Senin, 05 Mei 2025
Beranda / Gaya Hidup / Viral Aksi Perundungan di SMP Pidie Jaya, Psikolog Beberkan Dampak dan Solusi

Viral Aksi Perundungan di SMP Pidie Jaya, Psikolog Beberkan Dampak dan Solusi

Senin, 05 Mei 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Dialeksis | Banda Aceh - Sebuah video yang memperlihatkan aksi perundungan terhadap siswa SMP Negeri 2 Bandar Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, menjadi sorotan publik setelah beredar luas di media sosial. Dalam rekaman berdurasi beberapa menit itu, terlihat seorang pelajar menjadi korban kekerasan fisik dan verbal oleh sejumlah teman sekelasnya di lingkungan sekolah. Insiden ini memantik kecaman masyarakat, sekaligus mengangkat pertanyaan tentang peran lingkungan pendidikan dalam mencegah tindakan kekerasan antarsiswa.

Menanggapi hal ini, Dra. Nur Janah Alsharafi, Psi, MM, Psikolog sekaligus Direktur Psikodista Konsultan, menjelaskan bahwa perundungan (bullying) merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang dengan tujuan melukai atau membuat korban merasa tidak nyaman.

“Definisi ini sesuai dengan teori Dan Olweus, di mana pelaku biasanya memiliki kekuatan atau dominasi lebih besar dibanding korban, hingga korban sulit melawan,” jelasnya saat dihubungi Dialeksis, Senin (05/05/2025).

Menurut Nur Janah, dampak perundungan pada korban tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga psikologis.

“Korban bisa kehilangan kepercayaan diri, merasa rendah diri, terintimidasi, bahkan mengalami kecemasan, depresi, atau trauma jangka panjang. Kondisi ini seringkali menghambat proses aktualisasi diri mereka, bahkan memicu ketidakhadiran di sekolah karena rasa tidak aman,” paparnya.

Sementara bagi pelaku, kebiasaan melakukan kekerasan berpotensi membentuk karakter negatif di masa depan. “Jika tidak diintervensi, perilaku agresif ini bisa berkembang menjadi tindakan kriminal atau pola hubungan yang tidak sehat saat dewasa,” tambahnya.

Nur Janah menekankan bahwa siswa SMP, yang berada pada fase remaja awal, sedang mengalami masa transisi penuh gejolak.

“Ini adalah fase pencarian jati diri, di mana pengaruh peer group atau kelompok sebaya sangat dominan. Mereka cenderung meniru gaya bicara, cara berpakaian, hingga kebiasaan teman-temannya, baik di dunia nyata maupun maya,” ujarnya.

Ia juga menyoroti paparan konten kekerasan melalui gim, film, atau media sosial yang dapat memperkuat sikap agresif remaja.

“Kombinasi antara pengaruh kelompok dan konsumsi konten negatif berpotensi mendorong remaja untuk mengekspresikan kekerasan sebagai bentuk ‘pembuktian diri’,” imbuhnya.

Untuk memutus mata rantai perundungan, Nur Janah menyarankan pendekatan holistik yang melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

 “Sekolah harus menjadi rumah kedua yang aman dan nyaman. Ini bisa diwujudkan melalui penguatan pendidikan karakter, layanan konseling psikologis, serta iklim komunikasi yang terbuka,” tegasnya.

Pendidikan berbasis nilai religius dan kepemimpinan, menurutnya, dapat membantu siswa mengembangkan empati dan tanggung jawab. Sementara bagi pelaku, diperlukan intervensi psikologis seperti pelatihan keterampilan sosial, terapi psikodrama, atau pendekatan restoratif untuk membangun kesadaran atas konsekuensi perbuatannya.

Di sisi hukum, pelaku perundungan yang melibatkan kekerasan fisik dapat dikenai Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara maksimal 3,5 tahun atau denda. “Hukuman harus proporsional, tetapi yang utama adalah memastikan pelaku memahami kesalahan dan korban mendapatkan pemulihan,” tutur Nur Janah.

Insiden ini menjadi pengingat bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk orang tua, untuk lebih peka terhadap dinamika sosial remaja.

“Baik korban maupun pelaku adalah anak-anak yang perlu diselamatkan. Kolaborasi antara pendekaran psikologis, pendidikan, dan hukum adalah kunci untuk menciptakan generasi yang sehat secara mental maupun sosial,” pungkasnya.

Sampai berita ini diturunkan, pihak SMP Negeri 2 Bandar Dua belum memberikan pernyataan resmi. Masyarakat berharap kasus ini ditangani secara transparan, dengan prioritas pada pemulihan korban dan pencegahan terulangnya kekerasan di lingkungan pendidikan.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
penghargaan mualem
diskes
hardiknas