Beranda / Gaya Hidup / Melihat Potensi Ekonomi Pisang Sale dari Simpang Beutong Pidie

Melihat Potensi Ekonomi Pisang Sale dari Simpang Beutong Pidie

Minggu, 29 Desember 2024 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pisang Sale di Simpang Beutong, Pidie, Provinsi Aceh. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aceh, dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya, selalu menawarkan cerita menarik yang tak habis digali. Salah satu kekayaan budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Aceh adalah makanan khasnya, yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia tahun 2022

Salah satu yang paling ikonik adalah pisang sale, produk olahan berbahan dasar pisang yang menggambarkan cita rasa dan keunikan tradisi Aceh.

Di Simpang Beutong, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, pisang barangan menjadi komoditas andalan masyarakat. Setiap hari, truk-truk besar terlihat berlalu-lalang, mengangkut hasil perkebunan pisang dari wilayah ini ke berbagai daerah, bahkan hingga keluar Aceh. 

Keberadaan kebun pisang yang subur, baik di ladang milik warga maupun di kawasan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan, menjadi bukti potensi ekonomi lokal yang sangat menjanjikan.

Di sepanjang jalan lintas nasional Banda Aceh-Medan, kios-kios sederhana berdiri berjajar. Di sinilah para pedagang menjual pisang barangan segar maupun produk olahannya seperti pisang sale. 

Salah satu pedagang yang menjadi ikon di Simpang Beutong adalah Zainab, seorang ibu paruh baya yang telah puluhan tahun mengolah dan menjual pisang sale khas Aceh.

Zainab memulai usahanya sejak 20 tahun lalu. Dengan menggunakan resep turun-temurun, ia mengolah pisang barangan menjadi pisang sale yang renyah dan manis. 

"Pisang ini bukan hanya sekadar makanan, tapi juga cerita budaya kami," ungkap Zainab ketika ditemui di kiosnya.


Menurut Zainab, pisang yang dijualnya adalah hasil kebun warga sekitar. Proses pengolahan pisang sale dilakukan dengan cara tradisional. Setelah dijemur di bawah terik matahari, pisang dipanggang menggunakan bara api hingga mengeluarkan aroma khas. 

"Inilah yang membuat rasa pidang sale kami berbeda. Prosesnya alami dan tanpa bahan pengawet," tambahnya.

Zainab juga menceritakan bagaimana usahanya tidak hanya memberi penghasilan bagi keluarganya tetapi juga membantu perekonomian warga sekitar. 

"Pisang yang saya jual ini berasal dari kebun-kebun kecil warga. Setiap pembelian di sini berarti mendukung keluarga-keluarga petani," katanya.

Tak hanya menjadi camilan lezat, pisang sale juga memiliki peran penting dalam budaya Aceh. Pada acara adat seperti pernikahan dan kenduri, pisang sale sering dihidangkan sebagai bagian dari tradisi menjamu tamu.

"Kami percaya bahwa makanan tradisional adalah simbol penghormatan kepada tamu dan leluhur," jelas Zainab.

Meski pisang sale dari Simpang Beutong sudah terkenal, Zainab mengakui ada tantangan besar yang dihadapi, seperti persaingan pasar dan ketergantungan pada cuaca dalam proses pengeringan.

"Saya berharap generasi muda bisa terus melestarikan makanan tradisional ini. Jangan sampai hilang karena modernisasi," harap Zainab.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI