kip lhok
Beranda / Gaya Hidup / Bahayanya Body Shaming Kalangan Remaja Di Dunia Maya

Bahayanya Body Shaming Kalangan Remaja Di Dunia Maya

Minggu, 06 September 2020 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

[Foto: Ilustrasi]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Seiring meningkatnya penggunaan media sosial di masa pandemi, kita pun lebih sering berinteraksi dengan orang lain yang tidak kita kenal sebelumnya. 

Media sosial juga menjadi tempat di mana orang-orang menilai setiap unggahan kita, baik itu status, kiriman link berita, video, atau foto yang memperlihatkan penampilan kita. 

Komentar yang datang dari warganet terkait foto penampilan kita bisa bermacam-macam, mulai dari pujian hingga komentar yang dapat membuat kita merasa putus asa terhadap penampilan atau bentuk tubuh kita ( body shaming).

Body shaming di internet bisa berupa komentar sarkastik dan sinis atau komentar yang mengolok-olok bentuk tubuh kita secara gamblang. 

Menurut Dr. Kedar Tilwe, Psikiater dan Seksolog di Hiranandani Hospital, India, platform media sosial bisa menjadi tempat yang mengerikan karena banyak orang tidak memberikan identitas aslinya. Mereka bisa mengeluarkan komentar pedas, picik dan jahat. Seringkali pula komentar dari warganet tidak relevan dengan unggahan atau topik yang dibahas. Ketika seseorang dihadapkan pada body shaming, hal itu dapat menurunkan harga diri mereka dan menyebabkan krisis kepercayaan diri bagi sang korban.

Body shaming yang dialami seseorang bisa memicu penyakit kejiwaan seperti depresi, gangguan panik, gangguan kecemasan sosial, hingga gangguan dismorfik tubuh (obsesi berlebihan terhadap bagian tubuh yang dianggap memiliki kekurangan).


Perempuan, terutama di masa remaja lebih rentan mengalami body shaming di dunia maya. Lalu, adakah cara untuk mencegah body shaming di dunia maya?

1. Manfaatkan kebijakan dan sistem di media sosial terkait Kesadaran media sosial adalah sesuatu yang perlu kita ketahui, mencakup kesadaran tentang protokol, tipe warganet, dan etika menggunakan media sosial. Sebagian besar media sosial memiliki kebijakan terkait konten dan sistem untuk melaporkan ujaran kebencian. Kita harus memanfaatkan kebijakan dan sistem yang berlaku di media sosial untuk melaporkan warganet yang melakukan tindakan body shaming. 

2. Personal coping Seperti apa pun citra tubuh (body image) kita, itu adalah urusan kita. Itu harus dijadikan kesadaran. Kita juga perlu menyadari perbedaan antara dunia maya dan dunia nyata. Ini bisa membantu kita menghadapi body shaming dengan lebih mudah. Dekatkan diri kepada keluarga atau teman, dan cobalah mengutarakan apa yang mengganggu kita. Jika kita sulit membicarakannya dengan orang lain, gunakan teknik relaksasi yang biasa kita lakukan.

3. Minta bantuan kepada ahli Seseorang dengan kecemasan, pikiran negatif yang konsisten, depresi, dan toleransi stres yang rendah terkadang tidak bisa bertahan menghadapi body shaming.

Cognitive-Behavioral Therapy (CBT), Rational Emotive Behavior Therapy (REBT), konseling atau pengobatan yang sesuai dapat membantu kita untuk melawan body shaming. Jadi, jangan ragu untuk melakukan bimbingan dengan psikiater atau ahli kesehatan mental.

4. Melawan balik Platform media sosial pada dasarnya adalah komunitas atau jaringan. Jika kita melihat seseorang menjadi korban body shaming, kita bisa melawan pelaku dengan mengungkap identitasnya. Hal ini juga akan membuat korban merasa mendapat dukungan dan jaminan yang ia butuhkan.

5. Menanamkan kesadaran Body shaming terjadi di semua kelompok usia, tetapi biasanya dimulai sejak masa remaja. Tanamkan kesadaran mengenai body shaming kepada anak-anak melalui program kesadaran atau diskusi terbuka, atau berikan contoh yang membuat anak-anak menyadari bahaya body shaming [Kompas]. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda