IDSF: Pentingnya Keamanan Siber dalam Industri Penerbangan
Font: Ukuran: - +
Indonesia Digital Society Forum sarankan perkuat keamanan siber untuk menjawab tantangan industri penerbangan di era digitalisasi saat ini. [Foto: InJourney Airports]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Adopsi teknologi untuk mendukung operasional dan pelayanan industri penerbangan, termasuk di Indonesia, harus diimbangi dengan perhatian terhadap aspek keamanan siber (cyber security).
"Penting bagi bandara untuk memastikan aspek keamanan siber. Terlebih, sistem di bandara terhubung dengan berbagai jaringan eksternal seperti internet dan sistem milik stakeholder lainnya, sehingga rawan terhadap serangan siber," ujar Founder Indonesia Digital Society Forum (IDSF), Muhammad Awaluddin, dalam keterangan yang dikutip pada Senin (21/10/2024).
Menurut Awaluddin, IDSF mencatat bahwa antara 2019 hingga 2022, telah terjadi enam serangan siber terhadap industri bandara di kawasan Eropa, Oceania, dan Amerika Serikat.
"Keamanan siber menjadi salah satu tantangan besar bagi industri penerbangan di era digital saat ini. Di tengah tren adopsi teknologi terbaru yang cepat, bandara sebagai pusat operasi penerbangan global harus memiliki standar keamanan siber yang ketat," kata Awaluddin.
Oleh karena itu, kolaborasi antara stakeholder dan penerapan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) menjadi kunci utama dalam melindungi bandara dan penerbangan dari ancaman kejahatan siber.
Awaluddin juga memberikan sejumlah rekomendasi bagi regulator dan operator bandara untuk memperkuat aspek keamanan siber. Ia menyarankan agar bandara di Indonesia menetapkan standar keamanan siber sesuai dengan ISO 27001, yang merupakan standar internasional untuk kerangka kerja sistem manajemen keamanan informasi.
Selain itu, standar keamanan siber bandara juga bisa diterapkan sesuai dengan DO-326A yang dikeluarkan oleh Radio Technical Commission for Aeronautics (RTCA) - USA dan standar ED-202A dari European Organization for Civil Aviation Equipment (EUROCAE) - EEC untuk mengelola ancaman siber di sektor penerbangan.
"Regulator dan operator bandara dapat bersama-sama menetapkan standar keamanan siber yang sesuai dengan ISO 27001, DO-326A, dan ED-202A. Selain untuk bandara, standar ini juga bisa diterapkan di seluruh ekosistem penerbangan," ujar Awaluddin.
Ia menambahkan bahwa regulator dan operator bandara harus mendorong penerapan kecerdasan buatan (AI) untuk memperkuat sistem deteksi ancaman siber secara real-time dan memberikan respons otomatis terhadap ancaman yang ada.
"AI dapat langsung mendeteksi pola anomali dari big data yang ada di berbagai sistem bandara, seperti jaringan komunikasi, manajemen lalu lintas udara, dan keamanan informasi. Pola anomali ini merupakan indikasi awal dari potensi serangan siber," ungkapnya.
Lebih lanjut, Awaluddin menjelaskan bahwa AI tidak hanya berfungsi untuk mendeteksi, tetapi juga dapat secara otomatis merespons ancaman siber dengan cepat untuk mencegah serangan yang lebih besar. Manfaat implementasi AI dalam hal keamanan siber sangat signifikan.
Sebagai langkah untuk mencegah serangan siber, operator bandara perlu mengelola jaringan dengan baik, terutama karena jaringan bandara terhubung dengan jaringan eksternal milik pihak lain.
"Operator bandara sebaiknya menerapkan segmentasi jaringan dan enkripsi data secara ketat untuk melindungi dari serangan siber," ucap Awaluddin.
Aspek lain yang perlu ditingkatkan oleh regulator dan operator bandara adalah kolaborasi internasional dengan otoritas global seperti ICAO untuk berbagi praktik terbaik dan data intelijen siber.
Rekomendasi IDSF lainnya adalah perlunya penyempurnaan protokol pendukung (Backup) untuk meminimalkan risiko saat terjadi serangan siber, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam menghadapi ancaman siber.
"Pelatihan cybersecurity sangat penting bagi sumber daya manusia agar lebih memahami dan memiliki keterampilan ketika menghadapi ancaman siber. Secara berkala, penting bagi regulator dan operator bandara untuk melakukan pengujian rutin terhadap keandalan sistem keamanan siber guna mengetahui jika ada celah keamanan," lanjut Awaluddin.
Melalui rekomendasi itu, IDSF berharap industri penerbangan di Indonesia dapat mencegah dan meminimalkan ancaman keamanan siber di tengah tren penerapan teknologi di bandara dan maskapai. [*]