Senin, 22 September 2025
Beranda / Pertahanan dan Keamanan / BPOM Bantah Mi Instan Indomie Mengandung Etilen Oksida: Hasil Pengujian Negatif

BPOM Bantah Mi Instan Indomie Mengandung Etilen Oksida: Hasil Pengujian Negatif

Minggu, 21 September 2025 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Kantor BPOM. [Foto: sisiplus.katadata.co.id]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanggapi isu terkait temuan etilen oksida (EtO) dalam produk mi instan Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kuit yang dirilis oleh Otoritas Kesehatan Taiwan (TFDA). Dalam pernyataan publik resminya, BPOM menegaskan bahwa hasil pengujian produk di Indonesia tidak mendeteksi keberadaan senyawa tersebut.

"BPOM telah melakukan pengujian terhadap sampel pertinggal dari batch yang sama seperti yang ditemukan di Taiwan, dan hasilnya menyatakan bahwa baik etilen oksida maupun 2-kloroetanol (2-CE) tidak terdeteksi," kata BPOM dalam Penjelasan Publik Nomor HM.01.1.2.09.25.151 yang dilansir oleh media dialeksis.com pada Minggu (21/9/2025).

TFDA sebelumnya mencantumkan hasil uji laboratorium bahwa produk mi instan tersebut mengandung EtO sebesar 0,1 mg/Kg. Nilai itu sesuai dengan batas kuantifikasi (limit of quantification/LoQ) yang berlaku di Taiwan.

Namun, hasil pengujian BPOM menunjukkan bahwa kandungan EtO dan 2-CE dalam sampel tersebut berada di bawah batas terendah yang bisa diukur, yakni di bawah LoQ masing-masing 0,003 mg/Kg dan 0,005 mg/Kg.

“Produk tersebut memenuhi syarat keamanan pangan sesuai regulasi di Indonesia. Batas maksimal residu EtO yang diizinkan adalah 0,01 mg/Kg,” jelas BPOM.

Tak hanya itu, BPOM juga melakukan pengujian lanjutan terhadap produk dari batch berbeda yang beredar di pasar domestik. Hasilnya, seluruh sampel tetap menunjukkan EtO dan 2-CE tidak terdeteksi.

EtO sendiri merupakan senyawa berbentuk gas yang mudah menguap dan biasa digunakan sebagai pestisida. Ketika bereaksi dengan ion klorida dalam bahan pangan, EtO bisa membentuk 2-kloroetanol, yang menjadi penanda keberadaannya.

Di Indonesia, penggunaan EtO sebagai pestisida dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2019. Selain itu, BPOM juga telah mengatur batas maksimal residu EtO melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022.

Sebagai perbandingan, standar residu EtO di berbagai negara cukup bervariasi. Amerika Serikat mengizinkan hingga 7 mg/Kg, Singapura hingga 50 mg/Kg untuk rempah-rempah, sedangkan Uni Eropa menetapkan batas total EtO dan 2-CE sebesar 0,01“0,1 mg/Kg.

BPOM menyatakan akan segera melakukan klarifikasi resmi kepada TFDA. “Kami akan meminta penjelasan lebih lanjut mengenai metode analisis yang digunakan oleh pihak Taiwan serta parameter uji dan dasar kesimpulannya,” lanjut BPOM.

Di sisi lain, BPOM menegaskan komitmennya untuk menjaga mutu dan keamanan produk pangan olahan asal Indonesia, terutama dalam kegiatan ekspor.

“Kami mengimbau pelaku usaha untuk memahami dan mematuhi regulasi negara tujuan ekspor. BPOM siap memberikan pendampingan demi meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global,” kata BPOM.

BPOM juga meminta masyarakat tetap tenang dan tidak mudah terpengaruh informasi yang beredar tanpa dasar yang jelas.

“Kami harap masyarakat menjadi konsumen yang cerdas, selalu menerapkan prinsip Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan olahan,” tutup pernyataan BPOM. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
bpka - maulid