KPK Sapu Bersih Korupsi di Aceh?
Font: Ukuran: - +
Beberapa jam setelah pulang dari Sabang dan memimpin rapat persiapan Aceh Marathon bersama Steefy Burase, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dicokok Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) di Pendopo Gubernur, Selasa malam (3/7/2018) pukul 19.27 wib.
Ia diringkus dalam Operasi Tangkap Tangan oleh Komisi Anti Rasuah dalam kasus pemberian fee untuk proyek pembangunan jalan Kruenggeukuh-Bandara Rembele.
Dari informasi yang berhembus, beberapa jam sebelum di tangkap, Irwandi Yusuf berkeliling bersama Wakapolda Aceh Brigjen Pol. Yanto Tara dengan Heli milik Polda Aceh.
Usai melihat Aceh dari udara, Irwandi menuju pendopo. Beberapa saat setelah duduk dan bicara dengan beberapa sahabatnya, tepat pukul 18.27 wib beberapa penyidik KPK menemuinya, dan membawa Irwandi ke Polda Aceh.
***
Usai ditangkap KPK Irwandi Yusuf segera diboyong ke Mapolda Aceh dan diperiksa secara marathon hingga subuh. Dia dicecar berbagai pertanyaan terkait penerimaan fee project dari Bupati Bener Meriah Ahmadi, yang turut ditangkap oleh KPK di Aceh Tengah pada hari yang sama.
Sebelum diangkut ke Mapolda, kepada orang di Pendopo, Irwandi yang dijemput oleh tujuh anggota KPK, mengaku akan minum kopi di luar bersama koleganya. "Saya keluar sebentar pergi ngopi bersama teman," ujar Irwandi kala itu sembari masuk ke dalam mobil Pajero Sport.
Komisioner KPK Agus Rahardjo mengatakan, selain dua orang kepala daerah, pada hari yang sama KPK menahan delapan orang lainnya yang berstatus non PNS, yang kemudian diketahui ikut diamankan Hendri Yuzal yang merupakan Staf Khusus sang gubernur, juga Teuku Saiful Bahri atau dikenal Saiful Tamitana, seorang kontraktor yang sarat masalah.
Saat melakukan sejumlah penangkapan, KPK juga ikut menyita uang senilai 500 juta, yang diduga sebagai uang muka fee proyek pembangunan jalan Kreung Geukuh-Bandara Rembele, yang dibiayai oleh DOKA Aceh 2018, total fee yang seharusnya harus dibayar adalah1,5 milyar.
Adapun uang muka fee tersebut akan digunakan untuk membiayai pembelian keperluan Aceh Marathon yang ditangani oleh Steffy Burase, atlet lari yang disebut-sebut janda beranak satu yang kemudian dinikahi oleh Irwandi Yusuf. "bang wandi hanjeut geukalon nyang gleh dan panyang, that brat galak teuh (bang wandi tidak bisa lihat yang putih dan panjang, suka sekali dia- bahasa Aceh/red) " kata seorang narasumber di lingkaran irwandi yang enggan disebutkan namanya.
Pukul 10.00 WIB, Rabu (4/7/2018) Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, Saiful Tamitana, Ahmadi dan sejumlah orang lainnya, termasuk seorang oknum wartawan yang ditangkap kala Irwandi diamankan, diterbangkan ke Jakarta secara terpisah, hal ini karena tidak tersedianya tiket yang cukup untuk diterbangkan bersama. Apalagi Ahmadi baru tiba di Polda Aceh pada pukul 04.00 WIB dan langsung diperiksa secara marathon.
Tiba di Gedung KPK di Jakarta, Irwandi dan sejumlah orang segera diperiksa secara intensif, berbagai pertanyaan dicecar keadaan Teungku Agam Cs secara terpisah. Hasilnya, Rabu malam, empat orang yaitu Irwandi Yusuf, Saiful Tamitana dan Hendri Yuzal sebagai penerima fee, ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan Ahmadi sebagai pemberi fee juga ikut ditetapkan sebagai tersangka.
"KPK meningkatkan status penangangan perkara ke penyidikan dengan menetapkan empat orang tersangka," kata Komisioner KPK Basaria Panjaitan, dalam konferensi pers, Rabu malam di gedung KPK.
Sementara itu Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengaku merasa dijebak dalam kasus OTT tersebut. Dia mencurigai ada pihak-pihak tertentu yang sengaja melibatkan namanya dalam kasus dugaan peneriman suap terkait penggunaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018. "Jadi, dikaitkan dengan saya atau apa, mungkin ada orang yang menyebutkan nama saya dan didengar oleh KPK," kata Irwandi Yusuf, usai diperiksa KPK, Jumat (6/7/2018.
Pada kesempatan itu Irwandi juga mengatakan, seminggu sebelum dirinya ditangkap KPK, ia pernah menangkap ia pernah menangkap seseorang yang sempat meminta uang dengan mentasnamakan dirinya. "Dilihat saja, banyak sekali di Aceh begitu, yang saya tangkap sendiri, satu minggu sebelum kejadian ini ada satu orang. Mengatasnamakan saya, menjual nama saya kepada saya minta fee. Ada anak-anak muda di sana, bukan orang gede," kata mantan juru propaganda GAM itu.
KPK Periksa Sejumlah Dinas Usai melakukan OTT terhadap Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah, KPK kembali menyambangi Aceh. Mereka pun menggeledah sejumlah dinas di lingkungan Pemerintahan Aceh, seperti Ruang kerja Gubernur Aceh,Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat (PUPR) dan ULP serta kediaman Guernur Aceh. di Bener Meriah, KPK menggeledah Dinas PUPR.
Dari Dinas Pemuda dan Olahraga Propinsi Aceh KPK menyita barang bukti elektronik. "Penyidik memandang sejumlah bukti baru akan memperkuat perkara yang sedang ditangani oleh KPK, " kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Rabu (11/7/2018).
Informasi yang dihimpun Dialeksis.Com, ketika menggeledah ruang kerja Gubernur Aceh, tim KPK segera mengisolasi ruangan itu dari media massa dan public. Seluruh PNS yang ada di ruangan, tidak diperkenankan keluar ruangan, serta handphone mereka disita. Seorang PNS yang melakukan perekaman aktivitas itu tertangkap tangan oleh KPK, hp itu disita dan rekaman dihapus paksa.
Sebelumnya, pada Senin (9/7/2018) seratusan massa pendukung Irwandi Yusuf menggelar aksi damai di depan Mesjid Raya Baiturahman, Banda Aceh, meminta KPK untuk segera membebaskan Irwandi Yusuf. Mereka menilai Irwandi Yusuf tidak bersalah dalam dugaan suap DOKA 2018, sehingga KPK tidak berhak menangkap, apalagi menetapkan Bapak Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) sebagai tersangka.
Bahkan massa sempat mengancam akan melumpuhkan jalannya pemerintahan bila KPK tidak menggubris permintaan mereka. Bahkan Koordinator aksi Fahmi Nuzula di depan massa yang berdemo mengatakan ada yang sedang bermain di tanah Rencong.
Sempat pula tersiar desas desus bahwa apa yang sedang menimpa Irwandi merupakan skenario pusat yang sedang dimainkan oleh Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Nova pun membantah dan meyakinkan publik bahwa dia tidak berbuat sekeji itu.
***
Pun demikian, apreasiasi terhadap KPK pun datang dari berbagai pihak, baik LSM Antikorupsi seperti GeRAK Aceh dan MaTA. Selain itu secara luas publik pun memberikan dukungan. "Sejak digelontorkan tahun 2008, total Dana Otonomi Khusus Aceh yang sudah dikucurkan sebanyak 56 triliun lebih, tapi untuk mendapatkan data penggunaaan per program saja, sulitnya tidak ketulungan.
Bappeda menolak memberikan data dengan dalih mereka belum merekapnya," ujar Muhajir Juli, seorang pemimpin redaksi salah sau media online yang memiliki pengaruh besar di Aceh.
Dalam wawancaranya dengan Dialeksis, Muhajir Juli mengatakan, KPK seharusnya ikut menggeledah Bappeda Aceh selaku dapurnya perencanan pembangunan. "Saya menduga korupsi DOKA sudah dimulai dari perencanaan. Bayangkan saja, di Aceh saya menduga banyak pembangunan yang justru dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu," ujarnya.
Muhajir juga mengatakan, pembangunan di Aceh paska konflik dilakukan sesuai selera penguasa. "Jadi pola pembangunannya dilakukan sesuai isi kepala dan keinginan saja, tanpa melakukan riset terlebih dahulu," ujarnya, sembari berharap KPK akan melakukan sapu bersih para koruptor di Aceh.
"Hasil akhirnya, nasib Aceh ada pada keseriusan KPK melakukan aksi bersih-bersih di sini. Akankah KPK menangkap semuanya, atau hanya sebatas show of force saja, semuanya ada di tangan KPK," ujarnya.