Rina Suryani Oktari Jadi Pembicara di Harvard University
Font: Ukuran: - +
Dr. Rina Suryani Oktari, S.Kep, M.Si bersama para peserta diskusi. Foto: Kolase Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Dr. Rina Suryani Oktari, S.Kep, M.Si, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (USK), menjadi salah satu pembicara pada International Workshop on Climate-Resilient Development in Southeast Asia di Harvard University, Amerika Serikat.
Workshop ini melibatkan narasumber dan peserta dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Austria, Belanda, Australia, Singapura, Qatar, Brunei Darussalam, Vietnam, Thailand, dan Filipina. Tujuannya adalah berbagi pengetahuan dan praktik baik dalam upaya meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim di Asia Tenggara.
Dalam presentasinya, Dr. Rina memaparkan hasil risetnya terkait peran layanan kesehatan primer dan data kesehatan dalam menghadapi risiko kesehatan akibat perubahan iklim. Ia menekankan perlunya strategi dan rencana mitigasi serta adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, termasuk sistem kesehatan yang siap menghadapi risiko lokal.
"Kesehatan merupakan salah satu sektor yang terkena dampak signifikan akibat perubahan iklim. Oleh karena itu, sistem kesehatan perlu memperkuat dan meningkatkan kapasitas dalam upaya mitigasi dan adaptasi," ujar Dr. Rina.
Ia menambahkan bahwa sektor kesehatan perlu lebih siap menghadapi dampak perubahan iklim, salah satunya dengan memahami efeknya pada kesehatan masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan pengumpulan dan interpretasi data sebagai bahan masukan kebijakan dan strategi adaptasi.
"Penelitian kami mengembangkan Dashboard CORE-STEP untuk mendukung sistem layanan kesehatan dengan menyajikan visualisasi data, seperti sejarah kejadian bencana, tren penyakit yang sensitif iklim, upaya adaptasi masyarakat, dan kapasitas layanan kesehatan," jelasnya.
Riset yang dipaparkan Dr. Oktari merupakan bagian dari kolaborasi internasional antara Fakultas Kedokteran USK dan School of Medicine and Dentistry, Griffith University. Penelitian ini didanai oleh Pemerintah Australia melalui KONEKSI dan melibatkan berbagai lembaga lain, termasuk Kementerian Kesehatan, ICLEI, CARI!, Universitas Mataram, Universitas Pattimura, dan Yayasan LAPPAN. Riset ini dilaksanakan di Kota Banda Aceh, Mataram, dan Ambon sejak 2023.