Ketika Pemanggilan oleh Jaksa Gayo Lues Menjadi Pembahasan
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM - Aparatur di Gayo Lues, saat ini sedang resah. Jaksa setempat sedang gencarnya melakukan pemanggilan berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara. Pembahasan tentang pemanggilan yang dilakukan jaksa, menjadi berita menarik.
Jaksa di sana "menggaruk" aparatur yang mengelola keuangan negara. Puluhan kepala desa sudah diminta hadir ke kantor jaksa. Demikian dengan petugas medis, mulai dari kepala Dinas Kesehatan, sampai staf di Puskesmas "diundang" ke Jaksa.
Para kepala dinas, PPTK dan pihak yang terlibat dalam urusan proyek negara ini, bergilir mendapat undangan. Pemanggilan yang "luar biasa" ini, menjadikan ASN yang terlibat dengan urusan proyek terundang resah.
Demikian dengan kepala desa serta aparatur kampung. Aksi pemanggilan itu telah memunculkan isu tak sedap. Dibalik pemanggilan itu ada nuansa permintaan rupiah oleh oknum pihak Kajari. Para kepala kampung, ahirnya mengadukan keadaanya kepada Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Provinsi Aceh.
APDESI yang diketuai Muksalmina dan sekretarisnya Syaiful Isy, memberikan keterangan Pers tentang persoalan itu. Demikian dengan gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), turut memberikan statemen tentang apa yang dilakukan oleh Jaksa di Gayo Lues.
Alfian dari MaTA meminta pihak kejaksaan harus menjelaskan kepublik apa tujuan dan maksud pemanggilan itu, dan bagaimana kelanjutanya.
Sementara Askhalani dari GeRAK meminta APDESI untuk melaporkan ke komisi kejaksaan atas kegiatan penyidikan yang dilakukan jaksa kepada kepala kampung di sana.
Baca berita : Kepala Desa di Gayo Lues dipanggil Jaksa Harus Ada kepastian
Ada apa? Menurut APDESI Aceh, pihaknya menerima laporan dari para kepala kampung di sana, pemanggilan kepala kampung ada kejanggalan dan ada indikasi permintaan uang. Aparatur kampung diminta jaksa untuk hadir ke kantor, usai menjawab sejumlah pertanyaan, mereka diminta sejumlah uang yang jumlahnya terbilang besar. Puluhan juta.
Ketua APDESI, Muksalmina dalam keterangan Persnya, berjanji akan mengadvoksi para kepala kampung di Gayo Lues dan berupaya mencari solusi, agar persoalan itu tidak terulang lagi di masa mendatang.
Bagaimana sebenarnya dasar hukumnya Jaksa dalam melakukan pemanggilan? Dalam menjalankan wewenangnya, Jaksa dituntut untuk memiliki integritas, bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel yang dilandasi doktrin kejaksaan Tri Krama Adhyaksa.
Bagaimana sebenarnya dasar hukumnya Jaksa dalam melakukan pemanggilan? Dalam menjalankan wewenangnya, Jaksa dituntut untuk memiliki integritas, bertanggung jawab.
Mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel yang dilandasi doktrin kejaksaan Tri Krama Adhyaksa.
Tentang standar operasional prosedur (SOP) penangangan perkara tindak pidana umum, lihatlah keputusan Jaksa Agung RI mo,or 518//A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001. Di sana dijelaskan panjang lebar bagaimana menangani tindak pidana umum.
Mulai dari pemanggilan seseorang statusnya sebagai apa? Sampai dengan tatacara memanggil seseorang untuk diminta keteranganya. Aturan main di negeri ini sudah diatur dalam undang-undang.
Dalam surat panggilan harus jelas dan tegas disebut bahwa dia dipanggil dalam kapasitas sebagai apa.
Apa pemanggilan yang dilakukan oleh Kajari Gayo Lues sudah sesuai ketentuan? Menurut APDESI Aceh, ada kejanggalan dalam pemanggilan para kepala kampung di Gayo Lues itu.
Kejanggalan itu dapat ditemui, pada surat pemanggilan yang ditanda tangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gayo Lues. Dasar pemanggilan itu, nomor surat laporan pengaduan yang sama dalam setiap surat yang di tujukan kepada Kepala Desa.
Mereka dipanggil oleh pihak kejaksaan negeri setempat. Mereka mengaku ditakut takuti dan ujungnya ada permintaan uang. Permintaan uang dengan jumlah puhuhan juta itu dengan alasanya, agar permasalahan ini dapat diselesaikan dan tidak akan ditindak lanjuti ke tingkat berikutnya.
Namun aparatur kampung di sana sepakat tidak memberikan uang permintaan jaksa. Menurut DPD APDESI Aceh ini, para Kepala Desa dari Kecamatan Kuta Panjang, mendatangi Kejari Gayo Lues secara bersama-sama. Saat ditanya oleh pihak kejaksaan, tidak lagi sesuai dengan hal klarifikasi sesuai surat pemanggilan.
Namun pertanyaanya tidak berkaitan dengan surat pemanggilan, para kepala desa mengaku resah. Kesannya Kejari Gayo Lues mencari-cari kesalahan dan menakut-nakuti. Karena Alokasi Dana Kampung(ADK) tahun 2015 sudah di pertanggungjawabkan penggunaanya, jelas APDESI.
Penggunaan anggaran itu juga sudah diaudit oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)/Inspektorat Gayo Lues dengan mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) serta dinyatakan sudah selesai.
Kejanggalan dan keanehan lainya, tulis APDESI ini, selesai dimintai keterangan, para kepala desa diminta untuk mengembalikan surat pemanggilan kepada Kejari Gayo Lues.
Pada saat dimintai keterangan di salah satu ruangan di Kejari Gayo Lues, handphone para kepala desa di "sita", tidak dibenarkan untuk dibawa kedalam ruangan. Setelah diminta keteranganya, oknum Kejari Gayo Lues meminta uang yang jumlahnya puluhan juta rupiah.
Para kepala desa mengaku pasrah, mereka tidak tahu mau mendapatkan uang dari mana yang jumlahnya puluhan juta. Pemeriksaan itu, menurut APDESI Aceh telah menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat.
Terjadi saling tuding-menuding atas apa yang sebenarnya tidak dilakukan oleh para kepala desa. Menurut APDESI dalam siaran persnya, sejak awal, peran pengawasan telah dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)/Inspektorat Gayo Lues.
Sepanjang hasil pengawasan dan pemeriksaan tidak ditemukan adanya indikasi dan dugaan tindak pidana korupsi yang telah diterbitkan didalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) APIP, diterima atau telah ditindaklanjuti dan dinyatakan selesai oleh APIP.
Maka Aparat Penegak Hukum (APH) tidak punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan, termasuk kesalahan administrasi. Apa yang dilakukan oleh Kejari Gayo Lues, merupakan salah satu bentuk upaya kriminalisasi kepada para kepala desa dengan cara mencari-cari kesalahan atas apa yang tidak dilakukannya.
Masih menurut APDESI, namun setelah dilakukan pemanggilan oleh pihak kejaksaan, hal tersebut berlalu begitu saja. Tidak ada penyelesaian yang konkrit, dampaknya telah menimbulkan keresahan para kepala desa. Kita khawatir hal ini akan terus terjadi dikemudian hari dan menjadi "mainan" oknum-oknum tertentu, sebut APDESI Aceh.
DPD APDESI Aceh sangat prihatin atas kondisi yang dialami oleh para kepala desa di Gayo Lues. Hal-hal seperti ini harus dihindari. Agar tidak menimbulkan kegelisahan dan ketakutan para Kepala Desa dalam menjalankan tugasnya.
Peran pengawasan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan hal yang penting, tulis APDESI, namun tidak kalah pentingnya juga adalah peran pembinaan secara menyeluruh bagi desa yang harus terus di kedepankan oleh berbagai pihak dalam mewujudkan amanat Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014.
Desa perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Atas permasalahan yang menimpa para kepala desa di Gayo Lues, APDESI Aceh menyatakan sikap; Pertama, meminta kepada Bupati Gayo Lues, Kejaksaan dan Kepolisian untuk melakukan pembinaan dan fasilitasi peningkatan kapasitas tata kelola Pemerintahan Desa kepada seluruh aparatur Pemerintahan Desa di Gayo Lues secara konkrit dan berkelanjutan.
DPD APDESI Aceh akan melakukan investigasi langsung ke lapangan, bertemu dengan para kepala desa, aparatur pemerintahan desa, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues, aparat penegak hukum (APH) dan pihak-pihak terkait lainnya di Kabupaten Gayo Lues, untuk penyelesaian permasalahan tersebut, agar tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Kajari Gayo Lues Bantah
Kajari Gayo Lues, Bobbi Sandri, melalui Kasi Intelnya, Dedy Syahfutra, membantah pernyataan ketua APDESI Aceh.
Dalam siaran Persnya, Kajari Gayo lues menyebutkan,seperti yang dikutip deliknews, apa yang disebutkan APDESI kurang tepat.Pihaknya menyelediki kasus tersebut karena adanya pengaduan. Ada surat panggilan resmi untuk klarifikasi. Pemanggilan bukan terhadap seluruh kepala desa, namun hanya 18 kepala desa yang diminta keteranganya.
"Kami bertindak secara profesional, dan kami tidak pernah meminta sejumlah uang seperti yang disebutkan APDESI. Berbicara oknum, kami tegaskan tidak ada oknum yang meminta uang kepada kepala desa, agar perkara ini bisa diselesaikan. Kami akan melakukan pendekatan hukum terkait ADK 2015 ini," katanya.
Pihaknya bekerja secara professional bekerja secara professional, dengan pemerintah daerah pihaknya juga sudah melakukan koordinasi.
"Kiranya bapak bupati dapat memberikan dukungan terhadap kasus yang saat ini kami tangani. Apabila ada alat bukti ditemukan dalam klarifikasi ini akan ditindak lanjuti ke tingkat selanjutnya," jelas pihak kejaksaan dalam siaran Persnya.
Soal permintaan kembali surat panggilan yang mereka layangkan kepada para kepala desa, menurut Dedy itu tidak benar seperti yang dikatakan APDESI Aceh.
"Tidak benar, kami meminta kembali surat panggilan. Setiap surat panggilan yang disampaikan kepada kepala desa, kami memiliki arsip pertinggal. Jadi tidak benar kami minta kembali surat panggilan itu," jelasnya.
Sementara itu Kajati Aceh, Irdam SH MH, menjawab Dialeksis.com, sehubungan dengan kasus pemanggilan kepala kampung di Gayo Lues menjelaskan, pemanggilan beberapa kepala desa di kejari Gayo Lues, setelah pihaknya mendapat laporan.
"Pemanggilan tersebut merupakan merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan(BPK), mengenai pencairan tahap ketiga alokasi dana desa thn 2015," sebut Kajati.
"Sifatnya hanya cari data atas laporan yang ada. Nanti bila ada temuan diserahkan ke Inspektorat untuk ditindak lanjuti, apabila sifatnya administrasi akan diselesaikan oleh inspektorat Pemda yang bersangkutan," sebut Kajati yang tidak lagi menyampaikan penjelasan secara rinci.
Pemanggilan di Dinas Kesehatan
Pemanggilan untuk klarifikasi juga dilakukan pihak Kejaksaan Gayo Lues terhadap Dinas Kesehatan, para kepala Puskesmas, PPTK dan pihak yang terlibat dalam pengelolaan proyek.
Surat pemanggilan langsung ditanda tangani Kajari Gayo Lues, Bobbi Sandri, SH, MH. Dalam hal suratnya, Kajari menyebutkan klarifikasi. Pemanggilan itu berlangsung bertahap, awalnya yang diminta klarifikasi adalah dokter Linda, Kadis Kesehatan Gayo Lues.
Pemanggilan itu menurut Kajari, untuk ditindak lanjuti sesuai surat pengaduan nomor : 07/LP/BRJ/GL/2019, tentang dugaan adanya indikasi penyelewengan/penyimpangan dalam pengelolaan anggaran /keuangan alokasi dana khusus (DAK) tahun anggaran 2018 di Dinas Kesehatan Gayo Lues. Program usaha kesehatan masyarakat kegiatan bantuan operasional kesejatan (BOK) kabupaten (DAK non fisik) Rp 690.330.000.
Serta Program kesehatan masyarakat BOK Puskesmas (DAK non fidik) yang bersumber dari dana alokasi khusus, nilanya mencapai Rp 6. 873.080.000.-
Pihak Kajari selain memanggil kepada Dinas Kesehatan untuk klarifikasi, juga meminta keterangan Kepala Puskesmas Pining, Kepala Puskesmas Rikit Gaib dan Kepala Puskesmas Kute Panjang.
Kepala Dinas Kesehatan Gayo Lues, dr. Linda wati, ketika ditanya Dialeksis,com via selular tentang pemanggilanya, membenarkan dia sudah memberikan keterangan. "Pihak Kejaksaan meminta klarifikasi dari kami," sebut Linda.
Apakah pihak kejaksaan ada melakukan intimidasi dengan meminta sejumlah uang. Linda menyebutkan tidak ada permintaan uang. " Tidak, tidak ada permintaan uang dari pihak Jaksa. Kami hanya diminta keterangan, ya kami jelaskan," sebut Linda.
"Jadi info yang didapat itu tidak benar. Kami tidak ada diminta sejumlah uang oleh pihak kejaksaan, kami hanya memberikan klarifikasi," jelas linda.
Sehubungan dengan pemanggilan yang dilakukan pihak Kajari Gayo Lues, Masyarakat Transparasansi Aceh (MaTA), Alfian, mendukung langkah Kejari Gayo Lues untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pengelolaan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
"Kita berharap Kejari serius dalam penanganannya, sehingga tidak terkesen main main. Selama ini kejaksaan sering sekali dalam penanganan perkara kasus korupsi, semangat diawal tapi tidak ada akhir," sebut Alfian, menjawab Dialeksis.com, Senin (26/8/2019) via selular.
"Semangat diawal, ujung ujungnya kasusnya dihentikan dengan alasan kerugian negara sudah di kembalikan dan ini langkah menyalahi hukum. MaTA selalu mendesak jajaran penyidik baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan dalam pengusutan kasus korupsi harus utuh," jelas Alfian.
"Jangan pilih kasus atau bermain dengan kasus. Negara hukum, penyidik juga harus mengedepankan penengakkan hukum. Karena ini menyangkut kewibawaan lembaga hukum. MaTA sendiri berkomitmen mengawal kasus yang sedang dilakulan oleh penyidik Kejaksaan Gayo Lues. sehingga ada kepastian hukum," sebut Alfian.
Bagaimana kisah selanjutnya dari pemanggilan yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Gayo Lues ini? Waktu yang akan menjawabnya, ketika data dan fakta diungkapkan, akan muncul cacatan sejarah baru di Gayo Lues dalam persoalan hukum ini *** Bahtiar Gayo