerima pokir hingga puluhan miliar. Sedangkan anggota non Banggar hanya menerima Rp 8 miliar lebih.
"Dengan alasan tahun ini otsus tinggal 1 persen, maka anggota non banggar tinggal 8 miliar. Mungkin anggota banggar di daerah 10 miliar," katanya.
"Kenapa faktanya, anggota non banggar 8 miliar, anggota banggar 20 miliar. Sedangkan dana otsus kita sudah tinggal 1 persen atau tinggal 3 triliun lebih lagi," ucap Asrizal kesal.
Sebagai anggota DPRA non banggar, Asrizal merasa dikelabui oleh anggota banggar. "Belum pernah sejarah pimpinan (dapat dana pokir) menembus angka 100 miliar lebih untuk ketua dan wakil ketua sampai 90 lebih," sebutnya lagi.
"Ini belum pernah dalam sejarah. Biasanya 25 miliar, maksimum 40 miliar untuk ketua. Jadi pagu pokir pimpinan sekarang 2 kali lipat. Ini perampokan namanya," sebut Asrizal.
Apakah karena anggota non Banggar mendapatkan bagian yang kecil lantas Asrizal mengungkapkanya ke publik, atau pertimbangan dengan keadaan keuangan Aceh yang dikatakanya tinggal 1 persen atau sekitar Rp 3 triliun lebih.
Sudah menjadi rahasia umum, di dalam Pokir pemiliknya akan mendapat kompensasi dari yang diperjuangkanya. Bagaikan sebuah kelaziman ada hak “pawang” yang tidak tertulis.
Apakah usulan Pokir ini sebagai upaya untuk memperkecil kemiskinan di Aceh? Benarkah resep yang diperjuangkan orang orang terhormat di DPRA merupakan obat yang “mujarab” untuk memperkecil kemiskinan di Aceh?
Apakah orang-orang dengan lencana emas di dada ini mau mengamalkan saran dari Mendagri Tito Karnavian? Dimana Mendagri, Tito Karnavian dengan tegas menyebutkan Aceh belum kreatif dalam memanfaatkan dana lima besar tertinggi di Indonesia.
Aceh anggarannya masih bergantung pada transfer pusat. Pendapatan dari PAD kecil. Komposisi belanjanya sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai barang jasa. Untuk rakyat hanya 20-25 persen. Itu juga setiap tahunya ada Silpa.
Mendagri Tito Karnavian berharap, di 2023 kesempatan emas mengubah manajemen, agar berpikir sebagian besar anggarannya untuk rakyat dan bisa mengembangkan potensi yang bisa mendatangkan PAD.
Tito menjelaskan, harusnya belanja pegawai, administrasi dan lainnya itu lebih kecil dibanding dana belanja modal untuk kepentingan masyarakat. Dia juga menyebutkan, Aceh memiliki dana besar serta telah menerima dana otonomi khusus (otsus) sejak 2008 dengan total sekitar Rp 95 triliun.
"Anggaran (Aceh) nomor 5 terbesar di Indonesia dengan penduduk hanya 5 juta harusnya bisa memberikan impact," jelasnya.
Menurutnya, permasalahan Aceh masih miskin meski dana melimpah adalah kesalahan manajemen yang harus diselesaikan. Dia meminta uang Aceh tidak berhenti di tingkat elite pejabat saja. Mendagri meminta penjabat kepala daerah di Aceh untuk memperbaiki permasalahan tersebut.
Apakar usulan Pokir yang mengejutkan ini disaat dana Otsus hanya tinggal 1 persen, merupakan jawaban anggota Banggar dalam upaya mengentaskan kemiskinan, memperkecil mereka yang masih dikatagorikan dalam kelompok dhuafa?
Hingar bingar soal Pokir DPRA mengelinding bagaikan mencari muaranya. Sesama anggota DPRA saja sudah saling “menjegal”, lantas bagaimana mereka mempertanggungjawabkan amanah yang diberikan rakyat? Inilah negeri yang mendapatkan dana Otsus!.